Masalah gizi di Indonesia masih tergolong memprihatinkan, salah satunya adalah anemia gizi besi yang dikenal sebagai kurang darah yang dapat diderita oleh setiap orang mulai dari bayi sampai lanjut usia.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa dari penderita gizi buruk juga menderita kekurangan zat besi yang berdampak buruk pada perkembangan dan pertumbuhan anak. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangg%.a (SkRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0 – 5 tahun sekitar 47 %, anak usia sekolah dan remaja sekitar26,5 % da wanita Usia Subur (WUS) berkisar 40 %. Sedangkan di DKI Jakrta pada tahun 2004menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5% dan pada ibu hamil 43,5
Pada kelompok ibu hamil dan balita merupakan kelompok yang memiliki masa emas sekaligus kritis. Ibu yang mengandung sangat memerlukan mineral, protein, dan juga asam folat. Balita juga memiliki masa tumbuh yang besar, termasuk tumbuh kembang otak yang sangat memerlukan asupan gizi yang cukup.
Sekiranya pada saat hamil sudah mengalami kekurangan zat gizi tersebut, maka ibu hamil tersebut akan berisiko untuk mengakibatkan anaknya juga kekurangan zat gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak . Akibat yang terburuk adalah adanya kerusakan otak permanen pada anak yang dikandungnya atau proses perkembangan otaknya.
Kerusakan otak permanen dari kerusakan organ lainnya karena sekali sel-selotak mengalami kerusakan maka tidak mungkin dikembalikan seperti semula, atau bahkan dicangkokpun tidak memungkinkan. Tidak seperti organ lain bisa mengalami perbaikan sendiri atau dengan tindakan medis. Balita yang mengalami kerusakanotak permanen sulit sekali diatasi dan ini yang memungkinkan terjadinya loos generation.
Pertumbuhan otak yang cepat adalah mulai janin dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Pada masa itu disebut masa keemasan yakni memiliki masa pertumguhan sel-selotannya mencapai 80 %, sisanya yang 20 % baru setelah usia 2 tahun. Oleh karena itu, ibu-ibu yang melahirkan sangat dianjurkan menyusui anaknya.
Sumber : Koran Banjarmasin Post, Sabtu 27 Agustus 2005 halaman 22 Topik “ Balita, Antara Masa Emas dan Kritis.
Selasa, 01 Februari 2011
GENERASI YANG HILANG (LOSS GENERATION)
Metode Kontrasepsi Implant
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari masalah kependudukan. Secara garis besar masalah-masalah pokok bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, penyebaran yang tidak merata, struktur usia muda dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan. Oleh karena itu berbagai program kependudukan telah dilaksanakan yang bertujuan mengurangi beban kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan akibat tekanan kependudukan dan meningkatnya upaya mensejahterakan penduduknya melalui dukungan program-program pembangunan termasuk Keluarga Berencana (Wiknjosastro, 2002).
Program Keluarga Berencana adalah bagian yang terpadu (Integral) dalam program Pembangunan Nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Departemen Kesesehatan Republik Indonesia [Depkes RI]. 1996).
Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha yang dikerjakan dengan secara sadar dan bertanggung jawab dalam mengatur kelahiran dan kehamilan serta tidak bertentangan dengan hukum dan norma agama. Keluarga Berencana secara hakiki adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan. Penundaan kehamilan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Hartanto, 2003).
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi utuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015” dimana misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Oleh karena itu diperlukan suatu metode kontrasepsi untuk mengatur kelahiran anak (Saifuddin, 2006).
Kontrasepsi merupakan metode untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma. Cara kerja Kontrasepsi pada umumnya sama yaitu mencegah ovulasi, meningkatkan kekentalan leher rahim dan membuat dinding rongga rahim tidak siap menerima hasil pembuahan serta menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.
Umumnya Metode Kontrasepsi dibagi menjadi metode sederhana : kondom, diafragma, cream, jelly, vaginal tablet, metode efektif : Pil KB, suntikan KB, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), Susuk KB (Implant), dan metode mantap dengan cara operasi (kontransepsi mantap) : tubektomi dan vesektomi. Cara-cara Kontrasepsi tersebut, mempunyai tingkat efektifitas yang berbeda-beda dalam memberikan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan (Dep-Kes. RI, 1996).
Seiring perkembangan zaman banyak pilihan alat kontrasepsi yang ditawarkan. Tetapi masih banyak pasangan dimasyarakat yang belum mengetahui Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET) lebih dikarenakan oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan Metode Kontrasepsi. Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individu bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal adalah aman, berdaya guna, dapat diterima, terjangkau harganya dimasyarakat dan apabila metode tersebut dihentikan penggunaannya kesuburan klien akan segera kembali kecuali Kontrasepsi Mantap (Mochtar, R, 1998).
Salah satu Metode Kontrasepsi Efektif adalah Implant. Implant atau yang lebih dikenal dengan KB Susuk sejak tahun 1981 telah mulai diteliti dan dikembangkan di Indonesia. Di luar negeri, cara baru Implant telah diuji coba klinik secara baik dan teliti, lalu dipakai sebagai kontrasepsi sejak tahun 1972. di berbagai negara di dunia sejak tahun 1981 Implant telah dipakai lebih dari 10 ribu wanita dan mulai dapat diterima oleh masyarakat (Mochtar, R, 1998). Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit lengan atas sebelah dalam, berbentuk kapsul silastik (lentur) panjangnya sedikit lebih pendek dari pada batang korek api dimana dalam setiap kapsul berisi hormon levonorgestril yang dapat mencegah terjadinya kehamilan. Implant mempunyai cara kerja menghambat terjadinya ovulasi, menyebabkan selaput lendir endometrium tidak siap untuk nidasi / menerima pembuahan, mempertebal lendir serviks / rahim dan menipiskan lapisan endometrium/selaput lendir dengan tingkat keberhasilan efektivitas implant 97 – 99 % (BKKBN, 2006).
B. Implant
a. Pengertian Implant
Alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit lengan atas sebelah dalam berbentuk kapsul silastik (lentur) panjangnya sedikit lebih pendek dan pada batang korek api dan dalam setiap batang mengandung hormon levonorgestrel yang dapat mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2006).
b. Jenis Implant
Jenis-jenis implant menurut Saifuddin (2006) adalah sebagai berikut :
1) Norplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm, yang berisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
2) Implanon terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang berisi dengan 68 mg 3 ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
3) Jadena dan Indoplant terdiri dari 2 batang yang berisi dengan 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
c. Mekanisme Kerja
Cara kerja implant yang setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mg levonorgestrel yang dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mg. Konsep mekanisme kerjanya menurut Manuaba (1998) adalah :
1) Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi.
2) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa.
3) Menipiskan endometrium sehingga tidak siap menjadi tempat nidasi.
d. Efektifitas Implant
Menurut Hartanto, (2002) efektifitas implant adalah :
1) Angka kegagalan norplant kurang 1 per 100 wanita pertahun dalam lima tahun pertama. Ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD dan metode barier.
2) Efektifitas norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun dan pada tahun ke 6 kira-kira 2,5-3 % akseptor menjadi hamil.
3) Norplant -2 sama efektifnya seperti norplant juga akan efektif untuk 5 tahun, tetapi ternyata setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, yaitu sebesar 5-6 %. Penyebabnya belum jelas, disangka terjadi penurunan dalam pelepasan hormonnya.
e. Indikasi
Pemasangan implant menurut Saifuddin (2006) dapat dilakukan pada :
1) Perempuan yang telah memilih anak ataupun yang belum.
2) Perempuan pada usia reproduksi (20 – 30 tahun).
3) Perempuan yang menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
4) Perempuan menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
5) Perempuan pasca persalinan.
6) Perempuan pasca keguguran.
7) Perempuan yang tidak menginginkan anak lagi, menolak sterilisasi.
8) Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.
9) Perempuan yang sering lupa menggunakan pil.
f. Kontraindikasi
Menurut Saifuddin (2006) menjelaskan bahwa kontra indikasi implant adalah sebagai berikut :
1) Perempuan hamil atau diduga hamil.
2) Perempuan dengan perdarahan pervaginaan yang belum jelas penyababnya.
3) Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi.
4) Perempuan dengan mioma uterus dan kanker payudara.
5) Perempuan dengan benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
g. Keuntungan
Keuntungan dari implant menurut Saifuddin (2006) adalah :
1) Keuntungan kontrasepsi yaitu :
a) Daya guna tinggi.
b) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun).
c) Pengembalian tingkat kesuburan cepat setelah pencabutan.
d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
e) Bebas dari pengaruh estrogen.
f) Tidak mengganggu kegiatan senggama.
g) Tidak mengganggu ASI.
h) Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
i) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
2) Keuntungan non kontrasepsi yaitu :
a) Mengurangi nyeri haid.
b) Mengurangi jumlah darah haid
c) Mengurangi/memperbaiki anemia.
d) Melindungi terjadinya kanker endometrium.
e) Menurunkan angka kejadian kelainan anak payudara.
f) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang pangul.
g) Menurunkan angka kejadian endometriosis.
h. Kerugian
Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant adalah:
1) Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
2) Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant.
3) Lebih mahal.
4) Sering timbul perubahan pola haid.
5) Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
6) Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya.
7) Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.
i. Cara pemasangan
Menurut Manuaba (1998) teknik pemasangan implant adalah sebagai berikut:
1) Rekayasa tempat pemasangan dengan tepat (apabila terdiri dari 6 kapsul buah seperti kipas terbuka).
2) Tempat pemasangan di lengan kiri atas, dipatirasa dengan likokain 2%.
3) Dibuat insisi kecil, sehingga trokar dapat masuk.
4) Trokar ditusukkan subkutan sampai batasnya.
5) Kapsul dimasukkan ke dalam trokar, dan didorong dengan alat pendorong sampai terasa ada tahanan.
6) Untuk menempatkan kapsul, trokar ditarik ke luar.
7) Untuk menyakinkan bahwa kapsul telah di tempatnya, alat pendorong dimasukkan sampai terasa tidak ada tahanan.
8) Setelah 6 kapsul dipasang, bekas insisi ditutup dengan tensoplas (band aid). Teknik ini berlaku untuk semua jenis implant.
j. Efek samping / Komplikasi dan cara Penanggulangannya
Saifuddin (2006) menjelaskan bahwa efek samping / komplikasi dan cara penanggulangannya adalah sebagai berikut :
1) Amenorea
a) Pastikan hamil atau tidak hamil, bila tidak hamil tidak memerlukan penanganan khusus, khusus konseling saja.
b) Bila klien tetap saja tidak menerima, angkat implant dan angjurkan menggunakan kontrasepsi lain.
c) Bila terjadi kehamilan dan klien ingin melanjutkan kehamilannya, cabut implant dan jelaskan, bahwa progestin tidak berbahaya bagi janin. Bila diduga kehamilan ektopik, klien dirujuk. Tidak ada gunanya memberikan obat hormon untuk memancing timbulnya perdarahan.
2) Perdarahan, bercak (spotting) ringan
a) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada tahun pertama.
b) Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun.
c) Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin melanjutkan pemakaian implant dapat diberikan pil kombinasi satu siklus, atau ibuprofen 3 x 800 mg selama 5 hari. Terangkan kepada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.
d) Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi, atau dapat juga diberikan 50 µg estinilestradiol atau 1,25 mg estrogen equin konjugasi untuk 14-21 hari.
3) Ekspulasi
a) Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul lain masih di tempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi.
b) Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda.
c) Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain, atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain.
4) Infeksi pada daerah insersi
a) Bila terjadi infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air, atau antiseptik. Berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari.
b) Implant jangan dilepas dan klien diminta kembali satu minggu.
c) Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru. Pada sisi lengan yang lain atau cari metode kontrasepsi yang lain.
d) Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptik, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant lakukan perawatan luka, dan berikan antibiotik oral 7 hari.
5) Berat badan naik / turun
a) Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg adalah normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih.
b) Apabila perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, bantu klien mencari metode lain.
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN, 1996. Kapita Selekta Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi”.
BKKBN, 2006. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (Implant/Susuk KB).
Departemen Kesehatan RI, 1996. Buku Pedoman Fasilitas Pelayanan Keluarga Berencana.
Hartanto, Hanafi. 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Manuaba, Gde, Bagus Ide. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinopsis Obsterti Jilid II”, EGC Jakarta
Saifuddin, Bari, A. 2006. Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Wiknjosastro, Hanafi. 2002. ”Ilmu Kandungan”. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Kebutuhan psikososial untuk bayi dan balita
Kebutuhan psikososial adalah kebutuhan ASIH dan ASAH.
Kebutuhan ASIH meliputi : perhatian segera, kasih sayang, rasa aman, dilindungi, mandiri,rasa memiliki,kebutuhan akan sukses,mendapatkan kesempatan dan pengalaman,dibantu dan dihargai.
Kebutuhan ASAH meliputi : stimulasi (rangsangan) dini pada semua indera (pendengaran, penglihatan, sentuhan, membau, mengecap), sistem gerak kasar dan halus, komunikasi, emosi-sosial dan rangsangan untuk berpikir.Stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi.Pemberian stimulasi ini sudah dapat dilakukan sejak masa pranatal, dan setelah lahir dengan cara menetekan bayi pada ibunya sedini mungkin.Asah merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang didapat melalui pendidikan dan latihan
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIKSON
Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya.
Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:
1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )
Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.
2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )
Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perku dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.
Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )
Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.
Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.
4. Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )
Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetetif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.
Kunci proses sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standart dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau gangguan.
5. Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )
Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa dilain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan, Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.
Tiga kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan antara lain adalah kebutuhan FISIK-BIOLOGIS (terutama untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik), EMOSI-KASIH SAYANG (mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal) dan STIMULASI DINI (merangsang kecerdasan-kecerdas an lain).
Kebutuhan FISIK-BIOLOGIS terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, dan ketrampilan fisik untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Kebutuhan EMOSI-KASIH SAYANG : terutama dengan melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan STIMULASI meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua system sensorik dan motorik.
Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak janin didalam kandungan karena akan saling berpengaruh. Bila kebutuhan biofisik tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak tercukupi maka kecerdasan inter dan antar personal juga rendah. Bila stimulasi
dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga kurang bervariasi.
Apa itu STIMULASI DINI ? Apa manfaatnya ?
Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi, dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan anak (kecerdasan multipel) yaitu kecerdasan : logiko-matematik, emosi, komunikasi bahasa (lingusitik) , kecerdasan musikal, gerak (kinestetik) , visuo-spasial, senirupa dll.
Cara melakukan stimulasi dini
Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita. misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan, menjelang tidur.Stimulasi untuk bayi 0 – 3 bulan dengan cara : mengusahakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan, memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik bergantian, menggantung dan menggerakkan benda berwarna mencolok (lingkaran atau kotak-kotak hitam-putih) , benda-benda berbunyi, mengulingkan bayi kekanan-kekiri, tengkurap-telentang , dirangsang untuk meraih dan memegang mainan
Umur 3 – 6 bulan ditambah dengan bermain 'cilukba', melihat wajah bayi dan ibu di cermin, dirangsang untuk tengkurap, telentang bolak-balik, duduk.
Umur 6 – 9 bulan ditambah dengan memanggil namanya, mengajak bersalaman, tepuk tangan, membacakan dongeng, merangsang duduk, dilatih berdiri berpegangan.
Umur 9 – 12 bulan ditambah dengan mengulang-ulang menyebutkan mama-papa, kakak, memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, berjalan dengan berpegangan.
Umur 12 – 18 bulan ditambah dengan latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan gambar sederhana (puzzle) memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah-perintah sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil itu), menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.
Umur 18 – 24 bulan ditambah dengan menanyakan, menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata ? hidung?, telinga?, mulut ? dll), menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang & benda-benda di sekitar rumah, mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum mandi, main, minta dll), latihan menggambar garis-garis, mencuci tangan, memakai celana - baju, bermain melempar bola, melompat.
Umur 2 – 3 tahun ditambah dengan mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit dll), menyebutkan nama-nama teman, menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan, menggambar garis, lingkaran, manusia, latihan berdiri di satu kaki, buang air kecil / besar di toilet.
Setelah umur 3 tahun selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga di arahkan untuk kesiapan bersekolah antara lain : memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil / besar di toilet), dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman dll. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh pengasuh dan keluarga) namun dapat pula di Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak atau sejenisnya.
Pentingnya suasana ketika stimulasi
Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya, dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu).
Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara ibu dan bayi/balitanya. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk, bosan atau ingin bermain yang lain. Pengasuh yang sering marah, bosan, sebal, maka tanpa disadari pengasuh justru memberikan rangsang emosional yang negatif. Karena pada prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan pengasuh adalah merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan akan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bayi-balita.
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan, Jakarta.Penerbit Medika Salemba. Halaman 50-51
A.Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperwatan Anak I, Jakarta.Penerbit Medika Salemba. Halaman 29-30
Nursalam,Susilaningrum Rekawati,Utami Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan).Cetakan Kedua, Jakarta.Penerbit Medika Salemba.Halaman 42-43
http://www.seputaribudananak.co.cc