Oleh : Hj.Rofikah
a. Pengertian Malaria
Kata “malaria” berasal dari bahasa Itali “ Mal” yang artinya buruk dan “Aria” yang artinya udara. Sehingga malaria berarti udara buruk (bad air). Hal ini disebabkan karena malaria terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan banyak tumpukan air (koalisi (a) koalisi org 2001).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dan genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. (Prabowo, 2004: 2)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan. (Dinas kesehatan DKI Jakarta)
Berdasarkan pengertian diatas penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang masa inkubasi penyakit dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
b. Penyebab Malaria
Penyebab malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika.
2. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
3. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
4. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
c. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan munculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya:
1. Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.
2. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
3. Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
4. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.
Masa inkubasi malaria juga tergantung dan intensitas infeksi, pengobatan yang sudah pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu. (Soegijanto, 2004: 6)
d. Patofisiologis
Ada 4 patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi dan anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlengketan eritrosit yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam paroksimal berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama manutaskizonnya. Serangan demam disebabkan pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogom eritrositik dan masuknya merozoit kedalam sirkulasi darah. Demam mengakibatkan terjadinya vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi eritrosit yang baru, demam turun dengan cepat sehingga penderita merasa kepanasan dan berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun dan gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang disebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Splenomegali disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah eritrosit yang ter infeksi parasit sehingga terjadi aktivitas system RES untuk memfagositosis eritrosit baik yang terifeksi maupun yang tidak. Kelainan patologik pembuluh darah kapilerdisebabkan karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga mekat pada endotel kapiler, timbul hipoksia atau anoriksia jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadi pembesaran plasma. Monosit atau makrofag merupakan partisipan selalu terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004: 5).
e. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala malaria infeksi tunggal pada penderita nonimun terdiri atas serangan demam secara berulang dengan interval tertentu (paroksisme) yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dan demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah (malaise), myalgia, sakit kepala, anoreksia, nausea dan muntah. Gejala awal terjadi selama 2-3 hari sebelum paroksisme akut dimulai. Serangan demam dapat terus - menerus (tanpa interval) pada penderita dengan infeksi campuran (lebih dari satu plasmodium) atau satu jenis plasmodium tapi infeksi berulang dalam waktu yang berbeda
(Soegijanto, 2004: 5).
Gejala malaria muncul 9 - 14 hari setelah terinfeksi berdasarkan gejalanya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Gejala Umum
1. Menggigil 15 - 60 menit
2. Demam 2 - 6 jam dengan suhu 37,5-40 C
3. Berkeringat 2-4 jam
4. Dapat diikuti sakit kepala, mual dan muntah.
5. Dapat disertai gejala khas masing - masing daerah, seperti diare pada balita (Tim - Tim), nyeri otot dan pegal-pegal pada orang dewasa (Papua), pucat dan pegal pada orang dewasa (Yogya).
b. Gejala Malaria Parah
1. Gangguan kesadaran lebih dan 30 menit.
2. Kejang beberapa kali dan kejang panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
3. Mata kuning dan tubuh kuning
4. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan
5. Jumlah kencing kurang (oliguri).
6. Warna urine seperti teh tua.
7. Kelemahan umum (tidak bisa duduk atau berdiri).
8. Nafas sesak
Setelah melewati masa inkubasi pada anak dan orang dewasa timbul gejala demam (periode peroksimal) yang khas pada malaria yang terlihat dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium dingin (Cold stage)
Diawali dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemertak, berpakaian dan berselimut tebal, nadi cepat lemah, bibir dengan jari pucat dan sianosis, kulit kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai dengan 1 jam.
2. Stadium demam (Hot stage)
Setelah kedinginan, penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, disertai nyeri kepala dan mual muntah. Nadi menjadi kuat, suhu badan tinggi sampai 41°C atau lebih, penderita menjadi sangat haus. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya entrosit matang yang berisi skizon yang mengandung merozoit memasuki sirkulasi darah. Pada plasmodium falcifarumnterval demam tidak jelas (setiap 24-48 jam). Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale interval demam terjadi setiap 48 jam dan Plasmodium malariae setiap 72 jam. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
3. Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah normal. Penderita dapat tidur dengan nyenyak, badan terasa lemah setelah bangun, stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Gejala klinis yang timbul tidak selalu sama pada setiap penderita tergantung dari spesies parasit, berat infeksi dan umur penderita. Di daerah dengan tingkat endemisitas tinggi (hiper atau holondemis), pada orang dewasa sering kali tidak dijumpai gejala klinis atau gejala klinis yang ringan walaupun dalam darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini karena imunitas yang telah timbul pada mereka karena infeksi yang berulang (Soegijanto, 2004: 6)
f. Jenis-Jenis Malaria (Tempo 2003)
1. Malaria Tertiana (paling ringan)
Malaria yang disebabkan Plasmodium Vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi ( dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi).
2. Demam Rimba (Jungle Fever)
Malaria Aestivo-Autumnal atau disebut juga malaria tropika disebabkan plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian.
3. Malaria Kuartana
Malaria yang disebabkan plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 - 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.
4. Malaria yang Jarang dijumpai
Malaria yang disebabkan plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
g. Diagnosis
Penyakit malaria tidak sukar diketahui. Selain dari demamnya kita menduga dan tempat penderita berasal. Jika di daerah malaria seseorang mendadak demam, timbulnya demam mungkin berarti terjangkit malaria. Lebih-lebih harus dicurigai jika demamnya khas malaria. Jika demamnya meragukan dilakukan pemerikasaan darah. Darah diambil dengan tusukan jarum diujung jari, lalu dioleskan pada sepotong kaca. Diberi warna khusus, lalu diperiksa dibawah mikroskop. Jika ada sel darah merah mengandung parasit, tandanya positif malaria.
Pengambilan darah untuk memeriksa malaria tidak sembarang waktu. Darah diambil waktu demam timbul, parasitnya beredar dalam danah, sehingga dari pemeriksaan tidak ditemukan parasit malarianya. Seolah-olah tidak ada parasitnya. Padahal, sebetulnya parasitnya ada tetapi sedang bersembunyi. Pemeriksaan darah dilakukan rutin pada pendatang yang memasuki daerah malaria selama setahun. Dengan pemeriksaan ini dapat lebih dini dapat diketahui jangkitan malarianya. Pemeriksaan perlu diulang-ulang karena masa tunas penyakit malaria panjang. Pada pemeriksaan pertama parasitnya mungkin belum muncul di darah baru pemeriksaan ulang berikutnya parasitnya baru muncul (Handrawanm, 1996).
h. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Malaria, yaitu:
1. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun ( Elisabeth,1995).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dan orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dan pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998).
Anak - anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria (Depkes, 1999: 19).
2. Jenis Kelamin
Karakter biologis atau kualitas yang membedakan laki-laki dan wanita satu sama lain, seperti ditampilkan dalam analisis gonad, morfologis (Internal dan eksternal) kromosom dan karakteristik hormone individu (John H. Direkx,M.D, 2005).
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila mengenfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat (Depkes, 1999: 19).
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian setiap usaha pendidikan itu bertujuan, walaupun kadang tujuannya tidak disadari dan dirumuskan secara eksplisit (Slameto, 1991).
Pendidikan berarti hubungan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992).
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan, kliends pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan konnstruktif daripada seseorang dengan pendidikan rendah (Broewer, 1983).
4. Status sosial ekonomi
“Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erich, 1996; Nursalam & Pariani, 2001: 133).
Status sosial ekonomi merupakan jenis kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan responden setiap harinya sebagai penghasilan ekonomi.
Terbagi atas 2 kategori yaitu bekerja ( buruh, swasta, PNS/ ABRI) dan tidak bekerja ( Nursalam & Pariani, 2001: 138) ( skripsi Rohana Agustina).
Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubunganya dengan infeksi malaria (Depkes: 1999).
5. Cara hidup
Perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merekfesikan status sosialnya (The Jakarta Consuting Group, 2006)
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria. Misalnya: Tidur tidak memakai kelambu dan senang berada diluar rumah pada malam hari (Depkes, 1999: 19)
6. Riwayat Malaria Sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi penyakit malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria
(Depkes, 1999: 19).
i. Pengobatan
1. Pengobatan malaria yang ringan
Malaria Vivax, Ovale dan Malariae
Serangan akut ketiga jenis malaria ini diobati dengan klorokuin, yang diberikan per oral dosis total per oral untuk orang dewasa adalah 1500 mg basa klorokuin ( 25mg per kg BB), yang diberikan selama tiga hari. Hari ke l diberikan dengan dosis awal 600 mg, ditambah 300 mg 6 jam kemudian. Pada hari ke 2 sesudah 24 jam 300 mg, dan hari ke 3 (sesudah 48 jam) diberikan 300 mg lagi. Dosis per oral untuk anak - anak adalah: dosis awal 10 mg/ kg BB ( tidak melemihi 600 mg), dan dosis sesudah 24 dan 48 jam masing - masing 5 mg/ kg BB.
Untuk penderita malaria vivax dan ovale yang tinggal dikota atau didaerah nonendemis, sesudah pemberian klorokuian diberikan pengobat radikal dengan primakoin untuk membunuh fase eksoerittrositik (EE) sekunder dalam hati (mencegah relaps). Pengobatan radikal seperti diatas tidak diberikan kepada penderita yang tinggal di daerah endemis karena kemungkinan ini terinfeksi sangat besar primakuin tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak-anak dibawah 4 tahun, penderita rheumatoid arthritis, dan penderita lufus yang aktif (Sutisna, 2004: 76).
2. Pengobatan malaria falciparum yang berat
Penanganan secara umum
Sebagai pegangan secara umum, perawatan dini yang diberikan untuk kasus malaria falciparum yang berat terdiri dari:
a. Menimbang berat badan penderita
b. Membebaskan saluran nafas untuk menghindari asfiksia dan menempatkan perawat disamping penderita
c. Membuat penilaian secara cepat terhadap keadaan klinis penderita.
d. Membuat sediaan darah penderita untuk memastikan diagnosis, dan mengambil specimen untuk pemeriksaan laboratorium yang dianggap perlu.
e. Segera memberikan infus dengan kina atau klorokuin.
f. Membuat penilaian tentang status hindrasi penderita, dan menghitung kebutuhan cairannya.
g. Mencatat produksi urine penderita dalam sehari; jika perlu dengan memasang kateter uritra.
h. Jika pendenita mengalami hiperpireksia, segera menurunkan panas badan dengan cara mengipasi, kompres dengan air dingin atau alcohol, dan memberikan suntikan anti peritika.
i. Mengerjakan fungsi lumbal jika ada gejala kaku kuduk atau kecurigaan adanya meningitis.
j. Mempertimbangkan keperluan memberikan obat-obat tambahan, misalnya anti konvolsan dan anti mekroba.
k. Menilai adanya kebutuhan untuk memberikan tranfusi darah
l. Jika diduga adanya edema paru, letakkan penderita dalam posisi tegak ditempat tidur, berikan oksigen dan buat foto roentgen dada (Sutisna, 2004: 78)
3. Pengobatan spesifik dan pemberian
1. Jika obat bisa diberikan secara intra vena infuse
Untuk malaria falciparum yang berat, obat pilihan utama adalah kina, yang diberikan secara infuse dengan tetesan lambat. Jika kemasan kina untuk suntikan intra venal infuse tidak tersedia, dan jika P. falciparum didaerah itu diketahui masih sensitive terhadap klorokuin, kina bisa digantikan oleh klorokuin (bidroklorida) yang diberikan secara infuse. Pemberian kiorokuin melalui infuse sesungguhnya tidak dianjurkan karena klorokuin yang diberikan secara parentral mempunyai potensi menyebabkan keaksi toksik terhadap otot jantung, terutama pada anak- anak. Jika terpaksa, pemberian klorokuin secara paretral (intra vena) harus dilaksanakan di bawah pengawasan ketat seorang dokter.
2. Jika obat tidak mungkin diberikan secara intra vena
Dalam kondisi tersebut, demi menolong penderita, kina (di Indonesia dikenal sebagai kina anti pirin) diberikan secara intra muskuler (TM). Jika kina tidak tersedia, bisa diberikan fansidar dengan suntikan IM yang dalam (dosis untuk orang dewasa). Jika sediaan fansidar IM tidak ada, bisa diberikan kiorokuin ( difusfat) secara IM. Pemberian klorokuin secara IM sesungguhnya tidak dianjurkan. Sebisa - bisanya penderita akan dikirim kepusat pelayanan medis yang memiliki sarana pengobatan melalui infuse. Jika kondisi penderita bertambah baik (sudah bisa menelan), pengobatan diteruskan dengan pansidan per oral 3 tablet sekaligus, diteruskan dengan kina per oral dalam dosis yang efektif. Perlu
diingatakan sekali lagi bahwa: Dosis obat - obat yang tergolong kuinolin, misalnya klorokuin, amodiakuin, dan kina harus dihitung berdasarkan jumlah basanya.(Sutisna, 2004: 79-81).
j. Pencegahan
Mukono, (2000: 6) Pencegahan adalah mengadakan inhibisi terhadap perkembangan suatu penyakit sebelum penyakit itu terjadi.orang orang yang tidak mempunyai imunitas terhadap malaria yang akan terpajan dengai nyamuk di daerah endemis harus melakukan upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan lebih baik sebelumnya minum obat profilaksis untuk mencegah malaria.
Ada tiga cara untuk mencegah malaria, yaitu:
1. Mencegah dan gigitan nyamuk, dengan cara:
a. Tidur dengan menggunakan kelambu.
b. Tutup jendela ketika tidur
c. Oleskan cairan pencegahan gigitan nyamuk.
2. Kontrol perkembangan nyamuk
a. 3M ( menguras, menutup dan mengubur)
b. Memelihara binatang ( ikan) untuk membunuh larva nyamuk
c. Taburkan insektisida khusus untuk membunuh larva nyamuk.
3. Bunuh nyamuk dewasa
a. Semprot ruangan dengan insektisida sebeium tidur.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan penyemprotan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pencegahan penyakit malaria menurut Prabowo ada 5, yaitu:
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
a. Menyemprot rumah
b. Larvaciding, yaitu merupakan kegiatan penyemprotan rawa- rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control, yaitu kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-Panchax) dan ikan guppy/wader cetul (Lebistus Retikulatus) genangan-genangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan-ikan ini berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria.
4. Pemberian obat pencegahan malaria.
5. Pemberian vaksin malaria
DAFTAR PUSTAKA
Dep Kes. RI, 1999. Modul Epidemiologi. Jakarta: Dirjen Depkes.
Dep Kes. RI, 2006. Pusat Pengendalaian Operasional Dukungan Kesehatan. Jakarta : Dirjen DepKes.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2006. Info Penyakit: www. DepKes, diakses 19 Agustus 2006
Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Pres.
Mursito, Bambang. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Nadesul, Handrawan. 1996. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Malaria. Jakarta: FKUI.
Prabowo, Arlan, 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Seputar Indonesia. 2006. Kualisi Untuk Indonesia Sehat: www.(http/seputar Indonesia/1l40306.html, diakses 19 Agustus 2006.
Soegijanto, Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis di Indonesia. Jilid 1 Surabaya: Air Langga.
Sutisna, Putu. 2004. Malaria Secara Ringkas. Jakarta: EGC.
Zulkamain, Iskandar. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Sabtu, 24 Juli 2010
Malaria
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar