Senin, 08 November 2010

Menstruasi dan Dismenore

Erna Rusdiana

1. Pendahuluan
Masa remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode peralihan antara anak – anak dengan masa dewasa yang penuh gejolak. Gejolak ditimbulkan oleh fungsi sosial remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan memantapkan posisi dalam masyarakat), maupun oleh pertumbuhan fisik (perkembangan tanda – tanda seksual sekunder dan pertumbuhan tubuh yang tidak proporsional) dan perubahan emosi (lebih peka, cepat marah dan agresif) serta perkembangan inteligensinya (makin tajam bernalar dan makin kritis). Oleh sebab itu masa remaja seringkali disebut masa yang kritis sehingga jika pada masa ini remaja tidak mendapatkan bimbingan dan informasi yang tepat maka seringkali terjadi masalah yang bisa mempengaruhi masa depan mereka (Sarlito, 2003).
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata – mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Sudrajat, 2003).
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Kesehatan reproduksi remaja tidak hanya masalah seksual saja tetapi juga menyangkut segala aspek tentang reproduksinya, terutama untuk remaja putri yang nantinya menjadi seorang wanita yang bertanggung jawab terhadap keturunannya. Pemahaman tentang menstruasi sangat diperlukan untuk dapat mendorong remaja yang mengalami gangguan menstruasi agar mengetahui dan mengambil sikap yang terbaik mengenai permasalahan reproduksi yang mereka alami (Widyaningsih, 2007).
Kram, nyeri dan ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan menstruasi disebut dismenore. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi, pada beberapa wanita hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, sedangkan beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari – hari. Namun waspadai bila nyeri haid terjadi terus – menerus setiap bulannya dalam jangka waktu yang lama karena kondisi itu merupakan salah satu gejala endometriosis (penyakit kandungan yang disebabkan timbulnya jaringan otot non – kanker sejenis tumor fibroid di luar rahim). Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya (Sastrowardoyo, 2007).

Sekitar 50 persen dari wanita yang sedang haid mengalami dismenore dan 10 persennya mempunyai gejala yang hebat sehingga memerlukan istirahat ditempat tidur (Hacker, 2001). Untuk mengatasi dismenore diperlukan pemahaman yang benar tentang haid terutama untuk para remaja yang belum mengetahui dan memahaminya (Nawawi, 2006).
Menurut Alzubaidi dalam Sulastri (2006), setengah dari wanita remaja di Amerika Serikat mengalami dismenore ketika menstruasi, dari 113 remaja yang melakukan konsultasi ke praktek dokter, 29 – 44 persen dari jumlah pasien tersebut mengalami dismenore. Menurut beberapa laporan internasional prevalensi dismenore sangat tinggi dan setidaknya 50 persen remaja putri mengalami dismenore sepanjang tahun – tahun reproduktif. Suatu studi menyatakan akibat dismenore tersebut sekitar 10 persen hingga 18 persen, dismenore adalah penyebab utama absen sekolah dan terganggu aktifitas lain. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sulastri (2006) bahwa akibat keluhan dismenore pada remaja putri di Purworejo berdampak pada gangguan aktivitas sehari – hari sehingga menyebabkan absen sekolah ≤ 3 hari.
Hasil studi terbaru menunjukkan bahwa hampir 10 persen remaja yang dismenore mengalami absence rate 1 – 3 hari perbulan atau ketidakmampuan remaja dalam melakukan tugasnya sehari – hari akibat nyeri hebat (Poureslami, dkk dalam Sulastri, 2006). Hal ini diperkuat oleh Jarret, dkk dalam Sulastri (2006) tingkatan rasa sakit pada saat menstruasi adalah sakit ringan 47,7 persen dan sakit berat sebanyak 47 persen. Selanjutnya untuk menghilangkan rasa sakit, remaja tersebut menggunakan obat sendiri tanpa konsultasi dengan dokter, minum obat analgesik 32,5 persen, melakukan kompres dengan air panas 34 persen dan yang tersering melakukan istirahat sekitar 92 persen.
Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja yaitu bersamaan atau beberapa waktu setelah menstruasi pertama sedangkan pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore (IMCW, 2007).
2. Menstruasi
a. Pengertian
Beberapa pengertian dari menstruasi yaitu :
1) Menstruasi adalah keluarnya darah dari rahim melalui vagina dan keluar dari tubuh seorang wanita setiap bulan selama masa usia subur (Faizah, 2000).
2) Menstruasi adalah sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa, siklik melalui vagina dari uterus tidak hamil di bawah pengendalian hormon dan pada keadaan normal timbul kembali biasanya dalam interval sekitar empat minggu (Dorland, 1996).
3) Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan (Anonim, 2007).
b. Fase – fase menstruasi
Menurut Manuaba (1998) menstruasi terjadi dalam empat fase yaitu:
1) Stadium menstruasi
Berlangsung sekitar 3 sampai 5 hari, lapisan stratum kompakta dan spongiosa dilepaskan, tertinggal stratum basalis 0,5 mm, jumlah perdarahan sekitar 50 cc tanpa terjadi bekuan darah karena mengandung banyak fermen dan bila terdapat gumpalan darah, menunjukkan perdarahan menstruasi cukup banyak.
2) Stadium regenerasi
Stadium ini dimulai pada hari keempat menstruasi, dimana luka bekas deskuamasi endometrium ditutup kembali oleh epitel selaput lendir endometrium. Sel basalis mulai berkembang, mengalami mitosis dan kelenjar endometrium mulai tumbuh kembali.
3) Stadium proliferasi
Pada stadium proliferasi lapisan endometrium pertumbuhan kelenjarnya lebih cepat dari jaringan ikatnya sehingga berkelok – kelok. Lapisan atasnya tempat saluran kelenjar tampaknya lebih kompak disebut “stratum kompakta”, sedangkan lapisan yang mengandung kelenjar berkelok menjadi longgar disebut “stratum spongiosa”. Stadium proliferasi berlangsung hari ke 5 sampai 14, dan tebal endometrium sekitar 3,5 cm.
4) Stadium premenstruasi
Pada stadium regenerasi sampai stadium proliferasi endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen dan sejak saat ovulasi korpus luteum mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron yang mempengaruhi endometrium ke dalam stadium sekresi. Dalam stadium sekresi tebal endometrium tetap, hanya kelenjarnya lebih berkelok – kelok dan mengeluarkan sekret. Stadium sekresi berlangsung sejak hari ke 14 sampai 28 dan umur korpus luteum hanya berlangsung 8 hari.
c. Gangguan Haid dan Siklusnya
Menurut Wiknjosastro (1999), gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:
1) Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : hipermenorea atau menoragia dan hipomenorea.
2) Kelainan siklus : polimenorea, oligomenorea dan amenorea.
3) Perdarahan diluar haid : metroragia.
4) Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid : dismenorea, mastodinia, premenstrual tension (ketegangan prahaid) dan mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi).
3. Dismenore
a. Pengertian
Beberapa pengertian dismenore yaitu :
1) Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas sehari – hari (Manuaba, 2001).
2) Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas – remas (kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim yang terlepas (Faizah, 2000).
b. Pembagian Dismenore
1) Dismenore primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat – alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi bersamaan atau beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus – siklus haid pada bulan – bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama – sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang, biasanya terbatas pada perut bawah tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas (Wiknjosastro, 1999).
2) Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis (Manuaba, 2001).
Menurut Hacker (2001) tanda – tanda klinik dari dismenore sekunder adalah endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada wanita yang lebih tua (tiga puluhan atau empat puluhan tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal).
c. Pembagian klinis dismenore
Menurut Manuaba (2001), dismenore dibagi 3 yaitu :
1) Ringan : Berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari – hari.
2) Sedang : Diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.
3) Berat : Perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kemeng pinggang, diare dan rasa tertekan.
d. Faktor – faktor penyebab dismenore
Menurut Manuaba (2001), faktor – faktor penyebab dismenore :
1) Menstruasi ovulatoar
2) Faktor psikologis
3) Faktor hormon steroid
4) Faktor vasopressin
5) Faktor saraf simpatikus dan parasimpatikus
6) Berdasarkan teori prostaglandin
Menurut Ovedoff (1995), patologi dan penyebab dismenore adalah :
1) Etiologi dismenore primer tidak diketahui tetapi hanya terjadi pada siklus yang disertai dengan ovulasi.
2) Mungkin terkait dengan fleksi uterus akut, ketidakseimbangan hormonal atau faktor psikogenik.
3) Dismenore sekunder akibat penyakit inflamasi pelvis, endometriosis, tumor pelvis, adenomiosis stenosis serviks vagina atau vagina.
4) Faktor yang mungkin menyebabkan nyeri antara lain : kontraksi dan spasme otot uterus atau kelainan vaskular.
5) Pengeluaran prostaglandin meningkat pada saat menstruasi, mungkin dapat menyebabkan spasme otot.
6) Bekuan menstruasi mungkin menyebabkan nyeri karena obstruksi aliran tekanan intra uterine meningkat.
e. Faktor risiko dismenore
Menurut IMCW (2007) biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu bersamaan atau beberapa waktu setelah menstruasi pertama, sedangkan dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun. Faktor lain yang bisa memperburuk dismenore adalah :
1) Rahim yang menghadap kebelakang (retroversi).
2) Kurang berolahraga.
3) Stres psikis dan stres sosial.
f. Mekanisme terjadinya dismenore
Menurut Manuaba (2001) mekanisme terjadinya dismenore yaitu korpus luteum berumur hanya 8 hari “korpus luteum menstruasionis” dan sejak umur 4 hari telah menurun pengeluaran estrogen dan progesteron disertai perbandingan yang tidak seimbang.

Penurunan dan ketidakseimbangan estrogen dan progesteron (E2/P) = 0.01 menjadi pemicu pengeluaran dari :
1) Enzim lipogenase dan siklosigenase.
2) Kerusakan membran sel sehingga dapat dikeluarkannya :
a) Asam fosfolipase.
b) Asam fosfatase.
c) Mengeluarkan ion Ca.
3) Pembentukan prostaglandin dari asam arakidonik.
g. Penatalaksanaan
1) Dismenore primer
Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran urat saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan (IMCW, 2007)
Menurut anonim (2004) untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non – steroid (misalnya ibuprofen, naproksen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai 1 – 2 hari menstruasi.
Selain dengan obat – obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan :
a) Istirahat yang cukup
b) Olahraga yang teratur (terutama berjalan)
c) Pemijatan didaerah punggung dan paha
d) Yoga
e) Orgasme pada aktivitas seksual
f) Kompres hangat didaerah perut
Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas (Anonim, 2004).
2) Dismenore sekunder
Menurut Ovedoff (1995), pengobatan dismenore sekunder adalah :
a) Tentukan dan obati kelainan yang mendasarinya
b) Dilatasi saluran endoserviks mungkin menolong
c) Endometriosis mungkin memerlukan danazol atau pembedahan

Sumber :
Alzubaidi, 2004, Dysmenorrhea, Clinical Fellow, Developmental Endicrinologycal, National Institute of Child Health and human Development. Dalam Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anonim, 2004, Dismenore, Tersedia dalam : (http://www.Medicastore.com) [diakses 4 april 2008].

Anonim, 2007, Siklus Menstruasi, Tersedia dalam : (http://www.Gatra.co.id) [diakses 28 maret 2008].


Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta.

Faizah, Jasin (Alih bahasa Burn,A.A, et al), 2000, Pemberdayaan Wanita Dalam Bidang Kesehatan, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.

Hacker, Neville, 2001, Esensial Obstetri dan Ginekologi, Hipokrates, Jakarta.

IMCW, 2007, Dismenore (Nyeri Haid), Tersedia dalam : (http://www.MyDinariraq.com) [diakses 3 April 2008].

Jarret, dkk., 1995, Symptoms and Self Care Strategis in Women With and Without Dysmenorrhea, Health Care Women International. Dalam Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gde, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB, EGC, Jakarta.

Nawawi, 2006, Konsultasi Sehat, Tersedia dalam : (http://www.era muslim.co.id) [diakses 28 maret 2008].


Ovedoff, David, 1995, Kapita Selekta Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta.

Poureslami, dkk., 2001, Attitude of Female Adolescents About Dysmenorrhea and Menstrual Hygiene in Tehran Suburs, “Archives of Iranian Medicine, V (4). Dalam Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sarlito, 2003, Remaja dan Permasalahannya, Tersedia dalam : (http://www.kesehatan remaja.com) [diakses 28 maret 2008].

Sastrowardoyo, 2007, Sulit Hamil Akibat Nyeri Haid Endometriosis Dapat Diobati, Tersedia dalam : (http://www.Gatra.com) [diakses 28 maret 2008].


Sudrajad, 2003, Hak Remaja Atas kesehatan reproduksi. Tersedia dalam : (http://www.kesehatan remaja.com) [diakses 27 maret 2008].

Sulastri, 2006, Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja Di Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Widyaningsih, 2007, Kesehatan Reproduksi dan Kehidupan Generasi Muda, Tersedia dalam : (http://www. kesehatan reproduksi.com) [diakses 27 maret 2008].

Wiknjosastro, Hanifa, 1999, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, Jakarta.










Read More ..

KONTRASEPSI DALAM KELUARGA BERENCANA

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998).
WHO mendefinisikan keluarga berencana alami sebagai metode untuk merencanakan atau mencegah kehamilan melalui observasi tanda dan gejala alami yang muncul pada masa subur dan tidak subur sepanjang siklus menstruasi. Dalam definisi Keluarga Berencana alami yang digunakan dengan tujuan mencegah konsepsi terkandung pengertian bahwa obat-obatan, alat kontrasepsi dan prosedur pembedahan tidak digunakan, pantang hubungan seksual selama fase subur siklus menstruasi, dan praktik hubungan seksual dilakukan setalah fase ini selesai. Keluarga Berencana alami mengindisikasikan bahwa perencanaan ini menggunakan dua komponen yang terpisah. Komponen pertama adalah kewaspadaan pada semua masa subur, sedangkan pada komponen kedua adalah penerapan pengetahuan ini untuk merencanakan sebuah keluarga, yang disebut sebagai metodologi.

Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu didalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan Keluarga Berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Dengan telah berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi. Maka pelayanan Keluarga Berencana harus menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak dari klien/ masyarakat dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan (Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin, 2003).
Program Keluarga Berencana (KB) sudah lama dicanangkan oleh pemerintah, tujuannya untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Istilah Keluarga Berencana alami (Natural Family Planning, NFP) menggambarkan metode perencanaan atau pencegahan kehamilan berdasarkan pantang berkala. NFP menggambarkan semua metode yang digunakan pasangan untuk mencapai, mencegah atau mengatur jarak kehamilan berdasarkan pemahaman mereka tentang fertilitas dan pengaturan waktu senggama.
Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama, karena setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang berikutnya. Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntunan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan dimasyarakat. (Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi,2006)
Tujuan gerakan KB nasional yaitu mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia.
Tujuan gerakan KB nasional adalah :
1. Pasangan subur dan prioritas PUS muda dengan paritas rendah
2. Generasi muda dan purna PUS
3. Pelaksanaan dan pengguna KB
4. Sasaran wilayah adalah wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi dan wilayah khusus seperti sentra industri, pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai, dan daerah terpencil. (Sarwono Prawirohardjo, 2005)
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu bagian dari program kesehatan reproduksi yang tujuannya untuk menjarangkan kelahiran. Seiring itu, berkembang pula metode kontrasepsi yang beraneka ragam.
Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarga agar dapat memberikan perhatian dan pendidikan yang maksimal pada anak, (Anonymus, 2007)
Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif).
1. Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).
2. Cara Kontrasepsi Moderen/Metode Efektif
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria).
Untuk dapat melaksanakan KB terdapat berbagai macam alat kontrasepsi, seperti alat kontrasepsi hormonal ( Pil KB, suntik dan susuk ). Alat kontrasepsi dalam rahim ( AKDR ) atau IUD dan alat penghambat seperti kondom lelaki dan perempuan.
Maka secara jelas dikatakan diatas, keluarga berencana ( KB ) merupakan salah satu bagian dari program reproduksi yang tujuannya menjarangkan atau mencegah terjadinya kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Kontrasepsi disini berarti cara menghindari atau mencegah terjadinya pertemuan antara sel sperma dan sel telur yang matang, yang bertujuan untuk mengatur jarak kehamilan yang satu dengan kehamilan berikutnya.
Sumber : KTI Vera dengan judul gambaran pengetahuan Akseptor KB Pil mengenai efek samping kontrasepsi Pil di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin Tahun 2009

Read More ..

IMUNISASI DAN PERMASLAHANNYA

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama yang harus dijaga kesehatannya. (Iriannie Wijaya, 2005).
Pada saat seorang bayi dilahirkan ke dunia, ia sudah harus menghadapi berbagai ‘musuh’ yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit sudah siap menerjang masuk ke tubuh yang masih tampak lemah itu. Ternyata sang bayi mungil pun sudah siap untuk menghadapi kerasnya dunia. Berbekal antibodi yang diberikan ibunya, ia siap menyambut tantangan. Inilah contoh dari apa yang kita sebut sebagai daya imunitas (kekebalan) tubuh.(www.klinikku.com)

Tanggal 8 Mei 1980 adalah merupakan hari bersejarah. Pada tanggal tersebut eradikasi atau pembasmian penyakit cacar atau smallpox eradication, secara Menurut Who data setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati. Akibat tidak mendapatkan imunisasi .
Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dar 100 kelahiran anak akan meninggal karena batik rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak , 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan menberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyaskit-penyakit tertentu.
(Tinker, 1997 Dalam Who-Depkes- Fkmui,1998)

Menurut data who sampai saat ini sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap maelakukan imunisasi pada bayi dan balitanya. Di eropa imunisasi rutin di lakuikan di 43 negara, amerika 37 negara ,australia dan sekitarnya 16 negara, afrika 53 negara asia 48 negara, ( www.devinfo.info/immunizzatiaon). Setiap tahun sekitar 85- 95 % bayi di negara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin sedangkan sisanya belum terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap layanan imunisasi, hanbatan jarak, geografis, keamanan, sosial ekonomi, dan lain – lain.
Bayi- bayi di indonesia yang di imunisasi setiap tahun sekitar 90% dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan, transfortasi, ekonomi dan lain-lain. Artinya setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.ribu bayi) yang berlum mendapat imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mandapat imunisasi dasar lengkap.
Bila terjadi wabah, maka 2 juta balita yang belummendapat imunisasa dasar lengkap akan mudah tertular penyakit berbahaya tersebut, akan sakit berat, meniggal, atau cacat.
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1059/MENKES/SK/IX/2004, salah satu pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu prioritas utama adalah pencegahan penyakit yaitu dengan mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), HiB, Hepatitits A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies (Thoephilus, 2000).
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974.
Mulai tahun 1977 upaya imunisasi diperluas menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegahdengan imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B.
Dalam catatan internasional, pada akhir tahun 1990-an, Indonesia memiliki reputasi pencapaian program imunisasi yang mengesankan, berkat sistem pelayanan yang efektif seperti posyandu, pencacatan pelaporan, dan sistem distribusi vaksin ke daerah-daerah. Pemerintah secara nasional melakukan kontrol terhadap pelaksanaan imunisasi. Namun sejak dimulainya desentralisasi tampak adanya gambaran penurunan dibeberapa daerah, terutama bagi daerah atau wilayah sulit komunikasi dan transportasi diluar jawa. Daerah ini umumnya kesulitan dana operasional, seperti membawa vaksin dari kabupaten ke desa-desa, membiayai juru imunisasi desa dan penyimpanan vaksin.
Sebenarnya Indonesia hampir saja mencapai taraf pemusnahan polio, karena sejak tahun 1995 sudah tidak ada lagi ditemukan virus polio liar di Indonesia. Namun, ketika menunggu negara lain di wilayah Asia selatan untuk dinyatakan bebas polio, tiba-tiba “kemasukan” virus polio liar yang diduga berasal dari benua Afrika melalui Timur Tengah. Terjadilah wabah polio yang bermula ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat, pada bulan April tahun 2005. (Umar Fahmi Achmad, 2006:3).
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan 1,7 juta anak Indonesia meninggal karena tak mendapat imunisasi lengkap. Jumlah 1,7 juta itu merupakan seperlima dari balita di Indonesia.
Pemerintah, kata Siti, menargetkan dalam dua tahun ke depan bisa mengimunisasi 4.725.470 anak. Jumlah ini diambil dari 7 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Imunisasi ini juga meliputi 63 kabupaten dan kota dari provinsi tersebut. "Cakupan imunisasi di daerah itu masih rendah," katanya. (www.tempointeraktif.com)
Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya (Nelson, 2000)
Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin. Adapula media yang masih mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesar-besarkan resiko beberapa vaksin (Muhammad Ali, 2005).
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang memadai tentang hal itu diberikan. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. (Muhammad Ali, 2005).
Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan.
Sumber : KTI Vera dengan judul gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar pada Bayi di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin Tahun 2009

Read More ..