Erna Rusdiana
1. Pendahuluan
Masa remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode peralihan antara anak – anak dengan masa dewasa yang penuh gejolak. Gejolak ditimbulkan oleh fungsi sosial remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan memantapkan posisi dalam masyarakat), maupun oleh pertumbuhan fisik (perkembangan tanda – tanda seksual sekunder dan pertumbuhan tubuh yang tidak proporsional) dan perubahan emosi (lebih peka, cepat marah dan agresif) serta perkembangan inteligensinya (makin tajam bernalar dan makin kritis). Oleh sebab itu masa remaja seringkali disebut masa yang kritis sehingga jika pada masa ini remaja tidak mendapatkan bimbingan dan informasi yang tepat maka seringkali terjadi masalah yang bisa mempengaruhi masa depan mereka (Sarlito, 2003).
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata – mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Sudrajat, 2003).
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Kesehatan reproduksi remaja tidak hanya masalah seksual saja tetapi juga menyangkut segala aspek tentang reproduksinya, terutama untuk remaja putri yang nantinya menjadi seorang wanita yang bertanggung jawab terhadap keturunannya. Pemahaman tentang menstruasi sangat diperlukan untuk dapat mendorong remaja yang mengalami gangguan menstruasi agar mengetahui dan mengambil sikap yang terbaik mengenai permasalahan reproduksi yang mereka alami (Widyaningsih, 2007).
Kram, nyeri dan ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan menstruasi disebut dismenore. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi, pada beberapa wanita hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, sedangkan beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari – hari. Namun waspadai bila nyeri haid terjadi terus – menerus setiap bulannya dalam jangka waktu yang lama karena kondisi itu merupakan salah satu gejala endometriosis (penyakit kandungan yang disebabkan timbulnya jaringan otot non – kanker sejenis tumor fibroid di luar rahim). Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya (Sastrowardoyo, 2007).
Sekitar 50 persen dari wanita yang sedang haid mengalami dismenore dan 10 persennya mempunyai gejala yang hebat sehingga memerlukan istirahat ditempat tidur (Hacker, 2001). Untuk mengatasi dismenore diperlukan pemahaman yang benar tentang haid terutama untuk para remaja yang belum mengetahui dan memahaminya (Nawawi, 2006).
Menurut Alzubaidi dalam Sulastri (2006), setengah dari wanita remaja di Amerika Serikat mengalami dismenore ketika menstruasi, dari 113 remaja yang melakukan konsultasi ke praktek dokter, 29 – 44 persen dari jumlah pasien tersebut mengalami dismenore. Menurut beberapa laporan internasional prevalensi dismenore sangat tinggi dan setidaknya 50 persen remaja putri mengalami dismenore sepanjang tahun – tahun reproduktif. Suatu studi menyatakan akibat dismenore tersebut sekitar 10 persen hingga 18 persen, dismenore adalah penyebab utama absen sekolah dan terganggu aktifitas lain. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sulastri (2006) bahwa akibat keluhan dismenore pada remaja putri di Purworejo berdampak pada gangguan aktivitas sehari – hari sehingga menyebabkan absen sekolah ≤ 3 hari.
Hasil studi terbaru menunjukkan bahwa hampir 10 persen remaja yang dismenore mengalami absence rate 1 – 3 hari perbulan atau ketidakmampuan remaja dalam melakukan tugasnya sehari – hari akibat nyeri hebat (Poureslami, dkk dalam Sulastri, 2006). Hal ini diperkuat oleh Jarret, dkk dalam Sulastri (2006) tingkatan rasa sakit pada saat menstruasi adalah sakit ringan 47,7 persen dan sakit berat sebanyak 47 persen. Selanjutnya untuk menghilangkan rasa sakit, remaja tersebut menggunakan obat sendiri tanpa konsultasi dengan dokter, minum obat analgesik 32,5 persen, melakukan kompres dengan air panas 34 persen dan yang tersering melakukan istirahat sekitar 92 persen.
Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja yaitu bersamaan atau beberapa waktu setelah menstruasi pertama sedangkan pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore (IMCW, 2007).
2. Menstruasi
a. Pengertian
Beberapa pengertian dari menstruasi yaitu :
1) Menstruasi adalah keluarnya darah dari rahim melalui vagina dan keluar dari tubuh seorang wanita setiap bulan selama masa usia subur (Faizah, 2000).
2) Menstruasi adalah sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa, siklik melalui vagina dari uterus tidak hamil di bawah pengendalian hormon dan pada keadaan normal timbul kembali biasanya dalam interval sekitar empat minggu (Dorland, 1996).
3) Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan (Anonim, 2007).
b. Fase – fase menstruasi
Menurut Manuaba (1998) menstruasi terjadi dalam empat fase yaitu:
1) Stadium menstruasi
Berlangsung sekitar 3 sampai 5 hari, lapisan stratum kompakta dan spongiosa dilepaskan, tertinggal stratum basalis 0,5 mm, jumlah perdarahan sekitar 50 cc tanpa terjadi bekuan darah karena mengandung banyak fermen dan bila terdapat gumpalan darah, menunjukkan perdarahan menstruasi cukup banyak.
2) Stadium regenerasi
Stadium ini dimulai pada hari keempat menstruasi, dimana luka bekas deskuamasi endometrium ditutup kembali oleh epitel selaput lendir endometrium. Sel basalis mulai berkembang, mengalami mitosis dan kelenjar endometrium mulai tumbuh kembali.
3) Stadium proliferasi
Pada stadium proliferasi lapisan endometrium pertumbuhan kelenjarnya lebih cepat dari jaringan ikatnya sehingga berkelok – kelok. Lapisan atasnya tempat saluran kelenjar tampaknya lebih kompak disebut “stratum kompakta”, sedangkan lapisan yang mengandung kelenjar berkelok menjadi longgar disebut “stratum spongiosa”. Stadium proliferasi berlangsung hari ke 5 sampai 14, dan tebal endometrium sekitar 3,5 cm.
4) Stadium premenstruasi
Pada stadium regenerasi sampai stadium proliferasi endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen dan sejak saat ovulasi korpus luteum mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron yang mempengaruhi endometrium ke dalam stadium sekresi. Dalam stadium sekresi tebal endometrium tetap, hanya kelenjarnya lebih berkelok – kelok dan mengeluarkan sekret. Stadium sekresi berlangsung sejak hari ke 14 sampai 28 dan umur korpus luteum hanya berlangsung 8 hari.
c. Gangguan Haid dan Siklusnya
Menurut Wiknjosastro (1999), gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:
1) Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : hipermenorea atau menoragia dan hipomenorea.
2) Kelainan siklus : polimenorea, oligomenorea dan amenorea.
3) Perdarahan diluar haid : metroragia.
4) Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid : dismenorea, mastodinia, premenstrual tension (ketegangan prahaid) dan mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi).
3. Dismenore
a. Pengertian
Beberapa pengertian dismenore yaitu :
1) Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas sehari – hari (Manuaba, 2001).
2) Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas – remas (kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim yang terlepas (Faizah, 2000).
b. Pembagian Dismenore
1) Dismenore primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat – alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi bersamaan atau beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus – siklus haid pada bulan – bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama – sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang, biasanya terbatas pada perut bawah tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas (Wiknjosastro, 1999).
2) Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis (Manuaba, 2001).
Menurut Hacker (2001) tanda – tanda klinik dari dismenore sekunder adalah endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada wanita yang lebih tua (tiga puluhan atau empat puluhan tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal).
c. Pembagian klinis dismenore
Menurut Manuaba (2001), dismenore dibagi 3 yaitu :
1) Ringan : Berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari – hari.
2) Sedang : Diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.
3) Berat : Perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kemeng pinggang, diare dan rasa tertekan.
d. Faktor – faktor penyebab dismenore
Menurut Manuaba (2001), faktor – faktor penyebab dismenore :
1) Menstruasi ovulatoar
2) Faktor psikologis
3) Faktor hormon steroid
4) Faktor vasopressin
5) Faktor saraf simpatikus dan parasimpatikus
6) Berdasarkan teori prostaglandin
Menurut Ovedoff (1995), patologi dan penyebab dismenore adalah :
1) Etiologi dismenore primer tidak diketahui tetapi hanya terjadi pada siklus yang disertai dengan ovulasi.
2) Mungkin terkait dengan fleksi uterus akut, ketidakseimbangan hormonal atau faktor psikogenik.
3) Dismenore sekunder akibat penyakit inflamasi pelvis, endometriosis, tumor pelvis, adenomiosis stenosis serviks vagina atau vagina.
4) Faktor yang mungkin menyebabkan nyeri antara lain : kontraksi dan spasme otot uterus atau kelainan vaskular.
5) Pengeluaran prostaglandin meningkat pada saat menstruasi, mungkin dapat menyebabkan spasme otot.
6) Bekuan menstruasi mungkin menyebabkan nyeri karena obstruksi aliran tekanan intra uterine meningkat.
e. Faktor risiko dismenore
Menurut IMCW (2007) biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu bersamaan atau beberapa waktu setelah menstruasi pertama, sedangkan dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun. Faktor lain yang bisa memperburuk dismenore adalah :
1) Rahim yang menghadap kebelakang (retroversi).
2) Kurang berolahraga.
3) Stres psikis dan stres sosial.
f. Mekanisme terjadinya dismenore
Menurut Manuaba (2001) mekanisme terjadinya dismenore yaitu korpus luteum berumur hanya 8 hari “korpus luteum menstruasionis” dan sejak umur 4 hari telah menurun pengeluaran estrogen dan progesteron disertai perbandingan yang tidak seimbang.
Penurunan dan ketidakseimbangan estrogen dan progesteron (E2/P) = 0.01 menjadi pemicu pengeluaran dari :
1) Enzim lipogenase dan siklosigenase.
2) Kerusakan membran sel sehingga dapat dikeluarkannya :
a) Asam fosfolipase.
b) Asam fosfatase.
c) Mengeluarkan ion Ca.
3) Pembentukan prostaglandin dari asam arakidonik.
g. Penatalaksanaan
1) Dismenore primer
Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran urat saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan (IMCW, 2007)
Menurut anonim (2004) untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non – steroid (misalnya ibuprofen, naproksen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai 1 – 2 hari menstruasi.
Selain dengan obat – obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan :
a) Istirahat yang cukup
b) Olahraga yang teratur (terutama berjalan)
c) Pemijatan didaerah punggung dan paha
d) Yoga
e) Orgasme pada aktivitas seksual
f) Kompres hangat didaerah perut
Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas (Anonim, 2004).
2) Dismenore sekunder
Menurut Ovedoff (1995), pengobatan dismenore sekunder adalah :
a) Tentukan dan obati kelainan yang mendasarinya
b) Dilatasi saluran endoserviks mungkin menolong
c) Endometriosis mungkin memerlukan danazol atau pembedahan
Sumber :
Alzubaidi, 2004, Dysmenorrhea, Clinical Fellow, Developmental Endicrinologycal, National Institute of Child Health and human Development. Dalam Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anonim, 2004, Dismenore, Tersedia dalam : (http://www.Medicastore.com) [diakses 4 april 2008].
Anonim, 2007, Siklus Menstruasi, Tersedia dalam : (http://www.Gatra.co.id) [diakses 28 maret 2008].
Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta.
Faizah, Jasin (Alih bahasa Burn,A.A, et al), 2000, Pemberdayaan Wanita Dalam Bidang Kesehatan, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
Hacker, Neville, 2001, Esensial Obstetri dan Ginekologi, Hipokrates, Jakarta.
IMCW, 2007, Dismenore (Nyeri Haid), Tersedia dalam : (http://www.MyDinariraq.com) [diakses 3 April 2008].
Jarret, dkk., 1995, Symptoms and Self Care Strategis in Women With and Without Dysmenorrhea, Health Care Women International. Dalam Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB, EGC, Jakarta.
Nawawi, 2006, Konsultasi Sehat, Tersedia dalam : (http://www.era muslim.co.id) [diakses 28 maret 2008].
Ovedoff, David, 1995, Kapita Selekta Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta.
Poureslami, dkk., 2001, Attitude of Female Adolescents About Dysmenorrhea and Menstrual Hygiene in Tehran Suburs, “Archives of Iranian Medicine, V (4). Dalam Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sarlito, 2003, Remaja dan Permasalahannya, Tersedia dalam : (http://www.kesehatan remaja.com) [diakses 28 maret 2008].
Sastrowardoyo, 2007, Sulit Hamil Akibat Nyeri Haid Endometriosis Dapat Diobati, Tersedia dalam : (http://www.Gatra.com) [diakses 28 maret 2008].
Sudrajad, 2003, Hak Remaja Atas kesehatan reproduksi. Tersedia dalam : (http://www.kesehatan remaja.com) [diakses 27 maret 2008].
Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Widyaningsih, 2007, Kesehatan Reproduksi dan Kehidupan Generasi Muda, Tersedia dalam : (http://www. kesehatan reproduksi.com) [diakses 27 maret 2008].
Wiknjosastro, Hanifa, 1999, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Senin, 08 November 2010
Menstruasi dan Dismenore
KONTRASEPSI DALAM KELUARGA BERENCANA
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998).
WHO mendefinisikan keluarga berencana alami sebagai metode untuk merencanakan atau mencegah kehamilan melalui observasi tanda dan gejala alami yang muncul pada masa subur dan tidak subur sepanjang siklus menstruasi. Dalam definisi Keluarga Berencana alami yang digunakan dengan tujuan mencegah konsepsi terkandung pengertian bahwa obat-obatan, alat kontrasepsi dan prosedur pembedahan tidak digunakan, pantang hubungan seksual selama fase subur siklus menstruasi, dan praktik hubungan seksual dilakukan setalah fase ini selesai. Keluarga Berencana alami mengindisikasikan bahwa perencanaan ini menggunakan dua komponen yang terpisah. Komponen pertama adalah kewaspadaan pada semua masa subur, sedangkan pada komponen kedua adalah penerapan pengetahuan ini untuk merencanakan sebuah keluarga, yang disebut sebagai metodologi.
Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu didalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan Keluarga Berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Dengan telah berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi. Maka pelayanan Keluarga Berencana harus menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak dari klien/ masyarakat dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan (Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin, 2003).
Program Keluarga Berencana (KB) sudah lama dicanangkan oleh pemerintah, tujuannya untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Istilah Keluarga Berencana alami (Natural Family Planning, NFP) menggambarkan metode perencanaan atau pencegahan kehamilan berdasarkan pantang berkala. NFP menggambarkan semua metode yang digunakan pasangan untuk mencapai, mencegah atau mengatur jarak kehamilan berdasarkan pemahaman mereka tentang fertilitas dan pengaturan waktu senggama.
Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama, karena setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang berikutnya. Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntunan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan dimasyarakat. (Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi,2006)
Tujuan gerakan KB nasional yaitu mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia.
Tujuan gerakan KB nasional adalah :
1. Pasangan subur dan prioritas PUS muda dengan paritas rendah
2. Generasi muda dan purna PUS
3. Pelaksanaan dan pengguna KB
4. Sasaran wilayah adalah wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi dan wilayah khusus seperti sentra industri, pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai, dan daerah terpencil. (Sarwono Prawirohardjo, 2005)
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu bagian dari program kesehatan reproduksi yang tujuannya untuk menjarangkan kelahiran. Seiring itu, berkembang pula metode kontrasepsi yang beraneka ragam.
Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarga agar dapat memberikan perhatian dan pendidikan yang maksimal pada anak, (Anonymus, 2007)
Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif).
1. Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).
2. Cara Kontrasepsi Moderen/Metode Efektif
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria).
Untuk dapat melaksanakan KB terdapat berbagai macam alat kontrasepsi, seperti alat kontrasepsi hormonal ( Pil KB, suntik dan susuk ). Alat kontrasepsi dalam rahim ( AKDR ) atau IUD dan alat penghambat seperti kondom lelaki dan perempuan.
Maka secara jelas dikatakan diatas, keluarga berencana ( KB ) merupakan salah satu bagian dari program reproduksi yang tujuannya menjarangkan atau mencegah terjadinya kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Kontrasepsi disini berarti cara menghindari atau mencegah terjadinya pertemuan antara sel sperma dan sel telur yang matang, yang bertujuan untuk mengatur jarak kehamilan yang satu dengan kehamilan berikutnya.
Sumber : KTI Vera dengan judul gambaran pengetahuan Akseptor KB Pil mengenai efek samping kontrasepsi Pil di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin Tahun 2009
IMUNISASI DAN PERMASLAHANNYA
Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama yang harus dijaga kesehatannya. (Iriannie Wijaya, 2005).
Pada saat seorang bayi dilahirkan ke dunia, ia sudah harus menghadapi berbagai ‘musuh’ yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit sudah siap menerjang masuk ke tubuh yang masih tampak lemah itu. Ternyata sang bayi mungil pun sudah siap untuk menghadapi kerasnya dunia. Berbekal antibodi yang diberikan ibunya, ia siap menyambut tantangan. Inilah contoh dari apa yang kita sebut sebagai daya imunitas (kekebalan) tubuh.(www.klinikku.com)
Tanggal 8 Mei 1980 adalah merupakan hari bersejarah. Pada tanggal tersebut eradikasi atau pembasmian penyakit cacar atau smallpox eradication, secara Menurut Who data setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati. Akibat tidak mendapatkan imunisasi .
Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dar 100 kelahiran anak akan meninggal karena batik rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak , 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan menberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyaskit-penyakit tertentu.
(Tinker, 1997 Dalam Who-Depkes- Fkmui,1998)
Menurut data who sampai saat ini sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap maelakukan imunisasi pada bayi dan balitanya. Di eropa imunisasi rutin di lakuikan di 43 negara, amerika 37 negara ,australia dan sekitarnya 16 negara, afrika 53 negara asia 48 negara, ( www.devinfo.info/immunizzatiaon). Setiap tahun sekitar 85- 95 % bayi di negara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin sedangkan sisanya belum terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap layanan imunisasi, hanbatan jarak, geografis, keamanan, sosial ekonomi, dan lain – lain.
Bayi- bayi di indonesia yang di imunisasi setiap tahun sekitar 90% dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan, transfortasi, ekonomi dan lain-lain. Artinya setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.ribu bayi) yang berlum mendapat imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mandapat imunisasi dasar lengkap.
Bila terjadi wabah, maka 2 juta balita yang belummendapat imunisasa dasar lengkap akan mudah tertular penyakit berbahaya tersebut, akan sakit berat, meniggal, atau cacat.
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1059/MENKES/SK/IX/2004, salah satu pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu prioritas utama adalah pencegahan penyakit yaitu dengan mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), HiB, Hepatitits A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies (Thoephilus, 2000).
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974.
Mulai tahun 1977 upaya imunisasi diperluas menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegahdengan imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B.
Dalam catatan internasional, pada akhir tahun 1990-an, Indonesia memiliki reputasi pencapaian program imunisasi yang mengesankan, berkat sistem pelayanan yang efektif seperti posyandu, pencacatan pelaporan, dan sistem distribusi vaksin ke daerah-daerah. Pemerintah secara nasional melakukan kontrol terhadap pelaksanaan imunisasi. Namun sejak dimulainya desentralisasi tampak adanya gambaran penurunan dibeberapa daerah, terutama bagi daerah atau wilayah sulit komunikasi dan transportasi diluar jawa. Daerah ini umumnya kesulitan dana operasional, seperti membawa vaksin dari kabupaten ke desa-desa, membiayai juru imunisasi desa dan penyimpanan vaksin.
Sebenarnya Indonesia hampir saja mencapai taraf pemusnahan polio, karena sejak tahun 1995 sudah tidak ada lagi ditemukan virus polio liar di Indonesia. Namun, ketika menunggu negara lain di wilayah Asia selatan untuk dinyatakan bebas polio, tiba-tiba “kemasukan” virus polio liar yang diduga berasal dari benua Afrika melalui Timur Tengah. Terjadilah wabah polio yang bermula ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat, pada bulan April tahun 2005. (Umar Fahmi Achmad, 2006:3).
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan 1,7 juta anak Indonesia meninggal karena tak mendapat imunisasi lengkap. Jumlah 1,7 juta itu merupakan seperlima dari balita di Indonesia.
Pemerintah, kata Siti, menargetkan dalam dua tahun ke depan bisa mengimunisasi 4.725.470 anak. Jumlah ini diambil dari 7 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Imunisasi ini juga meliputi 63 kabupaten dan kota dari provinsi tersebut. "Cakupan imunisasi di daerah itu masih rendah," katanya. (www.tempointeraktif.com)
Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya (Nelson, 2000)
Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin. Adapula media yang masih mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesar-besarkan resiko beberapa vaksin (Muhammad Ali, 2005).
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang memadai tentang hal itu diberikan. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. (Muhammad Ali, 2005).
Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan.
Sumber : KTI Vera dengan judul gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar pada Bayi di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin Tahun 2009
Sabtu, 24 Juli 2010
waspadai 4 penyebab migrain
Waspadai 4 Penyebab Migrain (sumber detik.com)
Penyebab migrain sangat beragam, mulai dari makanan hingga lingkungan.
Efek dari berbagai penyebab itu berbeda-beda pada setiap individu, sehingga tidak semuanya harus dihindari. Paling tidak, ada beberapa hal yang harus diwaspadai.
"Bahkan pada individu yang sama, tidak
selalu ada penyebab yang sama dan konsisten. Suatu saat cokelat memicu
migrain, pada saat yang lain tidak," kata Larry Newman, MD, direktur Headache Institute di St. Luke's-Roosevelt Hospital Center.
Bagi yang sering mengalami migrain,
Newman menganjurkan untuk membuat diary sakit kepala. Dari catatan
tersebut, bisa diketahui apa saja yang bisa menyebabkan migrain pada
seseorang.
Berikut ini adalah beebrapa hal yang sering memicu migrain, dikutip dari Health.com, Jumat (18/6/2010).
1. Makanan dan minuman
Menurut National Headache Foundation, makanan dan minuman yang bisa memicu migrain di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Keju matang (seperti cheddar, emmentaler, stilton, brie dan camembret)
2. Cokelat
3. Makanan yang diasinkan, diasamkan atau difermentasikan
4. Krim asam
5. Kacang-kacangan dan selai kacang
6. Roti sourdough
7. Kismis, pepaya, plum merah
8. Buah-buahan beraroma sitrus
9. Kafein yang berlebihan
10. Alkohol2. Menstruasi
Bagi kebanyakan perempuan, siklus
menstruasi merupakan penyebab utama sakit kepala termasuk migrain.
Biasanya serangan itu terjadi saat haid, atau beberapa hari sebelumnya.
Anjloknya kadar esterogen pada masa-masa tersebut diduga merupakan
pemicu utamanya. Oleh karena itu, hal yang sama juga dialami oleh
perempuan menjelang masa menopause.
3. Lingkungan
Bagi
sebagian orang, bau parfum yang menyengat bisa memicu migrain saat
berada di tempat umum misalnya pusat perbelanjaan. Sebagian yang lain
bisa mengalami migrain karena melihat lampu kerlap-kerlip, atau sorot
sinar matahari dari sela-sela pepohonan saat mengemudi.
4. Stres
penyebab
migrain yang paling umum bagaimanapun adalah stres, dan sebaliknya
penderita migrain bisa menjadi sangat responsif secara emosional.
Gelisah, khawatir, sedih, terkejut dan suasana hati yang tidak menentu
dapat memicu pelepasan hormon tertentu yang menyebabkan migrain.
Sebaliknya, rasa lega setelah melepas kepenatan yang terlanjur berlarut-larut juga bisa memicu migrain. Gangguan yang disebut weekend headaches ini umumnya dialami para karyawan setelah sibuk bekerja selama sepekan.
Malaria
Oleh : Hj.Rofikah
a. Pengertian Malaria
Kata “malaria” berasal dari bahasa Itali “ Mal” yang artinya buruk dan “Aria” yang artinya udara. Sehingga malaria berarti udara buruk (bad air). Hal ini disebabkan karena malaria terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan banyak tumpukan air (koalisi (a) koalisi org 2001).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dan genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. (Prabowo, 2004: 2)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan. (Dinas kesehatan DKI Jakarta)
Berdasarkan pengertian diatas penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang masa inkubasi penyakit dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
b. Penyebab Malaria
Penyebab malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika.
2. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
3. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
4. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
c. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan munculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya:
1. Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.
2. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
3. Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
4. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.
Masa inkubasi malaria juga tergantung dan intensitas infeksi, pengobatan yang sudah pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu. (Soegijanto, 2004: 6)
d. Patofisiologis
Ada 4 patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi dan anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlengketan eritrosit yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam paroksimal berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama manutaskizonnya. Serangan demam disebabkan pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogom eritrositik dan masuknya merozoit kedalam sirkulasi darah. Demam mengakibatkan terjadinya vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi eritrosit yang baru, demam turun dengan cepat sehingga penderita merasa kepanasan dan berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun dan gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang disebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Splenomegali disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah eritrosit yang ter infeksi parasit sehingga terjadi aktivitas system RES untuk memfagositosis eritrosit baik yang terifeksi maupun yang tidak. Kelainan patologik pembuluh darah kapilerdisebabkan karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga mekat pada endotel kapiler, timbul hipoksia atau anoriksia jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadi pembesaran plasma. Monosit atau makrofag merupakan partisipan selalu terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004: 5).
e. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala malaria infeksi tunggal pada penderita nonimun terdiri atas serangan demam secara berulang dengan interval tertentu (paroksisme) yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dan demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah (malaise), myalgia, sakit kepala, anoreksia, nausea dan muntah. Gejala awal terjadi selama 2-3 hari sebelum paroksisme akut dimulai. Serangan demam dapat terus - menerus (tanpa interval) pada penderita dengan infeksi campuran (lebih dari satu plasmodium) atau satu jenis plasmodium tapi infeksi berulang dalam waktu yang berbeda
(Soegijanto, 2004: 5).
Gejala malaria muncul 9 - 14 hari setelah terinfeksi berdasarkan gejalanya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Gejala Umum
1. Menggigil 15 - 60 menit
2. Demam 2 - 6 jam dengan suhu 37,5-40 C
3. Berkeringat 2-4 jam
4. Dapat diikuti sakit kepala, mual dan muntah.
5. Dapat disertai gejala khas masing - masing daerah, seperti diare pada balita (Tim - Tim), nyeri otot dan pegal-pegal pada orang dewasa (Papua), pucat dan pegal pada orang dewasa (Yogya).
b. Gejala Malaria Parah
1. Gangguan kesadaran lebih dan 30 menit.
2. Kejang beberapa kali dan kejang panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
3. Mata kuning dan tubuh kuning
4. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan
5. Jumlah kencing kurang (oliguri).
6. Warna urine seperti teh tua.
7. Kelemahan umum (tidak bisa duduk atau berdiri).
8. Nafas sesak
Setelah melewati masa inkubasi pada anak dan orang dewasa timbul gejala demam (periode peroksimal) yang khas pada malaria yang terlihat dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium dingin (Cold stage)
Diawali dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemertak, berpakaian dan berselimut tebal, nadi cepat lemah, bibir dengan jari pucat dan sianosis, kulit kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai dengan 1 jam.
2. Stadium demam (Hot stage)
Setelah kedinginan, penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, disertai nyeri kepala dan mual muntah. Nadi menjadi kuat, suhu badan tinggi sampai 41°C atau lebih, penderita menjadi sangat haus. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya entrosit matang yang berisi skizon yang mengandung merozoit memasuki sirkulasi darah. Pada plasmodium falcifarumnterval demam tidak jelas (setiap 24-48 jam). Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale interval demam terjadi setiap 48 jam dan Plasmodium malariae setiap 72 jam. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
3. Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah normal. Penderita dapat tidur dengan nyenyak, badan terasa lemah setelah bangun, stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Gejala klinis yang timbul tidak selalu sama pada setiap penderita tergantung dari spesies parasit, berat infeksi dan umur penderita. Di daerah dengan tingkat endemisitas tinggi (hiper atau holondemis), pada orang dewasa sering kali tidak dijumpai gejala klinis atau gejala klinis yang ringan walaupun dalam darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini karena imunitas yang telah timbul pada mereka karena infeksi yang berulang (Soegijanto, 2004: 6)
f. Jenis-Jenis Malaria (Tempo 2003)
1. Malaria Tertiana (paling ringan)
Malaria yang disebabkan Plasmodium Vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi ( dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi).
2. Demam Rimba (Jungle Fever)
Malaria Aestivo-Autumnal atau disebut juga malaria tropika disebabkan plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian.
3. Malaria Kuartana
Malaria yang disebabkan plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 - 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.
4. Malaria yang Jarang dijumpai
Malaria yang disebabkan plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
g. Diagnosis
Penyakit malaria tidak sukar diketahui. Selain dari demamnya kita menduga dan tempat penderita berasal. Jika di daerah malaria seseorang mendadak demam, timbulnya demam mungkin berarti terjangkit malaria. Lebih-lebih harus dicurigai jika demamnya khas malaria. Jika demamnya meragukan dilakukan pemerikasaan darah. Darah diambil dengan tusukan jarum diujung jari, lalu dioleskan pada sepotong kaca. Diberi warna khusus, lalu diperiksa dibawah mikroskop. Jika ada sel darah merah mengandung parasit, tandanya positif malaria.
Pengambilan darah untuk memeriksa malaria tidak sembarang waktu. Darah diambil waktu demam timbul, parasitnya beredar dalam danah, sehingga dari pemeriksaan tidak ditemukan parasit malarianya. Seolah-olah tidak ada parasitnya. Padahal, sebetulnya parasitnya ada tetapi sedang bersembunyi. Pemeriksaan darah dilakukan rutin pada pendatang yang memasuki daerah malaria selama setahun. Dengan pemeriksaan ini dapat lebih dini dapat diketahui jangkitan malarianya. Pemeriksaan perlu diulang-ulang karena masa tunas penyakit malaria panjang. Pada pemeriksaan pertama parasitnya mungkin belum muncul di darah baru pemeriksaan ulang berikutnya parasitnya baru muncul (Handrawanm, 1996).
h. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Malaria, yaitu:
1. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun ( Elisabeth,1995).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dan orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dan pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998).
Anak - anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria (Depkes, 1999: 19).
2. Jenis Kelamin
Karakter biologis atau kualitas yang membedakan laki-laki dan wanita satu sama lain, seperti ditampilkan dalam analisis gonad, morfologis (Internal dan eksternal) kromosom dan karakteristik hormone individu (John H. Direkx,M.D, 2005).
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila mengenfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat (Depkes, 1999: 19).
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian setiap usaha pendidikan itu bertujuan, walaupun kadang tujuannya tidak disadari dan dirumuskan secara eksplisit (Slameto, 1991).
Pendidikan berarti hubungan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992).
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan, kliends pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan konnstruktif daripada seseorang dengan pendidikan rendah (Broewer, 1983).
4. Status sosial ekonomi
“Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erich, 1996; Nursalam & Pariani, 2001: 133).
Status sosial ekonomi merupakan jenis kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan responden setiap harinya sebagai penghasilan ekonomi.
Terbagi atas 2 kategori yaitu bekerja ( buruh, swasta, PNS/ ABRI) dan tidak bekerja ( Nursalam & Pariani, 2001: 138) ( skripsi Rohana Agustina).
Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubunganya dengan infeksi malaria (Depkes: 1999).
5. Cara hidup
Perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merekfesikan status sosialnya (The Jakarta Consuting Group, 2006)
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria. Misalnya: Tidur tidak memakai kelambu dan senang berada diluar rumah pada malam hari (Depkes, 1999: 19)
6. Riwayat Malaria Sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi penyakit malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria
(Depkes, 1999: 19).
i. Pengobatan
1. Pengobatan malaria yang ringan
Malaria Vivax, Ovale dan Malariae
Serangan akut ketiga jenis malaria ini diobati dengan klorokuin, yang diberikan per oral dosis total per oral untuk orang dewasa adalah 1500 mg basa klorokuin ( 25mg per kg BB), yang diberikan selama tiga hari. Hari ke l diberikan dengan dosis awal 600 mg, ditambah 300 mg 6 jam kemudian. Pada hari ke 2 sesudah 24 jam 300 mg, dan hari ke 3 (sesudah 48 jam) diberikan 300 mg lagi. Dosis per oral untuk anak - anak adalah: dosis awal 10 mg/ kg BB ( tidak melemihi 600 mg), dan dosis sesudah 24 dan 48 jam masing - masing 5 mg/ kg BB.
Untuk penderita malaria vivax dan ovale yang tinggal dikota atau didaerah nonendemis, sesudah pemberian klorokuian diberikan pengobat radikal dengan primakoin untuk membunuh fase eksoerittrositik (EE) sekunder dalam hati (mencegah relaps). Pengobatan radikal seperti diatas tidak diberikan kepada penderita yang tinggal di daerah endemis karena kemungkinan ini terinfeksi sangat besar primakuin tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak-anak dibawah 4 tahun, penderita rheumatoid arthritis, dan penderita lufus yang aktif (Sutisna, 2004: 76).
2. Pengobatan malaria falciparum yang berat
Penanganan secara umum
Sebagai pegangan secara umum, perawatan dini yang diberikan untuk kasus malaria falciparum yang berat terdiri dari:
a. Menimbang berat badan penderita
b. Membebaskan saluran nafas untuk menghindari asfiksia dan menempatkan perawat disamping penderita
c. Membuat penilaian secara cepat terhadap keadaan klinis penderita.
d. Membuat sediaan darah penderita untuk memastikan diagnosis, dan mengambil specimen untuk pemeriksaan laboratorium yang dianggap perlu.
e. Segera memberikan infus dengan kina atau klorokuin.
f. Membuat penilaian tentang status hindrasi penderita, dan menghitung kebutuhan cairannya.
g. Mencatat produksi urine penderita dalam sehari; jika perlu dengan memasang kateter uritra.
h. Jika pendenita mengalami hiperpireksia, segera menurunkan panas badan dengan cara mengipasi, kompres dengan air dingin atau alcohol, dan memberikan suntikan anti peritika.
i. Mengerjakan fungsi lumbal jika ada gejala kaku kuduk atau kecurigaan adanya meningitis.
j. Mempertimbangkan keperluan memberikan obat-obat tambahan, misalnya anti konvolsan dan anti mekroba.
k. Menilai adanya kebutuhan untuk memberikan tranfusi darah
l. Jika diduga adanya edema paru, letakkan penderita dalam posisi tegak ditempat tidur, berikan oksigen dan buat foto roentgen dada (Sutisna, 2004: 78)
3. Pengobatan spesifik dan pemberian
1. Jika obat bisa diberikan secara intra vena infuse
Untuk malaria falciparum yang berat, obat pilihan utama adalah kina, yang diberikan secara infuse dengan tetesan lambat. Jika kemasan kina untuk suntikan intra venal infuse tidak tersedia, dan jika P. falciparum didaerah itu diketahui masih sensitive terhadap klorokuin, kina bisa digantikan oleh klorokuin (bidroklorida) yang diberikan secara infuse. Pemberian kiorokuin melalui infuse sesungguhnya tidak dianjurkan karena klorokuin yang diberikan secara parentral mempunyai potensi menyebabkan keaksi toksik terhadap otot jantung, terutama pada anak- anak. Jika terpaksa, pemberian klorokuin secara paretral (intra vena) harus dilaksanakan di bawah pengawasan ketat seorang dokter.
2. Jika obat tidak mungkin diberikan secara intra vena
Dalam kondisi tersebut, demi menolong penderita, kina (di Indonesia dikenal sebagai kina anti pirin) diberikan secara intra muskuler (TM). Jika kina tidak tersedia, bisa diberikan fansidar dengan suntikan IM yang dalam (dosis untuk orang dewasa). Jika sediaan fansidar IM tidak ada, bisa diberikan kiorokuin ( difusfat) secara IM. Pemberian klorokuin secara IM sesungguhnya tidak dianjurkan. Sebisa - bisanya penderita akan dikirim kepusat pelayanan medis yang memiliki sarana pengobatan melalui infuse. Jika kondisi penderita bertambah baik (sudah bisa menelan), pengobatan diteruskan dengan pansidan per oral 3 tablet sekaligus, diteruskan dengan kina per oral dalam dosis yang efektif. Perlu
diingatakan sekali lagi bahwa: Dosis obat - obat yang tergolong kuinolin, misalnya klorokuin, amodiakuin, dan kina harus dihitung berdasarkan jumlah basanya.(Sutisna, 2004: 79-81).
j. Pencegahan
Mukono, (2000: 6) Pencegahan adalah mengadakan inhibisi terhadap perkembangan suatu penyakit sebelum penyakit itu terjadi.orang orang yang tidak mempunyai imunitas terhadap malaria yang akan terpajan dengai nyamuk di daerah endemis harus melakukan upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan lebih baik sebelumnya minum obat profilaksis untuk mencegah malaria.
Ada tiga cara untuk mencegah malaria, yaitu:
1. Mencegah dan gigitan nyamuk, dengan cara:
a. Tidur dengan menggunakan kelambu.
b. Tutup jendela ketika tidur
c. Oleskan cairan pencegahan gigitan nyamuk.
2. Kontrol perkembangan nyamuk
a. 3M ( menguras, menutup dan mengubur)
b. Memelihara binatang ( ikan) untuk membunuh larva nyamuk
c. Taburkan insektisida khusus untuk membunuh larva nyamuk.
3. Bunuh nyamuk dewasa
a. Semprot ruangan dengan insektisida sebeium tidur.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan penyemprotan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pencegahan penyakit malaria menurut Prabowo ada 5, yaitu:
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
a. Menyemprot rumah
b. Larvaciding, yaitu merupakan kegiatan penyemprotan rawa- rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control, yaitu kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-Panchax) dan ikan guppy/wader cetul (Lebistus Retikulatus) genangan-genangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan-ikan ini berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria.
4. Pemberian obat pencegahan malaria.
5. Pemberian vaksin malaria
DAFTAR PUSTAKA
Dep Kes. RI, 1999. Modul Epidemiologi. Jakarta: Dirjen Depkes.
Dep Kes. RI, 2006. Pusat Pengendalaian Operasional Dukungan Kesehatan. Jakarta : Dirjen DepKes.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2006. Info Penyakit: www. DepKes, diakses 19 Agustus 2006
Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Pres.
Mursito, Bambang. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Nadesul, Handrawan. 1996. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Malaria. Jakarta: FKUI.
Prabowo, Arlan, 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Seputar Indonesia. 2006. Kualisi Untuk Indonesia Sehat: www.(http/seputar Indonesia/1l40306.html, diakses 19 Agustus 2006.
Soegijanto, Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis di Indonesia. Jilid 1 Surabaya: Air Langga.
Sutisna, Putu. 2004. Malaria Secara Ringkas. Jakarta: EGC.
Zulkamain, Iskandar. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam Mengubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih Dan Sehat
Pdpersi, Jakarta – Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan engara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan.
Reformasi dibidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh terhadapa pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibatdari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan.Kelima, Demokratisasi.
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah :
1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
2. Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi
6. Pengobatan dan pengadaan obat
Oleh karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehtaan yang layak bagi semua, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperukan disamping harus berdasarkan :
* Perikemanusiaan
* Kesehatan sebagai hak asasi
* Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat
* Pengutamaan upaya kesehatan promotif dan upaya kesehatan preventif
* Pelayanan kesehatan perorangan yang sesuai kebutuhan
* Dukungan sumber daya kesehatan
Misi Pembangunan Kesehatan
Dalam mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1999)
* Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
Untuk dapat terwujudnya Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
* Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
* Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta.
* Memlihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya
Untuk terselenggaranya tugas penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif.
Strategi Pembangunan Kesehatan
Strategi pembangunan nasional harus berdasarkan pada kebijakan nasional, mencakup garis besar kegiatan dimana semua sektor yang terlibat untuk mewujudkan kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal penting yang harus diterapkan adalah (DepKes RS, 1999)
1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan
Setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia harus memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan, yaitu terbentuknya lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat.
2. Profesionalisme
Untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta didukung oleh penerapan nilai-nilai moral dan etika.
3. Desentralisasi
Penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Disamping itu masalah kesehatan banyak yang bersifat spesifik daerah. Desentralisasi yang pada inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintah dan rumah tangga sendiri dipandang lebih sesuai untuk pengolahan pembangunan.
Tujuan, Sasaran dan Kebijakan pembangunan Kesehatan
Tujuan pembangunan kesehatan
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidp dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia.
Sasaran Pembangunan Kesehatan :
* Kerja sama lintas sektor
* Kemandirian masyarakat dan kemitraan
* Perilaku hidup sehat
* Lingkungan sehat
* Upaya kesehatan
* Manajemen pembangunan kesehatan
* Derajat kesehatan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, maka ditetapkan Kebijakan umum pembangunan kesehatan (DepKes RI, 2000, Soemantri S, 2001) :
1. Pemantapan kerja sama lintas sektor
2. Peningkatan perilaku, kemandirian dan kemitraan swasta
3. Peningkatan kesehatan lingkungan
4. Peningkatan upaya kesehatan
5. Peningkatan sumber daya kesehatan
6. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
7. Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhdaap penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan yang tidak absah
8. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
Program pembangunan kesehatan
Program-program pembangunan kesehatan dikelompokkan dalam pokok-pokok program yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan pembangunan sektor lain yang memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat. Disusun 7 Program pembangunan kesehatan yaitu (DepKes RI, 1999) :
* Program perilaku dan pemberdayaan masyarakat
* Program lingkungan sehat
* Program upaya kesehatan
* Program pengembangan sumber daya kesehatan
* Program pengawasan obat, makanan dan obat berbahaya
* Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
* Program pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
Untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang dinilai penting untuk mendukung keberhasilan program pembangunan nasional ditetapkan 10 pogram unggulan kesehatan(DepKes RI, 1999) :
* Program kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan hukum kesehatan
* Program perbaikan gizi
* Program pencegahan penyakit menular termasuk imunisasi
* Program peningkatan perilaku hidup sehat dan kesehatan mental
* Program lingkungan pemukiman, air dan sehat
* Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
* Program keselamatan dan kesehatan kerja
* Program anti tembakau, alkohol dan madat
* Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan dan minuman
* Program pencegahan kecelakaan, rudapaksa dan keselamatan lalu lintas
Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan
Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber daya manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Pelayanan promotif, untuk meningkatkan kemandirian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diperlukan program penyuluhan dan pendidikan masyarakat yang berjenjang dan berkesinambungan sehingga dicapai tingkatan kemandirian masyarkat dalam pembangunan kesehatan. Dalam program promotif membutuhkan tenaga-tenaga kesmas yang handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan pendidikan.
Pelayanan preventif, untuk menjamin terselenggaranya pelayanan ini diperlukan parar tenaga kesmas yang memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan serta pengendalian penyakit. Program preventif ini merupakan salah satu lahan bagi tenaga kesmas dalam pembangunan kesehatan. Keterlibatan kesmas dibidang preventif di bidang pengendalian memerlukan penguasaan teknik-teknik lingkungan dan pemberantasan penyakit. Tenaga kesmas juga dapat berperan dibidang kuratif dan rehabilitatif kalau yang bersangkutan mau dan mampu belajar dan meningkatkan kemampuannya dibidang tersebut.
Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam Merubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih Dan Sehat
Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997; UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja.
Dalam mewujudkan PHBS secara terencana, tepat berdasarkan situasi daerah maka diperlukan pemahaman dan tahapan sebagai berikut :
Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik perilaku Program promosi Hygiene Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit diare melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini dimulai dari apa yang diketahui, diinginkan, dan dilakukan masyarakat. Perencanaan suatu program promosi hygiene untuk masyarakat dilakukan berdasarkan jawaban atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak yang terlibat, untuk itu diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang dirancang untuk dikomunikasikan lewat sarana lokal seperti poster, leaflet.
Mengidentifikasikan perubahan perilaku masyarakat, dalam tahap ini akan dilakukan identifikasi perilaku beresiko melalui pengamatan terstruktur. Sehingga dapat ditentukan cara pendekatan baru terhadap perbaikan hygiene sehingga diharapkan anak-anak terhindar dari lingkungan yang terkontaminasi.
Memotivasi perubahan perilaku masyarakat, langkah-langkah untuk memotivikasi orang untuk mengadopsi perilaku hygiene termasuk ;
* Memilih beberapa perubaha perilaku yang diharapkan dapat diterapkan
* Mencari tahu apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran mengenai perilaku tersebut melalui diskusi terfokus, wawancara dan melalui uji coba perilaku
* Membuat pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan perubahan perilaku
* Menciptakan sebuah pesan sederhana, positif, menarik berdasarkan apa yang disukai kelompok sasaran
* Merancang paket komunikasi
Merancang program komunikasi, pada tahap ini telah dapat menentukan perubahan perilaku dan menempatkan pesan dengan tepat dengan memadukan semua informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya dikomunikasikan dengan dukungan seperti audio visual (video, film), oral (radio), cetak (poster, leaflet), visual (flip charts).
Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS.
Perubahan terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan terutama Tenaga Kesehatan Masyarakat yang mempunyai kompetensi sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat sejahtera.
Sumber : Media Litbang Kesehatan DepKes RI No.2/Vol.XIII/2003
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
HIRYADI,M.Kep,Sp.Kom
MODEL Community as Partner
Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan McFarlane. Model ini merupakan pengembangan dari model Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien.
Komunitas sebagai klien/partner berarti bahwa kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya.
PENGKAJIAN
Merupakan upaya untuk mengenal masy. Warga mrp mitra.
Identifikasi faktor (positif & negatif) yg mempengaruhi kes. Masy.
Masy. Satu sistem
pengkajian
Inti komunitas
Sejarah
Demografi
Etnisistas
Nilai & keyakinan
Sub Sistem
Lingkungan
Pelayanan kes. & sosial
Ekonomi
Transportasi & keamanan
Politik pemerintahan
Komunikasi
Pendidikan
rekreasi
Persepsi
Warga masy.
Apa yg mereka anggap kekuatan masy.?
Apa yg mereka anggap masalah masy.?
Analisis data
Suatu studi & pemerikasaan data
Data bisa numerik maupun kualitatif
Langkah :
Kategorisasi
Ringkasan
Pembandingan
Penarikan kesimpulan
Perencanaan
Informasi penting :
Gambaran masalah : tujuan
Etiologi ; program
Tanda gejala ; evaluasi / indikator
STRATEGI INTERVENSI
PENDIDIKAN KESEHATAN
Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh 3 faktor pokok yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors).
Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan.
Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan.
PENGERTIAN
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Green dalam Setiawati, 2008).
Menurut Notoadmodjo (2005) Pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat oleh perawat agar masyarakat tahu, mau dan mampu melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara, mengatasi, dan meningkatkan derajat kesehatannya.
Tujuan pendidikan kesehatan
Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.
Ruang lingkup
Five levels of prevention ;
Health promotion
Specific protection
Early diagnosis and prompt treatment
Disability limitation
rehabilitation
Proses penkes
Input ; latar belakang pendidikan, sosial budaya, kesiapan fisik, kesiapan psikologis.
Proses ; sumberdaya, lingkungan, tujuan, metode, media, alat bantu.
Output ; perilaku baru.
LANGKAH PERENCANAAN
MENENTUKAN PRIORITAS PENGAJARAN
MENETAPKAN TUJUAN BELAJAR
MEMILIH SUBSTANSI / MATERI
MEMILIH STRATEGI / METODE BELAJAR
MEMILIH ALAT BANTU
MEMBUAT RENCANA EVALUASI
MENENTUKAN PRIORITAS
LAKUKAN BERSAMA KLIEN
FUKOS MOTIVASI KLIEN
KEMAMPUAN PERAWAT
KESADARAN AKAN MASALAH
KONSEKUENSI JIKA MASALAH TIDAK DIATASI
MENETAPKAN TUJUAN
TIGA RANAH BELAJAR ; KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTOR
TUJUAN BELAJAR DINYATAKAN DI ALAM PERILAKU
KOGNITIF ; KLIEN DAPAT MENJELASKAN....
AFEKTIF ; KLIEN DAPAT MENGURAIKAN PERASAAN..
PSIKOMOTOR ; KLIEN DAPAT MENDEMONSTARSIKAN….
TUJUAN BELAJAR DAPAT DI UKUR,SPESIFIK, BATAS WAKTU.
MEMILIH MATERI
ISI DITENTUKAN OLEH TUJUAN
PERAWAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN SEBELUMNYA (BUKU, PERAWAT LAIN, DOKTER DLL)
SUMBER YG DIPILIH AKURAT, DISESUAIKAN DENGAN KARAKTERISTIK KLIEN
MEMILIH STRATEGI / METODE
METODE PEMBELAJARAN ADALAH CARA ATAU STRATEGI YG DIGUNAKAN SUPAYA PESAN DENGAN MUDAH DAPAT DIPAHAMI SASARAN
FAKTOR YG MEMPENGARUHI PENENTUAN METODE
PENGAJAR
PESERTA DIDIK
TUJUAN
SITUASI
FASILITAS
JENIS METODE PEMBELAJARAN
ADA DUA JENIS
METODE DIDAKTIF
METODE SOKRATIK
METODE DIDAKTIF
PROSES PEMBELAJARAN SATU ARAH / ONE WAY METHOD
YANG AKTIF ORANG YANG MEMBERIKAN PENDIDIKAN
SASARAN BERSIFAT PASIF, TIDAK DAPAT MENGEMUKAKAN PENDAPAT ATAU MENGAJUKAN PERTANYAAN
YANG TERMASUK METODE INI
LANGSUNG ; CERAMAH
TIDAK LANGSUNG ; POSTER, MEDIA CETAK, ELEKTRONIK
METODE SOKRATIK
METODE DUA ARAH / TWO-WAY TRAFIC METHOD
PESERTA DIDIK DAPAT AKTIF
DIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK MENYAMPAIKAN PENDAPAT DAN BERTANYA
YANG TERMASUK METODE INI ; DISKUSI,CURAH PENDAPAT, BERMAIN PERAN,DEMONSTRASI,SEMINAR,STUDI KASUS,LATIHAN LAPANGAN.
MEMILIH ALAT BANTU BELAJAR
ADALAH ALAT-ALAT YG DIGUNAKAN OLEH PENDIDIK DALAM MENYAMPAIKAN BAHAN PENGAJARAN
BIASA DISEBUT JUGA “ALAT PERAGA”
PRINSIP SEMAKIN BANYAK ALAT INDERA DIGUNAKAN DALAM PROSES BELAJAR SEMAKIN BANYAK PENGETAHUAN YANG DIPEROLEH
KERUCUT EDGAR DALE
KATA-KATA
TULISAN
REKAMAN,RADIO
FILM
TELEVISI
PAMERAN
KUNJUNGAN LAPANGAN
DEMONSTRASI
SANDIWARA
BENDA TIRUAN
BENDA ASLI
MANFAAT ALAT PERAGA
MENIMBULKAAN MINAT PESERTA
DAPAT MENCAPAI SASARAN LEBIH BANYAK
MENGATASI HAMBATAN BAHASA
MERANGSANG SASARAN UNTUK MENERUSKAN PESAN KE ORANG LAIN
MEMPERMUDAH PENYAMPAIAN BAHAN PENDIDIKAN
MEMPERMUDAH PENERIMAAN INFORMASI
MENDORONG KEINGINAN ORANG UNTUK MENGETAHUI, MENDALAMI
MEMBANTU MENEGAKKAN PENGERTIAN YANG DIPEROLEH
MENGURANGI KEJENUHAN
LEBIH MELIHAT LEBIH NYATA INTI MATERI SEHINGGA LEBIH M UDAH UNTUK DICERNA
LEVIE & LENTZ (MANFAAT ALAT PERAGA)
FUNGSI ATENSI : MENARIK PERHATIAN PESERTA DIDIK
FUNGSI AFEKTIF ; MEMPENAGRUHI SIKAP DAN EMOSI PESERTA DIDIK
FUNGSI KOGNITIF ; MEMPERMUDAH PROSES PIKIR AKAN INFORMASI
FUNGSI KOMPENSATORI ; PELENGKAP DALAM PEMBERIAN INFORMASI
JENIS ALAT PERAGA
ALAT BANTU PANDANG (VISUAL AIDS)
ALAN BANTU DENGAR (AUDIO AIDS)
ALAT BANTU PANDANG-DENGAR (AUDIO VISUAL AIDS /AVA)
NANA SUDJANA (1991) KRITERIA PENGGUAAN MEDIA
SESUAI DENGAN TUJUAN PEMBELAJARAN
MENDUKUNG BAHAN PELAJAAN YANG DISAMPAIKAN
MUDAH DIPEROLEH
PENGGUNA MENGUASAI MEDIA
TIDAK MENYITA WAKTU
TERJANGKAU PROSES PIKIR PESERTA DIDIK
PERSUASI
SUATU KEMAUAN YD DISADARI DR SEORANG KOMUNIKATOR MLL MANIPULASI MOTIF DARI KOMUNIKAN AGAR KOMUNIKAN DPT BERUBAH PIKIRAN & TINDAKAN SEBAGAIMANA YG DIKEHENDAKI OLEH SUMBER
JENIS PERSUASI
REPETISI
MENYEBUTKAN PESAN BERULANG-ULANG KALI AGAR AUDIENS MENGANGGAP PESAN ITU PENTING SHG MUDAH DIINGAT
“ SEKALILAGI CUCI TANGAN, CUCI TANGAN, CUCI TANGAN SBLM MAKAN !”
ASOSIASI
UNTUK MENGUNGKAPKAN SUATU PESAN SCR “TDK LANGSUNG” SHG PESAN TSB DPT DIPAHAMI JIKA DIHUB. DG SESUATU.
“INGAT, KASUS 100 ORG ANAK SD YG HARUS DIRAWAT DI RS GARA-GARA JAJAN SEMBARANGAN”
JGN JAJAN SEMBARANGAN
KOMPOSISI
MENGUNGKAPKAN PESAN MLL KOMPOSISI BAHASA, BIAS VOKAL ATAU VISUAL
IKLAN DANCOW “ AKU DAN KAU SUKA DANCOW”
ATAU ORG LBH INGAT KATA YG SALAH “ TERMOSES ; TERMOREX”
OMISI
MENYAMPAIKAN PESAN KRITIS DG MENUTUPI KEKURANGAN/KELEMAHAN.
= EUFEMISME ; MENGHALUSKAN SUATU PERNYATAAN SHG ORG TDK TERSINGGUNG
“IBU-IBU INGAT YA, WAKTU MASAK PAKAI GARAM BERYODIUM UNTUK MENCEGAH GONDOK”
DIVERSI
MENYATAKAN KEBURUKAN KITA ATAU MENYATAKAN KEBAIKAN ORANG
“ KEBIASAAN BURUK WARGA KITA DI SINI SUKA…….., COBA LIHAT WARGA…
……….
KONFUSI
MENYATAKAN SESUATU DENGAN JARGON, KONTRADIKTIF, BAHKAN DENGAN LOGIKA YG SALAH
“ANAK SEHAT-REMAJA SEHAT-BANGSA SEHAT” … JARGON
“KALAU MAU ANAK DEMAM BERDARAH DAN MATI DI UGD MAKA BIARKAN DIA BERMAIN DENGAN KALENG-KALENG KOSONG YG ADA DI HALAMAN RUMAH”
KEMITRAAN DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
Untuk merealisasikan visi & misi, tdk mungkin hanya dibebankan pada sektor kesehatan saja.
Masalah kes, mrp dampak dari semua sektor pembangunan
Pertimbangan lain masalah kes. Sesuatu yg kompleks yg dipengaruhi banyak faktor.
o/ki masalah kes. Adl tanggung jawab bersama setiap individu, masy., pemerintah dan pihak swasta.
Pemerintah / DEPKES tetap sektor yg paling bertanggung jawab (leading sector), namun dalam implementasi progran, kebijakan bersama sektor lain.
Sektor kesehatan pemrakarsa dalam menjalin kerjasama atau kemitraan (partnership) dg sektor terkait.
PENGERTIAN
Kemitraan adl hub. (kerjasama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling menuntungkan (memberi manfaat).
Kemitraan adl upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok masy., lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dlm mencapai suatu tujuan bersama berdasrkan atas kesepakatan prinsip dan peranan masing-masing.
Kemitraan dibid. Kes. Adl kemitraaan yg dikembangkan dlm rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
UNSUR KEMITRAAN
SYARAT KEMITRAAN
Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan
Saling mempercayai dan saling mnghormati
Harus saling menyadari pentingnya arti kemitraan
Ada kesepakatan visi,misi, tujuan, dan nilai yg sama
Berpijak pada landasan yg sama
Kesediaan untuk berkorban
LANDASAN KEMITRAAN
7 SALING ;
SALING MEMAHAMI KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI MASING-MASING (STRUCTURE)
SALING MEMAHAMI KEMAMP. MASING-MASING ANGGOTA (CAPACITY)
SALING MENGHUBUNGI (LINKAGE)
SALING MENDEKATI (PROXIMITY) ; KEKELUARGAAN & PERTEMANAN (FREINDSHIP)
Landasan…….
SALING TERBUKA DAN BERSEDIA MEMBANTU (OPENES)
SALING MENDORONG DAN SALING MENDUKUNG (SYNERGY)
SALING MENGHARGAI (REWARD)
TUJUAN KEMITRAAN
TUJUAN UMUM ;
Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kes. Dan upaya pembangunan pada umumnya.
TUJUAN KHUSUS
Meningkatkan koordinasi untuk memenuhi peran masing-masing dlm pembangunan kes.
Meningkatkan komunikasi antar sektoral.
Meningkatkan kemamp. Bersama dlm menanggulangi masalah kes.
Meningkatkan apa yg menjadi komitmen bersama
Tercapainya upaya kes. Yg efisien dan efektif.
LANGKAH-LANGKAH KEMITRAAN
Penjajakan/ persiapan ; identifikasi mitra yg potensial untuk diajak bermitra dlm rangka pemecahan amsalah yg dihadapi bersama
Penyamaan persepsi ; pertemuan awal, agar masing-masing memahami kedudukan, tugas, peran dan fungsi
Pengaturan peran ; peran berbeda, pengaturan peran dibicarakan bersama, ada kesepakatan tertulis scr jelas
Komunikasi intensif ; untuk menjalin dan mengetahui perkemb. Program perlu komunikasi teratur dan terjadual, apabila ada masalah pt dilakukan penanganan scr cepat dan tepat.
Melaksanakan kegiatan ; kegiatan yg disepakati dilaksanakan sesuai rencana kerja.
Pemantauan dan penilaian ; evaluasi pelaksanaan upaya penanggulangan masalah kes.
PELAKU KEMITRAAN
UNSUR PEMERINTAHAN
UNSUR SWASTA
UNSUR ORGANISASI NON PEMERINTAHAN (NGO)
SWADAYA MASYARAKAT / ORMAS
ORGANISASI PROFESI
WHO (2000)
Policy-makers
Health managers
Health professionals
Academic institutions
Communities institutions
PILAR KEMITRAAN
mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan
3 tahap yaitu ; tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri, tahap kedua kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah dan yang tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor. lintas bidang dan lintas organisasi
INDIKATOR KEBERHASILAN
INPUT
BANYAKNYA MITRA YG TERLIBAT
SUMBER DAYA YG TERSEDIA
PROSES
PERTEMUAN-PERTEMUAN / LOKAKARYA
KESEPAKATAN BESAMA
KONTRIBUSI MITRA
FREKUENSI PERTEMUAN
JUMLAH KEGIATAN
KEBERLANGSUNGAN
Indikator…..
OUTPUT ;
TERBENTUKNYA JARINGAN KERJA
TERSUSUN PROGRAM DAN PELAKSANAAN KEGIATAN BERSAMA
PERCEPATAN UPAYA
EFEKTIFITAS
EFISIENSI
HASIL ;
MEMBAIKNYA INDIKATOR DERAJAT KESEHATAN
PERAN PERAWAT DLM KEMITRAAN BID. KESEHATAN
INITIATOR ; MEMPRAKARSAI KEMITRAAN
MOTOR / DINAMISATOR ; SEBAGAI PENGGERAK KEMITRAAN MLL PERTEMUAN, KEGIATAN BERSAMA DLL
ANGGOTA AKTIF ; BERPERAN SBG ANGGOTA KEMITRAAN YG AKTIF
Peran…..
PESERTA KREATIF ; MEMBERI MASUKAN, IDE, PENDAPAT.
FASILITATOR ; MEMFASILITASI, MEMBERI KEMUDAHAN SHG KEMITRAAN DPT BERJALAN LANCAR
PEMASOK INPUT TEKNIS ; MEMBERI MASUKAN PROGRAM KESEHATAN
DUKUNGAN SUMBER DAYA ;SSI KEAD., MASALAH DAN POTENSI YG ADA
Evolusi Mutu
Era Inspeksi ( 1800-an)
Teori Bad Apples
Upaya pengukuran, pemilahan dan
pengklasifikasian input sebelum dilakukan
proses untuk memperoleh hasil yang baik
Keperawatan zaman Florence Nightingale
Quality Control ( 1930-an)
Mengendalikan variasi proses & penyebabnya
Penangulangan masalah > ilmiah
Definisi mutu dari kacamata provider
Evolusi Mutu
Quality Assurance (1950-an)
Pel.Kes yg baik diukur Norma & standar antar penyedia pelayanan
Diperhatikan pembiayaan kes disamping keberhasilan medis
Pelayanan kesehatan tranparan
Total Quality Management (1980-an)
Kualitas dimata pasien Klg & Masy
Diperhatikan : Fleksibilitas, ketanggapan,
kecepatan, keramahan, kejelasan
Perubahan budaya Organisai & peningkatan
Alasan pentingnya Mutu
Perubahan global Perdagangan bebas
Mutu adalah masalah hak & etis
Mutu klien mencapai hasil optimal
Komitmen mutu biaya pengeluaran
Kebanggan staf organisasi
Menghindari rasa frustasi -> staf / pelanggan
Lebih mudah memenuhi standar yg ditetapkan
Definisi Mutu
(Azrul Azwar)
Pelayanan kes yg dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pel.kes yg sesuai dg tingkat
kepuasan rata-rata penduduk serta
penyelenggaranya sesuai dengan standar &
kode etik profesi yg telah ditetapkan
( Mary Z Zimmerman)
“Memenuhi & melebihi kebutuhan dan
harapan pelanggan melelui peningkatan
yang berkelanjutan atas seluruh proses”
(Avedis Donabedian)
Tingkatan dimana layanan yg diberikan
sesuai dg persyaratan bagi layanan yang baik
Elemen Dasar mutu
1.Layanan tehnis : Penerapan ilmu & tehnologi ilmu kesehatan kedalam penanganan masalah kesehatan seseorang
2.Layanan Interpersonal : Manajemen interaksi sosial & psikososial antara klien & praktisi kesehatan
3.Kenyamanan : menggambarkan kondisi nyaman & menyenangkan Mis : rg tunggu, ruang rawat
Pelanggan (gaspersz,1997)
Orang yang menuntut kita untuk memenuhi standar kualitas tertentu dan akan memberi pengaruh terhadap penampilan
Pelanggan Internal : anggota Produk
Pelanggan Eksternal : Bukan anggota menghasilkan produk
Kualitas pelayanan :
Sinergi antara spesifikasi, keinginan klien dan biaya efisien kualitas layanan akan mengacu pada kepuasan pelanggan yang berpangkal pada mutu
Kepuasan pelanggan diukur :
1.Tangibles/Tampilan :Bukti nyata fasilitas, sarana, perlengakapan, penampilan pegawai
2.Responsiveness/Ketanggapan : keinginan pegawai untuk membantu pelanggan memberikan pelayanan yang tanggap
3.Realibility/Kehandalan : Pelayanan yg dijanjikan dg segera, akurat & memuaskan
4.Assurance/Jaminan: Pelayanan yg menyakinkan : penget, kesopanan, & sifat dapat dipercaya dari pegawai
5.Emphaty : Memberi kemudahan komunikasi, perhatian & memahami kebutuhan pelanggan
Katler (1997) kualitas keluhan & saran
1.Customer Oriented : kotak saran
2.Gost Shoping : staf yang mencari temuan
3.Lost Custumer Analysis cari pelanggan yg pindah/berhenti kenapa terjadi
Langkah peningkatan Mutu
Siklus Deming (PDCA) :
Risert desain layanan orientasi kebutuhan klien ( PLAN)
Memberikan layanan (DO)
Menilai apakah proses layanan sesuai (Check)
Mengambil tind Perbaikan/peningkatan mutu ( Act )
10 Langkah Juran :
Pembentukan kesadaran pentingnya mutu
Penetapan tujuan mutu
Pengorganisasian Sumber.Daya tujuan
Pelatihan & pendidikan
Pemecahan masalah secara rutin
Pemantauan perkemb secara rutin
Pemberian penghargaan
Komunikasi hasil
Mempertahankan hasil yang baik
Memelihara semangat & momentum perbaikan mutu
Pengertian
TQM : Total Quality Management
Suatu pendekatan filosofi & strategis paradigma baru manajemen yang berorientasi pada mutu & kepuasan pelanggan melibatkan seluruh karyawan
CQA : Continuous Quality Improvement ( / Mutu )
Penekanan pada pencegahan , pengurangan variasi, koreksi kesalahan sistem, peningkatan terus menerus.
Q A : Quality Assurance (menjaga mutu)
Suatu metode / alat dg identifikasi kesalahan manusia dalam proses pelayanan, protokol dan meneliti kegagalan yng dijumpai dalam mematuhi standar pelayanan yang ditetapkan
Sumber : Materi Kuliah Sosiologi
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin
Dosen : Samsul Firdaus
KONSEP BELAJAR & PROSES BERPIKIR
Oleh:
M. Syafwani, SKp., M.Kep., Sp.Jiwa
DEFINISI
Belajar melakukan sesuatu yg baru & ditampilkan dlm kegiatan kemudian.
Perubahan yg dialami seseorg dlm belajar perubahan krn proses psikologi, proses kematangan & proses belajar.
Ingatan proses perilaku yg menyangkut encoding (pencatatan), storage (penyimpanan) & retrievel (mengingat kembali).
Short Term Memory proses memasukkan informasi hsl dr perhatian yg berupa data yg tersimpan dlm jangka waktu sekitar 30 detik.
Long Term Memory ingatan yg menyimpan informasi hsl retrieval dr STM & informasi tsb dpt tersimpan dlm waktu lama.
PROSES TERJADINYA INGATAN
Input Sensoris
Perhatian
Retrieval
Rehearsal
Efektor
Respons
PROSES BELAJAR
FAKTOR YG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR
1. Kondisi fisik & mental
2. Ingatan & berpikir
3. Intelegensi
4. Teknik/metode belajar
5. Sarana/prasarana
6. Efisiensi waktu
7. Bahasa & budaya
8. Motivasi & minat
9. Kepribadian
CARA BELAJAR DGN METODE
1. Metode Survey 5W & 1H What (apa), Why (kenapa), when (kapan), where (dimana), who (siapa) & how (bgm).
2. Metode QR3 Question (bertanya), Read (membaca), Recite (mengucapkan kembali) & Review (mengulangi).
3. Metode PQRS Preview (menyelidiki), Question (bertanya), Read (membaca), State (menyatakan) & Test (tes).
4. Metode PERU Preview (menyelidiki), Enquire (menanyakan), Read (membaca) & Use (menggunakan).
APLIKASI TEORI BELAJAR UTK KEPERAWATAN
Perawat dpt lbh efektif, efisien & tepat guna dlm menggunakan waktu belajar.
Perawat dpt mengerti, memahami teori belajar hal2 yg berkaitan dgn belajar & keperawatan dpt diaplikasikan.
Perawat dpt mempersiapkan diri dlm manajemen waktu dlm belajar.
PROSES BERPIKIR
Berpikir proses sensoris, mengingat di dlm belajar, mempersepsikan & memori/ingatan
Berpikir utk memahami realitas dlm rangka mengambil keputusan, menyelesaikan masalah & menghasilkan yg baru (kreatif).
PROSES BERPIKIR
Berpikir deduktif mengambil kesimpulan dari pernyataan hal2 yg umum ke hal2 yg khusus.
Berpikir induktif membuat kesimpulan dr pernyataan hal2 yg khusus ke hal2 yg umum.
CIRI BERPIKIR KREATIF & EFEKTIF
Tdk selalu IQ nya paling tinggi
Mempunyai bakat & kemampuan tertentu
Insight yg bagus
Menghindari cara konvensional org lain
Memilih cara sendiri
Interpretasi yg dibuat berdasarkan interpretasi pribadi
EQ yg baik
FAKTOR YG MEMPENGARUHI BERPIKIR KREATIF
Kemampuan kognitif
Sikap yg terbuka
Sikap yg bebas, otonom, percaya diri
Jumat, 23 Juli 2010
PERANAN CI (CLINICAL INSTRUCTOR) DALAM PEMBELAJARAN KLINIK
By lukman54
Pendahuluan
Perubahan kurikulum pendidikan Sarjana Keperawatan/Ners yang lebih berorientasi pada kompetesi (KBK) tentu memberikan implikasi pada berbagai perubahan termasuk dalam kesiapan tenaga pembimbing klinik dalam memeberikan bimbingan agar mencapai kompetensi yang diinginkan. Pada kondisi ini maka peranan seorang Clinical Instructor (CI) sangat penting dalam setiap tahapan praktikum mahasiswa sejak di tatanan laboratorium sampai pada tatanan klinik/lapangan nyata.
Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan pantas dari seseorang. Oleh karena itu seharusnya seorang CI diberi wewenang dan tanggungjawab yang jelas sesuai dengan perannya dalam merancang, mengelola dan mengevaluasi pemebelajaran klinik terhadap peserta didik di tatanan klinik. Namun seringkali kita melihat dan merasakan keadaan yang berbeda dimana seorang CI sulit sekali menunjukkan kemampuannya dalam membimbing peserta didik karena berbagai sebab antara lain adalah kurangnya kepercayaan diri dan ketidakjelasan peranan yang di berikan institusi pendidikan pada para CI tersebut. Hal inilah yang mendorong pentingnya pembahasan peran CI ini dalam pelatihan Clinical Instructor saat ini, semoga memberi kejelasan akan peran fungsi dan tanggungjawabnya dalam membimbing para peresta didik di tatanan klinik.
Tujuan.
Setelah dilakukan pembahasan materi perarnan CI dalam pembelajaran klinik, maka peserta pelatihan mampu :
1. Memahami konsep dasar peran CI di tatanan Klinik
2. Memahami peranan dalam setiap tahapan proses pemebelajaran klinik
3. Menerapkan setiap peranan dalam melakukan bimbingan kepada peserta didik.
Konsep Dasar Peran Clinical Instructor
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam kaitannya dg statusnya dalam masyarakat. Secara umum Peran dan fungsi Pembimbing klinik:
1. Sebagai guru/pendidik
2. Sebagai Perawat Profesional
3. Sebagai Role Model
sebagian besar pengajar klinik akan setuju bahwa mereka memainkan banyak peran selama fase pengajaran klinik di lab, briefing (pengarahan singkat), tanya jawab di seting klinik/ komunitas. mereka juga akan setuju bahwa mereka sering mengambil peran ganda dalam suatu tahap pengajaran klinik sendiri/ tunggal. peran pengajaran dapat mengembangkan termasuk, sebagai contoh seperti peran sebagai konselor, pemecah masalah, manajer, penilai, advokat, pemandu dan fasilitator. Infante (1975) pada edisi pertamanya peran pengajar klinik berhubungan dengan aktivitas mahasiswa di seting klinik yang pada tahap ini:
perhatian di lab klinik tidak seharusnya pada bagaimana merawat tapi bagaimana mengapilkasikan ilmu untuk merawat klien. caring bukan sama dengan belajar (p.23)
kesimpulan Infante menyebabkan bahwa peran pengajar seharusnya dinyatakan secara jelas untuk merefleksikan penggunaan lab klinik,
ketika mahasiswa membutuhkan melihat dan mengatasi situasi kehidupan nyata dan mempelajari mengaplikasikan ilmu ke dalam praktek sesuai permintaan memberikan asuhan (p. 24)
pada edisi teksnya tahun 1985, Infante dengan tegas tentang apakah mahasiswa sebagai pelajar yang melakukan di seting klinik ketika peran pengajar sebagai salah satu pengatur yang relevan dengan kegiatan mahasiswa.
pengajar tidak mengajar di lab klinik. pengajar telah melakukannya sebelum penggunaan labortorium klinik yaitu di kelas dan lab kampus. kegiatan yang relevan diatur oleh pengajar untuk mahasiswa yang mengalami kebiasaan mahasiswa. lab klinik adalah puncak kegiatan yang membuka kesempatan mahasiswa untuk mempraktekan kemampuan intelektual dan keterampilan yang telah didapatkan – tidak mendapatkan prinsip-prinsip teori ketinggalan kemampuan.
peran pengajar klinik sebagai pemandu, fasilitator dan pendukung selama sesi pembelajaran klinik adalah model yang diusulkan buku ini. kemampuan yang dibutuhkan pada peran adalah pengembangan yang akan datang pada bab yang lalu dan tergantung pada kesuksesan implementasi lab kampus dan sesi pra klinik atau pengarahan singkat, masing-masing membutuhkan kemampuan tambahan dan berbeda. tanya jawab atau sesi post konferens melengkapi siklus pembelajaran klinik yang juga tergantung pada kemampuan mengajar klinik yang spesifik.
Stevans (1979) memfokuskan mengajar klinik dalam sebuah kerangka ’pendidikan untuk kegiatan praktek’ (p.161). peran pengajr klinik adalah merancang tudas belajar dalam kompleksitas seting klinik. jika mhasiswa belajar untuk berpikir kemudian pengajar klinik membutuhkan untuk menentukan apa ’pola pemikiran’ dibuthkan oleh registered nurse. startegi belajar yang memungkinkan mahasiswa mempraktekan pola pemikiran sebagai pelajar akan menyediakan persiapan untuk praktek profesional sebagai lulusan. ketika berbagai seting klinik dipertimbangkan, perancangan strtegi belajar untuk merefleksikan pola pemikiran yang spesifik untuk praktek yang membutuhkan pertimbangan pengalaman pada bagian dari pengajar klinik. Stevans (1979) mengingatkan kita sebagai pengajar klinik, mengajar suatu peran fungsional (jelas dalam konteks mengajar) termasuk pengajar seharusmya ’menjadi mengetahui dengan baik’. untuk penekunan lebih lanjut, Stevans menjelaskan pada peran pendidikan, tidak melulu menambahkan dana pengetahuan mahasiswa tapi juga memengaruhi dirinya. peran yang satu mengisi hidupnya menjadi bagian dari dirinya. kemudian pendidik pada area fungsionil hanya menginformasikan pada mahasiswa tapi tidak membentuk mereka dan itu adalah tanggung jawabyang besar (p.173)
ada beberapa peran lain untuk pengajar klinik yang mungkin lebih relevan pada seting khusus dari pada seting umum ketika kebanyakan mahasiswa yang belum lulus diajar. Benner (1989) menggambarkan suatu peran untuk pengajar klinik ’tampak mempunyai pengetahuan yang lebih pada perawatan intensif ’(p.3). pada tulisan terakhirnya, Benner menyatakan ’jika kita tidak melakukan pekerjaan mengajar yang baik dari sisi manusia dan dari segi praktek asuhan, lalu mahasiswa kita tidak akan berada pada posisi yang baik untuk diselamatkan dan pelajar dan praktisi klinik manusia. kita bertaruh tidak menahan keahlian dan pengertian praktek asuhan kita (p. 16).
Peran ganda pengajar dan pembawa menimbulkan banyak perdebatan. Di mana tanggungjawab pengajar dan pembawa saling melengkapi, di mana seharusnya mereka harus dipisahkan? Seperti perdebatan biasanya bergantung pada jawaban pertanyaan seperti: apakah tanggungjawab utama pengajar klinik selama sesi pengajaran klinik? Kepada siapa pengajar klinik bertanggung jawab?
Konflik peran ganda timbul dikenal pada pekerjaan komite karir Federasi Perawat Royal Australia. Struktur tradisional yang tidak ada peran jelas untuk perawat klinik dan konsultan perawat klinik pada pengajaran dan peran perawat edukator/ pendidik yang diperankan di kelas, telah digantikan oleh struktur baru yang memberikan perawat klinik suatu jalan karir yang jelas dan perawat pendidik suatu peran pengajar pada kedua seting kelas dan klinik. Silver (1989) mendefenisikan perawat pendidk:
Perawat pendidik………bertanggungjawab meliputi mengajar dan aktivitas pengajaran klinik untuk suatu kelompok mahasiswa yang spesifik, staf dan unit klinik. Dia membolehkan koordinasi suatu mata pelajaran atau program dalam sekolah perawat (p. 232)
Jelas, tanggungjawab adalah untuk mahasiswa, bukan pada pasien. Pada sisi lain, konsultan perawat klinik didefeniskan sebagai
Seorang ahli praktisi klinik yang memberikan kepemimpinan dan koordinasi satu unit/ pelayanan tim pengiriman klinik di atas pemegang jabatan yang mempunyai wewenang total. Peran yang sedang memegang jabatan memberikan perawatan pasien secara langsung untuk sebuah jumlah kecil pasien/ klien dengan kebutuhan perawatan yang kompleks pada suatu basis regular pada perintah untuk mendemonstrasikan keahliannya. Tindakan pejabat sebagai suatu proses dan keahlian konsultan untuk staf bagian/ unit dan sebagai seorang konsultan keahlian untuk beberapa area permintaan, hubungan untuk area keahliannya (p. 232).
Pada keadaan ini, peran pengajar klinik adalah jelas bahwa itu ditetapkan pada hubungan mahasiswa khusus, unit staf dan klinik. Sepertinya tidak mungkin bahwa pengajar klinik akan menjadi ahli pada semua seting atau lapangan klinik, penggambaran unit klinik khusus memungkinkan pengajar klinik untuk mengikuti perkembangan lapangan kekhususan kliniknya dan meyakinkan bahwa mereka melanjutkan melakukan dengan mahirnya, sebagai seorang pengajar pada area klinik tersebut.
Manusia menunjukkan untuk kedua peran ini pada pengajar mereka (Windsor, 1987). Kecerdasan pengajar klinik adalah penting, karena pengetahuan dan pengalaman digunakan untuk membantu mahasiwa mensintesiskan konsep teori dengan realita praktek dan memberikan kesempatan untuk mahasiswa mempelajari bagaimana praktisi klinik berpikir dalam praktek. Peran pengajar sebagai instruktor lebih baik dari pada praktiksi klinik, bagaimanapun juga penting dan satu dari banyak pengajar merasa kebutuhan untuk mengembangkan keterampilan secara jelas.
Komponen kemampuan peran instruktor telah didefenisikan dalam hubungan supervisor pada pengajar pendidikan (turney, dkk., 1982, p. 85). Keterampilan didefenisikan sebagai Mempresentasikan (presenting), pertanyaan (questioning), pemecahan masalah (problem solving) dan konferensi (conferencing) dan setiap keterampilan mempunyai bnayak komponen:
1. Presenting, mempunyai komponen mengusulkan, modelling dan penjelasan
2. questioning, mempunyai komponen tambahan: peningkatan level, istirahat, penyelidikan, menjawab pertanyaan berbeda
3. pemecahan masalah, mempunyai komponen menggambarkan masalah, mengidentifikais faktor dan menemukan informasi, mencari solusi, mengaplikasikan dan menilai solusi.
4. conferencing, mempunyai komponen perencanaan untuk konferensi, petunjuk diskusi dan mengakhiri diskusi.
Ada beberapa persamaan yang nyata antara keterampilan mensupervisi ini pada pendidikan pengajar dan peran instruktor pada pendidikan perawat. Ketika masa pengajaran klinik lebih disukai pada konsep supervisi pada pendidikan perawat, keterampilan yang sama dilatih pada pada labotarium dan pada sesi pre dan post konferensi.
Kermode (1985) memeriksa konsep supervisi klinik pada pendidikan pengajar dan termasuk ada kesamaan antara keterampilan yang dibutuhkan untuk supervisi seorang pengajar-pembelajar di kelas dan di dalam sebuah seting klinik. Sebuah perbedaan kritis, bagaimanapun supervisor hanya seorang pengamat mahasiswa-pengajar dan seorang partner aktif dalam pelajaran. Secara kontras pengajar klinik pada pendidikan mempunyai banyak pilihan untuk berpartisipasi. Pengajar boleh mengambil peran seorang supervisor semata-mata ketika itu tepat untuk tingkatan belajar mahasiswa, kondisi pasien/ klien atau konteks, alternatifnya, pengajar klinik boleh bertindak sebagai observer, mencatat aspek penampilan untuk diskusi yang akan datang, tapi lebih biasa pengajar klinik dilibatkan dalam praktek, dengan peran modeling, menginstruksi, membantu dalam asuhan untuk peningkatan atau menyesuaikan peralatan atau pembicaraan dengan pasien atau klien. Pada saat umpan balik segera dapat dibutuhkan dan pengajar boleh mengintervensi untuk melindungi pasien/ klien dan mahasiswa dari potensial bahaya atau prosedur yang tak diingini.
Itu membantu untuk berpikir sebuah pengajaran klinik tiga serangkai mahasiswa, pasien/ klien dan pengajar yang membutuhkan keterampilan melebihi ini yang terdiri dari peran mensupervisi pada pendidikan pengajar.
Menurut Little dan Ryan (1988) peran instruktor pada pendidikan perawat telah menjadi hampir tidak ada keterampilan mengajar instruktor tradisional atau mempresentasikan informasi dan penempatan peran fasilitator mahasiswa belajar secara langsung telah diadopsi. ‘Peran fasilitator tergantung pada kemampuan membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan pada berfikir kritis dan pemecahan masalah/ alasan, belajar secara langsung dan evaluasi diri’ (p. 2). Pengajar melatih kemampuan ini menggunakan strategi yang menantang secara konstan asumsi mahasiswa, pengertian, pengetahuan dasar dan keterampilan belajar secara langsung. Agaklah penting,
Peran pengajar klinik di laboratorium
1. Kolega/ teman sejawat
Melibatkan, menarik, memberikan feedback yang jujur, tapi tidak menjadi over protektif, menerima setiap mahasiswa dan memberikan dorongan untuk mengetahui bahwa keputusan hasil akan datang bukan dari satu penampilan yang jelek tapi dari seluruh tingkat kemampuan, sikap dan pelaksanaan sebagi suatu keutuhan
1. fasilitator
mempertimbangkan ketika mahasiswa menginginkan “menggunakan akal/ otak sebelah kiri” tapi tidak perlu sendiri, menjadi available (tersedia) tapi tidak mengganggu, menjadi sensitif ketika mahasiswa membutuhkan dorongan dan ketika “mengkoreksi kesalahan yang spesifik” dibutuhkan untuk mencegah menggunakan otak sebelah kanan, membolehkan mahasiswa mempelajari kesalahan sendiri dan di atas itu semua akan membangun kepercayaan diri mahasiswa.
1. ahli klinik
kredibel, dengan wewenang yang datang dengan “mengetahui bagaimana dan mengapa” dan dengan keterampilan mencakup mahasiswa pada demonstrasi yang kompleks sama baiknya dengan simulasi klinis yang sederhana atau yang biasa.
1. manajer dan coordinator
merancang latihan yang menarik, mempunyai sumber yang available, yakinkan bahwa waktu tidak terbuang dan sesi praktek(praktikum) diatur waktu sedekat/selekat mungkin sebelum sesi praktek klinik
1. penantang
memperkenalkan situasi yang baru untuk menguji kemampuan individual, memperpanjang individual mahasiswa dengan beralasan dan pada kenyataannya, mengharapkan standa yang tinggi
1. pembantu
mengurangi tekanan kepada mahasiswa untuk benar setiap waktu, memberikan kelonggaran yang realistic untuk individual yang kelelahan, kecemasan dan kehilangan (lupa) pada pengetahuan dan pelaksanaan
Peran tambahan:
1. penaksir/ penilai
melakukan observasi pelaksanaan secara langsung di laboratorium dan membuat keputusan menurut ekspektasi (dugaan) ekspilisit, standar an ktiteria, mengenal dengan baik pada kemajuan pengkajian dan penerapan dengan sama pada setiap mahasiswa, menimbulkan kepercayaan, dan keadilan reabilitas
1. peneliti
mempersiapkan mahasiswa menerapkan teori ke dalam praktek dan menemukan cara memperoleh teori dari praktek, membangun hubungan yang kooperatif dan kolaboratif dengan mahasiswa, merangsang untuk melakukan penyelidikan/ penelitian, mendukung penemuan.
Peran pengajar klinik pada sesi briefing (pengarahan singkat):
Aktifitas
Walaupun beberapa peran akan sama dengan di lab. Perbedaan tujuan briefing dan kelompok mahasiswa lebih kecil akan memengaruhi cara anda memerankan peran anda. Jika anda menginginkan sesi briefing untuk merefleksikan isu utama ditinggikan pada bab ini, peran anda akan menjadi apa?
Feedback
Jika mahasiswa anda adalah belajar bagaimana mempelajari pada klinikal peran anda sebagai supporter akan mencakup:
1. membantu mahasiswa mengidentifikasi perhatian mahasiswa
2. menyediakan cara mengurangi stress
3. mendorong mahasiswa mengidentifikasi kebutuhan belajar
4. mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara mandiri
jika mahasiswa anda dalam penugasan klini akan menjadi efektif peran anda sebagai Perencana akan mencakup:
1. mengunjungi klien untuk mencari keterlibatan mereka
2. melakukan negoisiasi dengan staf klinik
3. mencocokkan sumber klinik dengan individual mahasiswa
4. mengantisipasi masalah
5. membiarkan untuk kemungkinan2
6. menilai kecepatan individual mahasiswa
7. mengenal kekuatan dan menasehatkan untuk kemajuan
jika mahasiswa anda adalah untuk mendapatkan/ menambah dari pengalaman peran anda sebagai pelatih mereka akan mencakup:
1. mendemonstrasikan sebuah hubungan kerja yang terbuka dan percaya sehingga anda dan mahasiswa adalah partner
2. belajar dari dan dengan setiap orang, mempersiapkan untuk kolaborasi dan kooperasi
jika anda adalah untuk mendorong kemandirian melalui pembelajaran self-directed pada klinik, peran anda sebagai sumber pengetahuan akan mencakup:
1. membuka tujuan dan ekspektasi mahasiswa anda
2. mendorong inisiatif mahasiswa
3. memberi penghargaan pelaksanaan
4. membantu usaha
5. mensimulasi kreativitas
jika anda adalah membantu perjanjian sebagai sebuah strategi untuk mengembangkan rasa tanggungjawab mahasiswa anda, role model professional anda akan mecakup mendemonstrasikan analisis anda sendiri dan respon terhadap tantangan menjadi seorang yang professional.
Jika mahasiswa anda adalah mengembangkan pengetahuan berbasis praktek, peran anda sebagai fasilitator akan mencakup:
1. mempersiapkan mahasiswa untuk menguji secara kritis asumsi mereka, pengetahuan dasar dan sikap pada seting klinik
2. mempersiapkan tantangan untuk mehasiswa mengetahui apakah mereka akan melihat , melakukan dan mengalami di klinik
jika mahasiswa anda adalah untuk mempersiapkan untuk sesi Tanya jawab untuk mengikuti klini, peran anda sebagai penyelidik akan mencakup:
1. membiarkan mahasiswa mengenal keraguan pengalaman klinik meeka setiap hari untuk analisis secara kritis
2. mendorong mahasiswa untuk mencatat apakah ekspektasi meeka berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi
3. merencanakan untuk co-investigasi keraguan yang teridentifikasi oleh mahasiswa
4. menawarkan ketersediaan untuk berdiskusi sama berarti baik dengan praktek konkret
5. mendemonstrasikan sebuah pendekatan penyelidikan untuk memiliki peran
peran pengajar klinik dengan mahasiswa di seting klinik/ komunitas
Aktifitas
Ini saatnya kembali pada tahap sebelumnya siklus pembelajaran klinik, di lab dan sesi briefing, untuk mengingatkan peran pengajar klinik pada sesi ini. Peran mana yang anda pertimbangkan tepat juga untuk anda di seting klinik/ komunitas? Yang mana yang anda hilangkan?yang mana peran tambahan yang anda sarankan?
Feedback
Setelah membaca sekilas peran, kita telah mengidentifikasi cukup jauh, anda boleh mempertimbangkan peran yang paling tepat untuk pengajaran pada seting sebenarnya sebaik simulasi di lab atau riefing. Peran pembelajaran pasti seperti sebagai fasilitator, pelatih, supporter, penantang, pembantu, sumber pengetahuan dan kolega. Peran berhubungan dengan organisasi, perencana, manager dan coordinator juga berlaku sebagai melakukan peran professional sepert peneliti, penyelidik, role model professional dan peran ahli klinik.
Ketika benar bahwa pengajar klinik mempunyai sebuah peran sebagai penilai penampilan klinik mahasiswa, kita belum mencakup aspek mengajar/ belajar pada bab ini. Walaupun, peran feedback telah diambil pada tempatnya sebagai sebuah strategi mengajar/ belajar yang spesifik dengan tekanan pada petunjuk informasi kea rah kemajuan.
Kita mengakui masalah konflik peran ketika mahasiswa merasa sebuah kontradiksi antara pengajar sebagai fasilitator dan supporter dan pada saat yang bersamaan sebagai penilai bertanggungjawab untuk berkontribusi pada keputusan yang dapat memengaruhi kemajuan mahasiswa pada bagian yang sama baiknya mengancam harga diri mahasiswa. Membuat suatu lingkungan belajar yang kondusif untuk pengajar klinik sebagai penilai berfokus pada perkembangan kepercayaan dan rasa hormat bersama.
Persoalan khusus pengkajian dan evaluasi penampilan klinik adalah melebihi jangakuan teks ini. Gambaran pada tujuan pembelajaran klinik mengubah melebihi waktu dan sebagai idea dan ekspektasi adalah lebih tajam, semuanya jelas bahwa metoda pengkajian tradisional terbatas pada kapasitas mereka yang merefleksikan kompleksifitas penampilan dan pembelajaran klinik yang efektif. Evaluasi penampilan klinik tinggal sebuah area tantangan yang menunggu solusi yang dapat diatur.
Peran tambahan apa yang ada untuk pengajar klinik? Peran sebagai observer/ pengamat mendapatkan yang semestinya pada seting klinik/ komunitas dan membutuhkan tambahan sebagai sebuah peran yang penting, terus-menerus dan utuh pada pengakajian yang berdampak pada lingkungan pembelajaran dan mempunyai kemampuan untuk memberikan feedback yang spesifik kepada mahasiswa dan membantu mereka mengintepretasikan apa yang mereka lihat disekeliling mereka.
Peran pelajar pengajar klinik terjadi secara implicit sepanjang siklus pembelajaran klinik melalui banyak kesempatan mengobervasi bagaiman mahasiswa belajar, dan melalui penyelidikan berkelanjutan dan mencari pengetahuan. Pada seting klinik/ komunitas, focus pengajar klinik meliputi belajar dengan mahasiswa bagaimana mengembangkan pengetahuan klinik, mengenal masalah yang dapat diteliti dan mengangkat isu untuk perkembangan teori. Penting, belajar tentang penampilan sendiri dan memperoleh wawasan untuk pengetahuan sendiri yang menjadi pusat seorang mahasiswa/ pelajar pada praktek klinik/ komunitas.
Hubungan yang dekat dengan peran pelajar adalah peran sebagai co-experiencer, memusat secara signifikan pada pengalaman mahasiswa dan pasien. Peran membutuhkan pengetahuan klinik, kebiasaan dengan kemajuan belajar mahasiswa dan respon pasien terhadap kesehatan, penyakit dan prognosis. Kamu akan memungkinkan mengenal hubungan yang dekat peran pelatih karena kamu mempertimbangkan tahap demi tahap keterlibatan sebagai experincer pada peristiwa kehidupan mahasiswa dan pasien.
Akhirnya, peran carer/ pemerhati pondasi kegiatan pengajar klinik pada praktik klinik. Mengasuh mahasiswa, memulai di lab dan melanjutkan sesi briefing dan memperpanjang sampai peran dengan full care sebagai seorang pendidik, kepada mahasiswa dan pasien. Itu adalah peran mempedulikan yang terbaik yaitu rendah hati, hampir tidak kelihatan, tapi jelas pada seleksi pengalaman belajar yang teliti pada perhatian mahasiswa dan pasien, dengan kehadiran yang hangat dan perhatian berdasarkan intuisi untuk keselamatan dan pertumbuhan mahasiswa, pasien dan diri sendiri.
Peran pembimbing klinik dalam post conference
Aktifitas
Review tujuan post konferew
Jelaskan tugas pembimbing klinik dalam post konferen untuk membahas pengalaman dan masalah yang dihadapi dalam praktek
Feedback
Tanggung jawab professional anda sebagai pembimbing klinik untuk menyiapkan untuk melakukan praktek klinik, caring, perilaku professional merupakan peran anda sebagai pemberi feed back dan apabila di laboratorium peran ini tercakup peran anda sebagai assessor . Pada situasi klinik penekanan pada peningkatan kemampuan peserta didik melalui pemberian bimbingan dengan cara pembimbing klinik mengobservasi penampilan siswa dalam prkatek klinik. Dalam praktek klinik peran peserta didik meliputi belajar mengevaluasi kemampuan kliniknya sendiri, sehingga dalam post conference peserta didik dan pembimbing klinik saling memberikan feedback
Peran sebagai partisipan reflektif merupakan salah satu prioritas yang tinggi bagi instruktur klinik. Peran tersebut meliputi peran sebagai kolega, pelatih, dan fasilitator tetapi ditambahkan dimensi-dimensi lain. Dalam melatih siswa untuk mengubah pikiran mereka tentang kegiatan-kegiatan dalam praktik, instruktur klinik merefleksikan siswa dengan ‘titik buta (blind spot)nya, membantu mereka untuk melihat diri mereka sendiri pada saat bekerja sebagai perawat dan menginterpretasikan perilaku melalui sudut pandang siswa itu sendiri dan memaknainya.karena Peran ini hampir sama dengan peran sebagai pelajar karena kedua peran tersebut memperbesar konfrontasi dan pengetahuan tentang diri sendiri. Akhirnya, terdapat hubungan yang kuat dengan model peran professional. Karena proses belajar mengajar, interpretasi, dan maknanya berhubungan dengan rasa saling percaya maka standar etika perilaku personal, kerahasiaan dan kehati-hatian harus dilakukan secara timbal balik antara instruktur klinik dan siswa
Peran :
1. sebagai pemberi feed back
2. kolega/teman
3. sebagai assessor/ penilai
4. peran reflektif
5. sbg coach
6. fasilitator
7. role model profesional