Oleh : Mahyuliansyah
Dalam Undang-Undang RI No. 23 / Tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 disebutkan bahwa “Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standard an menghormati hak-hak pasien.” Namun pada kenyataannya masih banyak keluhan-keluhan masyarakat sehubungan dengan pemenuhan hak-hak pasien dan yang lebih parah lagi ada yang diberitakan dimedia massa.
Pada Undang-Undang RI No.8 / Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Bab I Ketentuan Umum Pasal l ayat 2. menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai harang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Ayat 5. menyebutkan bahwa jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Bab II Asas dan Tujuan Pasal 2 Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.Bab III Hak dan Kewajiban. Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai
c. tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
d. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
e. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
f. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
g. secara patut;
h. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
i. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
j. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
k. tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
l. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebenarnya apa itu hak-hak pasien ? Hak-hak pasien pada dasarnya yaitu mendapatkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh untuk pemenuhan kebutuhan kesehatannya dan yang dimaksud hak-hak pasien pada UU RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 53 ayat 2 adalah :
a. Hak informasi
b. Hak untuk mendapatkan persetujuan.
c. Hak atas rahasia kedokteran
d. Hak atas pendapat kedua (second opinion).
Hubungan pemenuhan hak-hak pasien dan undang-undang perlindungan konsumen cukup jelas bahwa pelayanan kesehatan merupakan jasa yang dibutuhkan konsumen dalam hal ini adalah pasien. Hak-hak pasien yang harusnya dipenuhi bersesuaian juga dengan hak-hak konsumen.. Sebagai contoh hak informasi bagi pasien seharusnya yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (pelayanan kesehatan). Informasi yang kadang kurang jelas dan benar sering kita temukan mulai dari loket kartu, misalnya petugas lupa menyampaikan tentang pelayanan poli apa yang akan dituju. Pasien akan kebingungan kemana dia harus memeriksakan kesehatannya, poli umum atau poli penyakit dalam.
Hak untuk mendapatkan persetujuan bersesuaian dengan hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai dan hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Ketika kita akan melakukan tindakan apa saja kadang kita lupa memintakan persetujuan pasien dan keluarga. Contoh sederhana tindakan memberikan bantuan memadikan pasien, kita seenaknya saja memandikan padahal disana ada keluarga pasien yang mungkin lebih berhak dan lebih disukai oleh pasien.
Hak atas rahasia kedokteran sepadan dengan hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Artinya setiap hal yang bersifat rahasia seharusnya dijaga keamanannya tidak dibeberkan kepada orang lain. Misalnya tentang penaykit yang diderita pasien yang harus dirahasiakan dari orang lain selain tim kesehatan yang melayaninya.. Kenapa harus dirahasiakan ? Ada kemungkinan rasa privasi pasien dan keluarga akan terganggu. Petugas kesehatan kadang tidak sadar kalau menyampaikan sesuatu yang sifatnya rahasia kepada teman atau tim kesehatan didepan orang lain yang mungkin tidak seprofesi atau yang tidak berkompeten.
Hak atas pendapat kedua (second opinion) pada undang-undang perliindungan kumsumen diantaranya hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Setiap tindakan atau pelayanan kesehatan ada pilihan-pilihan yang dapat disampaikan pada pasien dan pasien berhak untuk memilih yang mana atau sekiranya tindakan pertama belum memberi kepuasan pada pasien selaku konsumen maka perlu pilihan kedua. Sebagai contoh pada pemberian obat. Pada obat-obat yang sama fungsinya (obat generik dan paten) kadang petugas lupa menyampaikan tentang pilihan tersebut. Sekiranya pasien tidak mempunyai kemampuan untuk membeli obat paten maka piliha kedua yang dianjurkan.
Dari semua hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan yang dialkukan m,erupakan jasa yang memandang pasien selaku konsumen yang hak-haknya haruslaha dipenuhi baik hak sebagai pasien atau hak sebagai konsumen pengguna jasa.
Daftar Pustaka :
Depkes, 1992, Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Jakarta
………, 1999, Undang-Undang RI.No.8 Tahun 1999 Tentan Perlindungan Konsumen, Jakarta.
Sabtu, 04 April 2009
Pemenuhan Hak-Hak Pasien Hubungannya Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT
BalasHapusPutusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat konsumen akan sangat dirugikan karenanya. "Perlawanan Pihak Ketiga" mungkin salah satu solusinya.
Permasalahannya, masihkah Anda mau perduli??
David
HP. (0274)9345675