Jumat, 23 Desember 2011

FUNGSI REFRAKSI MATA DAN MEKANISME PENGLIHATAN NORMAL

Refraksi ialah tindakan atau proses membiaskan. Media refrakta terdiri atas : kornea, lensa, dan badan kaca. Kornea merupakan tonjolan jernih di mata depan dan elemen pemfokus yang terfiksasi. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya. Apabila kornea terlalu melengkung maka mata akan berpenglihatan dekat, dan apabila kelengkungan kornea kurang yang akan terjadi adalah mata akan berpenglihatan jauh. Lensa memiliki pembungkus yang lentur dan ditopang di bawah tegangan oleh serat – serat penunjang. Saat otot mata berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga agar lensa tetap gepeng dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata berfokus pada benda jauh. Titik ketika benda jauh terfokuskan saat otot- otot yang memfokuskan berelaksasi disebut titik jauh. Lensa berubah menjadi bentuk yang lebih bulat, terutama karena bagian depan menjadi lebih lengkung, daya pemfokusan lensa kemudian menjadi lebih besar, benda yang terletak dekat dengan mata di bawa ke focus di retina. Titik terdekat ketika benda masih dapat difokuskan saat lensa berada dalam keadaan paling tebal. Aqueous humor mengisi ruang antara lensa dan kornea. Cairan ini terdiri dari air, diproduksi terus-menerus, dan jumlah cairan yang berlebih keluar melalui canalis schlemm. Aqueous humor mengandung banyak komponen darah dan menyalurkan zat gizi ke lensa dan kornea yang tidak berpembuluh darah. Aqueous humor berfungsi untuk mempertahankan tekanan internal mata. MEKANISME PENGLIHATAN NORMAL Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, karena iris merupakan cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam menentukan warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. daftar pustaka Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. ed.29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002 Cameron,Jhon R et.al. Fisika Tubuh Manusia. ed.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC,2006 Anonym. Mekanisme Penglihatan Normal. Available at http://doctorology.net/?p=109&cpage=1. di akses tanggal 28 desember 201

Read More ..

SELAMAT, CSR KATARAK PT ADARO INDONESIA MENDAPAT PLATINUM AWARD

Katarak dapat terjadi pada semua usia namun pada umumnya terjadi pada usia tua karena terjadi proses degeneratif. Banyak penderita tidak dapat melakukan operasi katarak karena berbagai permasalahan, selain masalah ekonomi juga belulm adanya dokter spesialis mata disetiap kabupaten sehingga terjadi penumpukan penderita dari tahun ketahun.Hal ini menyadarkan PT Adaro Indonesia dengan didukung beberapa pemerintah daerah disekitar wilayah kerjaTambang Batubara untuk melakukan hal mulia yaitu membentuksuatu kegiatan sebagai suatu usaha kompensasi yang nyata yaitu kegiatan CD Katarak yang sekarang berubah menjadi kegiatan CSR Katarak Kegiatan CD/ CSR kataraka PT Adaro Indonesia di mulai pada bulan Mei 2003 pada saat Hari jadi Kabupaten HSU. Sampai Desember 2011 kegiatan CSR Katarak telah berjalan hampir 7 tahun dengan jumlah penderita katarak yang berhasil di operasi ± 4000 penderita . Wajar ketika ada suatu penilaiandan evaluasi CSR katarakmendapat penghargaan Platinum. Suka duka yang dialami tim katarak mewarnai perjalanan CSR katarak menjadikan suatu kebanggan tersendiri . Dan dari keberhasilan mendapatkan platinum tersbut menjadi bukti nyata kerja tim katarak selama ini. Tim katarak sangat bangga ketika mendengar berita tersebut dan mengucapkan selamat kepada CSR Katarak . Tim berharap dan sangat berbahagi jika sekiranya Tim juga dapat merasakan perasaan ketika CSR Katarak menerima Award tersebut. Paling tidak bukan hanya sekedar berita saja buat tim. Saat ini tim katarak terdiri dari 1 orang dokter (dr. Puspa, Spm), 2 perawat kunsultan dari kabupaten Hulu Sungai Utara (H.Mahyulliansyah dan H.Sugiharni), 4 orang perawat operasional (Febri, Aris, Gusti dan Shanti), 1 orang Administrasi (Rahmadani), 2 orang driver (Jainal dan Firdaus), dan 1 orang OB (Rahmadi).. Selamat atas PLATINUM Award yang diterima CSR Katarak PT Adaro Indonesia.

Read More ..

Minggu, 28 Agustus 2011

SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN BERBASIS KOMPUTER SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI MENINGKATKAN PROFESIONALISME KEPERAWATAN


Oleh: Rr.Tutik Sri Hariyati, SKp., MARS

Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan masyarakat membuat masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.

Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.

Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan

Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.
( Hariyati, RT., th 1999)

Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)

Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan kepada pasien akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien


Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia

Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.

Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15 cm x 5 cm . Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen.


Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, dan rekanan. (Eko,I. 2001).

Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989)

Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995) system informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi , komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.

Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993).

Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal.

Sistem informasi manajemen keperawatan sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit Indonesia. Padahal sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan jika dilihat dari segi efisien, dan produktifitas.

Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive dan dapat menjadi sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit serta dapat memperhitungkan biaya dari pelayanan kesehatan.(Liaw,T. 1993). Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat tersimpan dengan aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang bertumpuk di ruang penyimpanan.

Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003: beberapa institusi kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat dalam tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit waktu yang dipakai untuk dokmuntasi keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi keperawatan.

Dokumentasi keperawatan dengan menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta sesuai dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing Interventions Classification, 2000).

Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System.(Eko,I. 2001) Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997)

Sistem Informasi manajemen (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat komponen-komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih banyak kelemahannya.

Kendala SIM yang lain adalah kekahawatiran hilangnya data dalam satu hard-disk. Pada kondisi tersebut hilangnya data telah diantisipasi sebagai perlindungan hukum atas dokumen perusahaan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1997. Undang-undang ini mengatur tentang keamanan terhadap dokumentasi yang berupa lembaran kertas, namun sesuai perkembangan tehnologi, lembaran yang sangat penting dapat dialihkan dalam Compact Disk Read Only Memory (CD ROM). CD ROM dapat dibuat kopinya dan disimpan di lain tempat yang aman . Pengalihan ke CD ROM ini bertujuan untuk menghindari hilangnya dokumen karena peristiwa tidak terduga seperti pencurian komputer, dan kebakaran.

Memutuskan untuk menerapkan sistem informasi manajemen berbasis komputer ke dalam sistem praktek keperawatan di Indonesia tidak terlalu mudah. Hal ini karena pihak manajemen harus memperhatikan beberapa aspek yaitu struktur organisasi keperawatan di Indonesia, kemampuan sumber daya keperawatan, sumber dana, proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan pemanfaatan bagi perawat dan tim kesehatan lain.

Bagaimana SIM keperawatan di Indonesia ? Sampai saat ini implementasi sistem informasi manajemen baik di rumah sakit maupun di masyarakat masih sangat minim, bahkan masih banyak perawat yang tidak mengenal apa sistem informasi manajemen keperawatan yang berbasis komputer tersebut. Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu pengetahuan maka beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota lain sudah menerapkan system informasi keperawatan yang berbasis komputer.

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia juga mempunyai kontribusi dalam pengembangan system informasi keperawatan. Fakultas ilmu keperawatan telah mempunyai soft-ware system informasi asuhan keperawatan dan system informasi dalam manajemen untuk manajer perawat. Media ini sangat berguna dalam menyokong proses pembelajaran yang menyiapkan peserta didik dalam menyongsong era globalisasi. Dengan mengikuti pembelajaran tersebut peserta didik diharapkan mampu bersaing , namun tentunya tak cukup hanya dalam proses proses pembelajaran di kuliah. Peserta didik harus terus belajar agar dapat mengikuti perkembangan ilmu dan tehnogi keperawatan. Bagaimana dengan anda, siapkah anda memasuki era tehnologi dan era globalisasi ?






PUSTAKA ACUAN

Carpenito. 1985. Nursing diagnosis application to clinical practice. J.B.
Lippincott Co.,. Philadephia .

Departemen Kesehatan. 2001. Kebijakan dan strategi Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional. Depkes. RI. Jakarta

Eko, I.R.2001. Manajemen Sistem Informasi dan Tehnologi Informasi.., Jakarta:
Kelompok Gramedia

Emiliana, 2003. Sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang terintegrasi di
pelayanan kesehatan Sint Carolus, tidak dipublikasikan

Hafizurrachman, 2000. Sistem Informasi Manajemen di Rumah sakit dan
Pelayanan Kesehatan. Tidak dipublikasikan

Hariyati, S. T. 1999. Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat
dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokuemntasi keperawatan di
RS.Bhakti Yudha, Tidak dipublikasikan

Kozier, E. 1990. Fundamentals of Nursing. Addison Wesley Co., Redwood City.

Liaw, T.1993. The Computer Based Patient Record: An Historical Perpective. Diambil
dari http:// www.hisavic.aus.net/hisa/mag/nov93/the.htm. di akses 8 April 2001

Lindqvist, R. &Sjoden, P. (1998). Coping strategies and quality of life among
patient on CAPD. Journal of Advanced Nursing

Mc. Closkey. J . 1996. Nursing interventions classivication. Mosby-Year book,
Daverport

Priharjo, R. 1995. Praktik keperawatan profesional konsep dasar dan hukum.
EGC, Jakarta.

Swanburg, Rc & Swanburg R.J .2000. Introduction management & leadership for nurse
manager. Boston: James & Bartleett Publisher.

Udin and Martin. 1997. Core data set: importance to health service research, outcomes
research, and policy research. Journal computer in nursing. Vol 15. no 2 p. 38-42,
Lippincott-Raven Publisher

Vestal, K (1995). Nursing Management Consept and Issues.2nd Philadelphia:J.B Lippinct
Company

Read More ..

Konsep Dasar Kehamilan Resiko Tinggi


a. Definisi
Faktor-faktor resiko dalam kehamilan yaitu sesuatu yang meningkatkan bahaya terhadap kesehatan. Ada faktor-faktor resiko tertentu dalam kehamilan. Anda harus mencari factor-faktor resiko tersebut pada wanita hamil dalam masyarakat anda. Beberapa diantaranya dapat membuat kehamilan lebih berbahaya ketimbang biasanya terhadap ibu dan bayi. (Heru,1995:67)
Kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun pada kehamilan yang dihadapi (Manuaba, 1998:33).
Kehamilan resiko tinggi adalah (high risk pregnance) adalah kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. ( Mochtar,1992 ; 217).
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan atau janinnya mempunyai outcome yang buruk apabila di lakukan tata laksana secara umum seperti yang dilakukan pada kasus normal. (Manuaba,dkk; 2007:43).
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang di hadapi. (Manuaba,dkk; 2007:43).
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang disertai dengan faktor-faktor yang menaikkan kemungkinan terjadinya keguguran, kematian janin, persalinan prematuritas, retardasi perumbuhan intrauterin, penyakit janin atau neonatus, malformasi congenital, retardasi mental atau kecacatan (handicaps). (nelson: 2000;543)
Kehamilan resiko tinggi adalah terdapat perkiraan akan terjadi gangguan terhadap out-come pada ibunya atau janinnya sehingga memerlukan pengawwasan lebih intensif dan mungkin tindakan proaktif. Pengawasan dan tindakan proak tif ini sangat penting dengan tujuan memperkecil kesulitan komplikasi yang terjadi sehingga hasil mendekati well born babydan well mother. (Manuaba, 20017:6)



b. Faktor yang mempengaruhi kehamilan resiko tinggi
Menurut J.S Lesinski dalam buku manuaba ( 2001 :106) faktor yang mempengaruhi kehamilan risiko tinggi di kelempokkan berdasarkan waktu kapan faktor tersebut dapat mempengaruhi kehamilan.
Mengelompokkkan factor kehamilan dengan resiko tinggi berdasarkan waktu kapan factor tersebut dapat mempengaruhi kehamilan
a). Factor risiko tinggi yang bekerja selama hamil
(1). Factor genetika
• Penyakit keturunan yang sering terjadi pada keluarga tertentu, sehinggga perlu dilakukan pemeriksaan sebelum hamil
• Bila terjadi kehmailan, maka perlu dilakukan pemeriksaan kelainan bawaan.
(2). Factor lingkunagn
Diperhitungkan factor pendidikan dan social ekonomi, kedua factor ini menimbulakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan, sehingga dapat menimbulkan resiko saat persalinan atau saat hamil.
b). Factor risiko tinggi yang bekerja selama hamil
Perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim berhubungan aksis fetoplasental dan sirkulasi retroplasenta merupakan satu kesatuan. Bila terjadi ganguan atau kegagalan salah satu akan menimbulkan risiko terhadap ibu maupun janin.
(1). Faktor keadaan umum menjelang kehamilan
(2). Kebiasaan ibu (merokok, alkohol, kecanduan obat)
(3). Faktor penyakit yang mempengaruhi kehamilan (hipertensi, gestosis-toksemia gravidarum)
c). Faktor risiko yang bekerja saat persalinan
(1). Sebagai akibat mekanis dalam hubungan 3P.
• Kelainan letak: sungsang atau lintang
• Malpresentasi
• Ketuban pecah didi
• Distress janin
• Perdarahan antepartum
• Grandemultipara
(2). Factor nonmekanis
(a). Pengaruh obat analgesic atau sedative
(b). Penyakit ibu yang menyertai kehamilan
d). Factor yang bekerja langsung pada neonatus
(1). Sindrom distress pernafasan
(a). Asfiksia neonatorum
(b). Aspirasi air ketubab atau mekonium
(2). Faktor umu hamil yang mengganggu neonatus
(a). Prematuritas
(b). Neonatus dengan termoregulator premature
(c). Bayi kecil cukup bulan (berat bayi lahir rendah,. Gangguan mengisap dan menelan, hipofibrinogemia, gangguan congenital)
(3). Penyakit ibu
(a). Hipertensi
(b). Diabetes melitus
(c). Jantung
(d). Paru-paru
(e). Hepar.
(f). Pertumbuhan intrauterin
(g). Perdarahan antepartum
(h). Infeksi intrauterin
(i). Gangguan pertumbuhan jiwa atau neurologis
(j). Toksemia (gestosis)
(k). Kelainan kongenital (hidrosefalus, anasefalus, kembar siam)

c. Penilaian faktor resiko kehamilan
Dalam menentukan adanya faktor resiko ada 2 cara yaitu:
1). Cara Kriteria
Puji Rochjati (2005) mengemukakan batasan faktor resiko pada ibu hamil ada 3 kelompok yaitu:
a). Kelompok Faktor resiko I (Ada Potensi Gawat Obstetri / APGO), Seperti Primipara muda terlalu muda umur kurang dari 16 tahun, primi tua, terlalu tua, hamil pertama umur 35 tahun atau lebih, primi tua sekunder, terlalu lama punya anak lagi, terkecil 10 tahun lebih, anak terkecil < 2 tahun, grande multi, hamil umur 35 tahun atau lebih,Tinggi badan kurang dari 145 cm, Riwayat persalinan yang buruk, Pernah keguguran,Pernah persalinaan premature, Riwayat persalinan dengan tindakan (VE, ekstraksi forcep, opersi S.C)
Deteksi ibu hamil beresiko oleh kader yang bisa di lakukan pada deteksi faktor resiko ibu hamil kelompok I yaitu Ada potensi Gawat Obstetri (APGO) artinya adalah masalah kehamilan yang perlu diwaspadai. Deteksi ibu hamil beresiko kelempok I ini dapat ditemukan dengan mudah oleh petugas kesehatan khususnya kader melalui pemeriksaan sederhana yaitu wawancara dan periksa pandang pada kehamilan muda atau pada saat kontak.
b). Kelompok Faktor Resiko II ( Ada Gawat Obstetri / AGO), Ibu hamil dengan penyakit, Pre-eklamsia- eklamsia, hamil kembar atau gameli, kembar air atau hidramnion, bayi mati dalam kandungan, , Kehamilan dengan kelainan letak,hamil lewat bulan..
Pada kelempok faktor resiko II, tenaga non kesehatan khususnya kader hanya dapat menduga adanya faktor resiko pada ibu hamil untuk mendapatkan kepastiannya dilakukan rujukan ke bidan atau puskesmas terdekat. Ada kemungkinan masih membutuhkan pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih (USG) oleh dokter Spesialis di RS.
c). Kelompok Faktor Resiko II ( Ada Gawat Obstetri / AGO), Perdarahan sebelum bayi lahir dan pre eklamsia berat atau eklampsia. Pada kelempok faktor resiko III, ini harus segera di rujuk ke rumah sakit sebelum kondisi ibu dan janin bertambah buruk/jelek yang membutuhkan penanganan dan tindakan pada waktu itu juga dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya yang terancam, pertolongan yang dapat diberikan tenaga non kesehatan (kader) antara lain : melaporkan ke bidan atau ke puskesmas terdekat, memberikan KIE pad ibu dan keluarga untuk segera dirujuk ke rumah sakit.

2). Cara skor
Menurut Rochati (2003), kartu SKOR digunakan sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga yang mempunai 5 fungsi yaitu :
(a). Melakukan skrining antenatal atau deteksi dini resiko tinggi ibu hamil.
(b). Memantau kondisi ibu dan janin selama kehamilan.
(c). Mencatat dan melaporkan keadaan kehamilan, persalinan, nifas.
(d). Memberi pedoman penyuluhan untuk persalinan aman dan terencana.
(e). Validasi data mengenai perawatanPuji Rochjati membagi faktor kehamilan risiko tinggi berdasarkan kelompok faktor risiko dengan menggunakan scor.

Berdasarkan jumlah skor faktor resiko kehamilan di bagi menjadi 3 kel ( Depkes; 2007)
(a). Kehamilan resiko rendah (KRR) dengan jumlah skor 2 kehamilan tanpa masalah atau faktor resiko, fisiologis dan kemungkinan besar di ikuti oleh persalinan normal dengan ibu sehat.
(b). Kehamilan Resiko tinggi (KRT) dengan jumlsh skor 6-10.
(c). Kehamilan Resiko tinggi (KRT) dengan jumlsh skor 6-10


SKRINING/DETEKSI DINI IBU RISIKO TINGGI OLEH
PKK DAN PETUGAS KESEHATAN
Nama : Alamat :
Umur ibu : Kec/Kab :
Pendidikan : Pekerjaan :
Hamil ke....... Haid Terakhir:........Perkiraan tgl: ................bl
Periksa I
Umur kehamilan : ..... bulan

I II III IV
KEL F-R NO Masalah/faktor Risiko Skor Tanggal Periksa
Skor Awal Ibu Hamil 2 2 2 2 2 2 2 2 2
I 1 Terlalu muda, hamil pertama ≤ 16 tahun 4
2 a.Terlalu tua, hamil pertama ≥ 35 th 4
b.Terlalu lambat hamil pertama ≥ 41 th 4
3 Terlalu lama hamil lagi (≥ 10 th) 4
4 Terlalu cepat hamil lagi (≤ 2 th) 4
5 Terlalu banyak punya anak, 4/lebih 4
6 Terlalu tua, umur ≥ 35 tahun 4
7 Terlalu pendek ≤ 145 cm 4
8 Pernah gagal kehamilan 4
9 Pernah melahirkan dengan :
a. Tarikan tang/vakum 4
b. Uri di rogoh 4
c. Diberi infus/tansfusi 4
10 Pernah operasi sesar 4
II 11 Penyakit pada ibu hamil :
a. Kurang darah 4
b. Malaria 4
c. TBC 4
d. Payah Jantung 4
e. Kencing manis (Diabetes) 4
12 Bengkak pada muka/tungkai (tekanan darah tinggi)- PER 4
13 Hamil kembar 2 atau lebih 4
14 Hamil kembar air (Hidramnion) 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 4
18 Letak lintang 4
III 19 Perdarahan waktu hamil ini 4
20 Pre-eklampsi berat/kejang-kejang 4
Jumlah skor

a). Cara pencatatan
Berisi nilai skor awal 2 untuk semua ibu hamil. Skor untuk masing-masing faktor risiko adalah 4 atau 8. untuk pemberian dan pencatatan skor dari faktor risiko yang ditemukan pada tiap kontak dengan ibu hamil atau petugas kesehatan.
b). Pengelompokkan Risiko
Pada tiap kontak, jumlah skor di hitung. Jumlah skor 2. 6-10 dan 12 atau lebih. Berdasarkan jumlah skor, ibu hamil dapat ditentukan 3 kelompok risiko
 Kehamilan dengan jumlah skor 2 termasuk kehamilan risiko rendah dengan periksa kehamilan bidan, rujukan kehamilan tidak di rujuk, tempat persalinan rumah ibu hamil atau polindes dan penolong bidan.
 Kehamilan dengan jumlah skor 6-10 termasuk kehamilan risiko tinggi dengan periksa kehamilan bidan atau dokter, rujukan kehamilan bidan atau puskesmas, temapat persalinan rumah, polindes, rumah sakit, penolong bidan.
 Kehamilan dengan jumlah skor > 12 termasuk kehamilan risiko sangat tinggi dengan periksa kehamilan ke dokter, rujukan kehamilan rumah sakit dan penolong persalinan dokter.
Penggunaan sistem scoring cukup cepat, sederhana dan mudah untuk digunakan secara rutin dalam melakukan skrining antenatal. Sistem ini dalam pelayanan kesehatan ibu dapat membantu melakukan identifikasi adanya kasus kehamilan risiko tinggi untuk mendapatkan perhatian lebih khusus. Skor digunakan sebagai sarana KIE yang mudah diterima, di ingat, di mengerti sebagai ukuran kegawatan kondisi ibu hamil dan menunjukkan adanya kebutuhan pertolongan untuk rujukan, sehingga berkembang perilaku untuk kesiapan mental, biaya dan transportasi ke RS untuk mendapatkan penanganan yang intensif. Lebih tinggi jumlah skor di butuhkan kritis penilaian atau pertimbangan klinis pada ibu risiko tinggi dan lebih intensif penanganannya.



PENYULUHAN KEHAMILAN / PERSALINAN AMAN-RUJUKAN TERENCANA
KEHAMILAN PERSALINAN DENGAN RISIKO
Jml
Skor Kel
Resiko Perawatan Rujukan Tempat Penolong
RDB RDR RTW
2 KRR Bidan Tidak di rujuk Rumah
Polindes Bidan
6-10 KRT Bidan/
Doktrer Bidan PKM Polondes/PKM/RS Bidan
Dokter
≥ 12 KRST Dokter RS RS Dokter

d. Penanganan
Untuk menghadapi kehamilan atau janin risiko tinggi harus di ambil sikap proaktif, dan berencana dengan upaya promotif dan preventif sampai pada waktunya harus di amnil sikap tepat dan cepat untuk menyelamatkan ibu dan bayinya atau hanya di pilih ibunya saja.
1). Penegakan diagnosis kehamilan dan janin dengan risiko tinggi adalah:
a). Melakukan anamnesis yang intensif (baik)
b). Melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
(1). Pemeriksaan laboratorium
(2). Pemeriksaan rontgen.
(3). Pemeriksaan USG
(4). Pemeriksaan lab yang di anggap perlu
2). Berdasarkan waktu, keadaan risiko tinggi ditetapkan pada :
a). Menjelang kehamilan
b). Saat hamil muda
c). Saat hamil pertengahan
d). Saat trimester III
e). Saat persalinan/pasca partus.
3). Pengawasan antenatal bertujuan untuk menegakkan secara dini resiko tinggi.
a). Apakah kehamilan berjalan dengan baik
b). Apakah terjadi kelainan bawaan pada janin
c). Bagaimana fungsi plasenta untuk tumbuh kembang janin
d). Apakah terjadi penyulit pada kehamilan
e). Apakah terdapat penyakit ibu yang membahayakan janin
f). Jika diperlukan terminasi kehamilan
(1). Apakah terminasi untuk menyelamatkan ibu
(2). Apakah janin dapat hidup di luar kandungan
(3). Bagaimana tehnik terminasi kehamilan sehingga tidak menambah penyulit ibu atau janin.
g). Kesanggupan memberikan pertolongan persalinan dengan memperhitungkan :
(1). Tempat pertolongan itu dilakukan
(2). Persiapan alat yang diperlukan untuk tindakan
(3). Kemampuan diri sendiri untuk melakukan tindakan
h). Sikap yang akan di ambil menghadapi kehamilan adalah:
(1). Kehamilan dengan resiko rendah dapat di tolong di tempat
(2). Kehamilan dengan resiko tinggi meragukan perlu pengawasan intensif
(3). Kehamilan dengan resiko tinggi perlu di rujuk.

4). Pengawasan antenatal untuk mengetahui secara dini keadaan risiko tinggi pada ibu dan janin dapat:
(1). Melakukan pengawasan yang lebih intensif
(2). Memberikan pengobatan sehingga ririko dapat dikendalikan
(3). Melakukan rujukan mendapatkan tindakan yang adekuat
(4). Segera merujuk untuk mendapatkan tindakan yang adekuat
(5). Segera melakukan terminasi kehamilan

5). Wanita akan mengalami risiko kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan paling kecil jika.
a). Menunda saat mulai berkeluarga hingga mereka mencapai umur paling sedikit 20 tahun.
b). Mempunyai anak tidak lebih dari empat.
c). Jarak kelahiran paling tidak 2 tahun.
d). Tidak mempunyai anak lagi setelah berumur 35 tahun. (Erica,1994:191)

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Depertemen Kesehatan RI.
Manuaba, IBG, dkk.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. EGC
Manuaba. IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Bidan. Jakarta. ECG
Manuaba, IBG. 2007. Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta. EGC
Royston, Erica, 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta. Binarupa Aksara.

Rochjati, Poedji. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya. Airlangga Universitas Press.
Wiknjosastro, H, 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

Meuthia. Ino, 2008 kehamilan resiko tinggi http/www.medicaltrol.com

Read More ..

LAPORAN KEGIATAN STUDY BANDING TIM KATARAK PT.ADARO INDONESIA KE RS MATA UNDAAN SURABAYA


A. PENDAHULUAN
Kegiatan study banding Tim katarak PT.Adaro Indonesia pada RS Mata Undaan Surabaya merupakan suatu bentuk kegiatan penambahan wawasan pengetahuan dengan melihat kesuatu tempat atau lokasi yang mempunyai kegiatan penanganan perawatan serta pelayanan medis mata yang lebih moder guna diambil manfatnya untuk meningkatkan mutu dan kemampuan petugas dalam melayani klien yang dilakukan pada tempat asal yaitu dalam kegiatan opersional Tim Katarak PT Adaro Indonesia di Kalimantan Selatan.
Pelaksanaan kegiatan study banding dimulai sejak tanggal 3 Pebruari 2010 sampai dengan 6 Pebruari 2010 yang dikuti 4 orang paramedic dan 1 orang tenga administrasi.





B. TENTANG RS MATA UNDAAN
SEJARAH (PERJALANAN EKSISTENSI) RS MATA UNDAAN
15 Oktober 1915
Atas prakarsa dr. A. Deutman lahirlah perhimpunan yang mengelola pengobatan mata untuk pribumi yang tidak mampu. Diketuai oleh dr. JF. Terburgh, seluruh kegiatan dilakukan di sebuah rumah yang sekarang menjadi Panti Werda Jl Undaan Kulon.

Nopember 1932
Dimulai pembangunan gedung Rumah Sakit Mata Undaan tepat bersebelahan dengan gedung Panti Werda.

29 April 1933
Rumah Sakit Mata Undaan pertama kali dibuka untuk umum di bawah pimpinan dr. A. Deutman sebagai Direktur hingga 1942.

1942-1946
Pada masa pendudukan Jepang semua kegiatan terhenti, karena situasi keamanan yang tidak memungkinkan.

8 Januari 1946
Rumah Sakit Mata Undaan kembali dibuka untuk umum, dipimpin oleh dr. IH. Go, keturunan Cina berkewarganegaraan Belanda. Beliau dibantu oleh dr. J. Ten Doesschate, seorang dokter wanita dari Belanda yang datang pada 1947.

Tahun 1950
Dengan diberhentikannya bantuan dana pemerintah, maka pengelolaan rumahs akit diambil alih Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata atau P4M yang merupakan nama baru dari perhimpunan yang lama.

Tahun 1968
dr. J. Ten Doesschatt kembali ke Belanda, sejak itu pengelolaan Rumnah Sakit Mata Undaan seluruhnya dilakukan oleh putra Indonesia di bawah pimpinan dr. Moh. Basuki, SpM. Pada saat itu Fakultas Kedokteran Unair sudah mulai menghasilkan dokter mata dan mulailah dikembangkan kerjasama dengan dimanfaatkannya fasilitas Rumah Sakit Mata Undaan sebagai salah satu Teaching Hospital hingga sekarang.

Desember 1994
dr. Moh. Basuki telah memasuki masa pensiun dan digantikan oleh dr. Moch. Badri, SpM sebagai Direktur RS Mata Undaan.

Tahun 1998
Rumah Sakit Mata Undaan mendapat setifikat AKREDITASI PENUH. Dengan demikian standar pelayanan yang dilaksanakan telah memenuhi standar rumah sakit bermutu.

Sampai tahun 2008
Menghadapi tantangan era globalisasi, RS Mata Undaan telah mampu melaksanakan pelayanan kesehatan mata tertier atau paripurna dengan membuka klinik subspesialisasi yang didukung oleh sebelas dokter spesialis mata yang berpengalaman dan ahli di bidangnya.
FISI MISI DAN TUJUAN RUMAH SAKIT MATA UNDAAN
a) Visi
Menjadi pilihan utama masyarakat dalam pelayanan kesehatan mata
b) Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan mata melebihi harap pasien dengan harga terjangkau
b. Membentuk SDM Rumah Sakit yang profesional, menguasai teknologi yang memedai, produktif, pembelajar, berintegritas, berkomitmen tinggi dan penuh dengan gagasan baru
c. Senantiasa melakukan penelitian guna meningkatkan dan mengembangkan pelayanan dan sumber daya organisasi
d. Turut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kwalitas pendidikan kesehatan mata
e. Membentuk Rumah Sakit yang ramah lingkungan
f. Peduli pada kesehatan mata masyarakat kurang mampu
c) Tujuan
1. Meraih kepercayaan masyarakat melalui upaya pelayanan kesehatan yang profesional, berintegritas tinggi, efektif, efisien dan melebihi kepuasan pelangan
2. Memiliki SDM yang berkualitas
FASILITAS
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang bermutu dan profesional RS Mata Undaan telah melakukan peremajaan baik fasilitas gedung, peralatan medis dan non medis serta peningkatan mutu SDM.
• Klinik Subspesialis dan penunjang diagnostik canggih. Berada di lantai 1 gedung baru dengan lobby dan ruang tunggu yang luas dan nyaman, dilengkapi apotik, optik dan mini cafetaria.
• Di lantai 2 terdapat ruang rawat inap Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III dengan ruang pemeriksaan paska operasi. Lantai 3 dipersiapkan untuk pengembangan ruang rawat sehari (One Day Care).
• Enam kamar operasi, masing-masing dengan mikroskop operasi, mesin phacoemulsifikasi dan CCTV serta ruang pemulihan, melayani tidak kurang dari 50 operasi besar dan kecil setiap hari.
• Ruang administrasi, perpustakaan dan manajemen terletak di lantai 2 dan ruang pertemuan di lantai 3 yang dilengkapi dengan CCTV dari kamar operasi untuk demo live surgery dan teaching.
• Pelayanan Poliklinik dengan 4 Slitlamp biomikroskop dan Automatic Refrakto Keratometri tetap menempati gedung lama. Berdekatan dengan ruang praktek dokter spesialis THT dan dokter spesialis jantung/penyakit dalam sebagai konsultan.
• Pelayanan 24 Jam dibuka untuk melayani keadaan darurat mata (UGD) tiap hari, sekalipun hari libur.

PELAYANAN MEDIS
Sebagai pusat rujukan di Indonesia Timur, RS Mata Undaan memberikan pelayanan pemeriksaan, penunjang diagnostik dan penanganan, baik medik, bedah, dan bedah laser. Tim dokter spesialis mata yang berpengalaman di bidangnya memberikan pelayanan kesehatan mata tingkat 3 (tertier) di bidang Katarak, Glaukoma, Kornea dan Penyakit Infeksi, Onkologi, Okulaplasti-Rekonstruksi, Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus, Vitreo Retina, Bedah Refraksi.

Katarak dan Fakoemulsifikasi
Operasi katarak tanpa jahitan dengan teknik fakoemulsifikasi terkini ("ozyl") sudah menjadi prosedur rutin. Sayatan yang diperlukan hanya 3 mm, dipasang lensa tanam (implant), tidak perlu suntikan anestesi, cukup dengan ditetesi saja. Waktu pemulihan cepat, tidak perlu rawat inap (One Day Care) dan hampir tidak ada pembatasan aktifitas penderita.
Tidak semua katarak bisa dikerjakan dengan fakoemulsifikasi, pada kasus tertentu bedah konvensional dengan sayatan kecil (SICS) dan ECCE masih dikerjakan. Tersedia juga fasilitas YAG Laser untuk mengatasi katarak sekunder.

Glaukoma
Penting! Deteksi dini glaukoma dapat mencegah kebutaan permanen. Pemeriksaan tekanan bolamata tanpa sentuh (Non Contact Tonometri), Goldmann Aplanasi, pemeriksaan syaraf optik dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan evaluasi lapang pandang dengan Automatic Humphrey Visual Field Analyser (HFA) dapat dilakukan setiap saat diperlukan. Alat ini juga membantu diagnosa dan analisa progresifitas penyakit pada kasus Neurooptalmologi. Bahkan tidak sedikit adanya tumor atau kelainan lain di otak dapat terdeteksi dengan alat ini.
Fasilitas bedah laser untuk pengobatan glaukoma juga tersedia Laser Trabekuloplasty, Laser Iridotomi, dan Laser Iridoplasty hanya dalam hitungan menit, tanpa pisau tanpa rasa apapun.

Onkologi, Okuloplasti dan Rekonstruksi
Bidang onkologi, rekonstruksi, dan okuloplasti mata juga menjadi bagian layanan RS Mata Undaan. Kelainan kelopak mata, gangguan saluran air mata untuk tujuan kosmetik maupun rekonstruksi karena kelainan bawaan, paska trauma atau penyakit tumor dan keganasan pada mata, mampu ditangani dengan baik.

Vitreo Retina
Pengobatan penyakit retina akibat komplikasi kencing manis, proses penuaan, bayi prematur, robekan atau lepasnya retina akibat myopia atau trauma dengan teknologi laser telah mampu dilakukan. Bedah Vitreo Retina dengan Endo Laser Photocoagulasi, bahkan penggunaan Photo Dynamic Theraphy (PDT) pada ARMD (Age Related Mocular Degeneration), Injeksi Anti VEGF Intravitreal sudah menjadi hal rutin yang banyak dikerjakan oleh tim bedah Vitreo Retina.
Untuk penunjang diagnostik yang lebih akurat Fundus Fluorescent Angiography (FFA) dengan teknologi imaging serta Optical Coherence Tomography (OCT) terbaru yang mampu mendeteksi kerusakan retina lapis demi lapis.

Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus
Memberikan pelayanan masalah mata pada anak-anak. Pemeriksaan Diagnostik dan penanganan strabismus (juling) pada anak-anak maupun dewasa dengan pembedahan atau non-bedah diberikan secara komprehensif.

Bedah Refraksi
Bekerjasama dengan beberapa dokter spesialis mata Surabaya, pada awal 2004 RS Mata Undaan mendirikan Surabaya Advance LASIK Centre (SALC). Dengan mesin Laser generasi terakhir Star S.4 dengan teknologi Wavefront dari VISX, mampu melakukan Conventional LASIK, Wavefront Guided LASIK (Custom Vue Lasik). Tissue Saving Lasik dan Custom Vue Surface Ablation (PRK).
Bedah refraksi lain; Refractive Lens Exchange (RLE); Phacic IOL juga menjadi bagian layanan bagi mereka penderita myopia, hypermetropia, dan astigmatism yang ingin bebas dari kaca mata atau lensa kontak.
TARIF RAWAT INAP RS.MATA UNDAAN
KELAS SUPER VIP Rp. 750.000,-
Fasilitas :
• 1 buah tempat tidur pasien (elektrik) dan 1 buah tempat tidur penunggu
• 1 set meja makan
• 1 unit sofa
• 1 unit TV berwarna
• 1 unit intercom
• 1 unit lemari TV
• 1 unit lemari
• 1 unit AC
• Kamar mandi / WC didalam
• Air Panas
• Kulkas

KELAS VIP Rp. 600.00,-
Fasilitas :
• 1 buah tempat tidur pasien (elektrik) dan 1 buah tempat tidur penunggu
• 1 unit sofa
• 1 unit TV berwarna
• 1 unit intercom
• 1 unit lemari TV
• 1 unit lemari
• 1 unit AC
• Kamar mandi / WC didalam
• Air Panas

KELAS I Rp. 500.000,-
Fasilitas :
• 1 buah tempat tidur pasien dan 1 buah sofa
• 1 unit TV berwarna
• 1 unit lemari
• 1 unit AC
• Kamar mandi / WC didalam
• Air panas

KELAS II Rp. 250.000,-
Fasilitas :
• 1 buah tempat tidur dan 1 buah kursi
• 1 Unit Lemari
• 1 Unit AC
• Kamar Mandi / WC didalam
KELAS III A / One Day Care ( ± 2 Jam ) Rp. 150.000,-
Fasilitas :
• 1 Buah Tempat Tidur Pasien
• 1 Unit Lemari
• 1 Unit AC
• Kamar Mandi / WC didalam

KELAS III Rp. 80.000,-
Fasilitas :
• 1 Buah Tempat Tidur Pasien
• 1 Lemari Kecil
• Kamar Mandi / WC diluar

PELAYANAN & TARIF RAWAT JALAN RS.MATA UNDAAN
Jenis Rawat Jalan Jam Peraktek Tarif
Poliklinik Senin - Kamis : 07.00 - 11.30 WIB Rp. 30.000,-
Senin - Kamis : 11.30 - 13.00 WIB Rp.50.000,-
Jum'at : 07.00 - 11.00 WIB Rp.30.000,-
Sabtu : 07.00 - 12.00 WIB Rp.30.000,-

VIP / RJK Senin - Kamis : 07.00 - 12.30 WIB Rp.125.000,-
Jum'at - Sabtu : 07.00 - 11.00 WIB Rp.125.000,-

IGD / Pasien Pribadi Senin - Kamis : 12.30 - 16.00 WIB Rp.115.000,-
Jum'at - Sabtu : 11.00 - 16.00 WIB Rp.115.000,-

Konsultasi Senin - Kamis : 07.00 - 12.30 WIB Rp.125.000,-
Jum'at - Sabtu : 07.00 - 11.00 WIB Rp.125.000,-

Pasien Khusus Senin - Sabtu : 16.00 - 20.00 WIB Rp.125.000,-

C. HASIL KEGIATAN STUDY BANDING
1. Diperoleh Protap bagaimana memutung bulu mata sebelum operasi
2. Diperoleh Protap perawatan
3. Diperoleh keterampilan menggunakan alat biometri
4. Diperoleh keterampilan menggunakan alat refaksi mata.
Protap-protaf terlampir


D. PENUTUP
Demekian laporan ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan dapat bermanfaat bagi semua.

Read More ..

LAPORAN KEGIATAN PEMANTAUAN PHBS PUSKESMAS AMUNTAI SELATAN TAHUN 2010


A. Pendahuluan
Sehat adalah karunia Tuhan yang harus disyukuri, sebab dengan kesehatan segalanya akan tampak indah tanpa kesehatan segalanya akan sia-sia. Kondisi sehat dapat dicapai bila mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga, tempat kerja, tempat-tempat umum, intitusi kesehatan dan sekolah.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang / keluarga atau suatu institusi dan masyarakat dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
Dalam rangka penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat maka diperlukan suatu kegiatan yang menunjang perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas Amuntai Selatan adalah Survey / Pementauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di masyarakat.

B. Tujuan
Secara umum tujuan yang diharapkan dari kegiatan ini adalah diketahuinya indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang sudah terlaksana di masyarakat / sasaran survey. Selain itu terlaksana upaya promosi kesehatan/penyuluhan tentang PHBS tersebut.


C. Sasaran
1. Tatanan Rumah Tangga Tingkat Desa : Desa Keramat Kec.Amuntai Selatan
2. Tempat-Tempat Umum : Mesjid Al Mu’awwanah Desa Mamar dan Mesjid Rasyidiyah Desa Telaga Selaba Kec.Amuntai Selatan.
3. Tatanan Sekolah : SDN Telaga Selaba dan MTsN Amuntai Selatan Kec.Amuntai Selatan
4. Tempat Kerja :
- Kantor Pemerintahan Kec.Amuntai Selatan
- Kantor KUA Kec. Amuntai Selatan
- Kantor UPT Diknas Kec.Amuntai Selatan
- Kantor UPT Balai Penyuluhan Kec. Amt. Selatan
- Kantor BPR Kec.Amuntai Selatan
5. Institusi Kesehatan : Pustu Panyiuran dan Pustu Jumba Kec. Amuntai Selatan

D. Waktu Pelaksanaan

1. Survey PHBS Tatanan Sekolah : 10 dan 21 Januari 2010
2. Survey PHBS Tatanan Rumah Tangga tingkat desa : 8 Pebrauari 2010
3. Survey PHBS Tempat-tempat Umum : 15, 16 8ebruari 2010
4. Survey PHBS Tempat Kerja : 8 - 12 Maret 2010
5. Survey PHBS Institusi Kesehatan : 15, 16 Maret 2010

E. Petugas
Petugas yang melaksanakan survey adalah petugas yang pernah dilatih pelaksanaan kegiatan Survey PHBS. Untuk Puskesmas Amuntai Selatan adalah :
1. Dina Mariani
2. Jamilah


F. Hasil Survey

1. Tatanan Rumah Tangga
Permasalahan yang muncul dari hasil pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di desa Keramat Kecamatan Amuntai Selatan adalah :
a. ASI Eksklusif : 38 %
b. Tidak Merokok : 52,38 %
c. Jamban Sehat : 67,14 %
d. Air Bersih : 73,33 %
e. Aktivitas fisik/olah raga : 79,05 %
f. Makan Buah dan sayur : 84,76 %
g. Cuci tangan pakai sabun : 93,81 %
h. Persalinan, Menimbang bayi , memberantas jentik :100 %

Klasifikasi PHBS tingkat rumah tangga terdiri dari :
a. Klasifikasi I : 9,05 %
b. Klasifikasi II : 44,8 %
c. Klasifikasi III : 39 %
d. Klasifikasi IV : 7,14 %

Klasifikasi PHBS tingkat desa berada pada klasifikasi desa I yaitu dari pemantauan 210 kk di desa keramat yang memenuhi ketentuan kriteria PHBS sebagian besar hanya memilih 4 – 6 dari 10 kriteria PHBS yang dilakukan pemantauannya atau , 25 % KK mencapai klasifikasi IV.

2. Tempat-tempat Umum
Dari 6 kriteria indikator PHBS yang dipantau Mesjid Al Mu’awwanah desa Mamar tidak didapati adanya tempat sampah, sedangkan Mesjid Rasyidiyah Desa Telaga Selaba memenuhi ke 6 kriteria tersebut.

3. Tatanan Sekolah
Dari kedua sekolah yang dilakukan Survey PHBS tidak ditemukan adanya kantin sekolah dan tidak melaksanakan kegiatan penimbangan setiap 6 bulan sekali. Untuk 8 indikator yang di survey hanya 6 indikator terpenuhi.

4. Tempat Kerja
Permasalahan yang ditemukan :
Kantor Kec. Amuntai Selatan tidak mempunyai kantin sendiri dan merokok ditempat kerja
Kantor KUA Tidak Mempunyai Jamban Sehat dan sarana air bersih dan kantin sendiri
Kantor UPT Diknas Kec.Amuntai Selatan tidak mempunyaikantin sendiri
Kantor UPT Balai Penyuluhan Pertanian Kec.Amuntai Selatan Tidak mempunyai jamban , tidak mempunyaikantin sendiri
Dari ke lima tempat kerja hanya kantor BPR kecamatan Amuntai Selatan yang memenuhi 8 indikator PHBS yang di pantau.

5. Institusi Kesehatan
Tidak ditemukan permasalahan pada ke dua institusi kesehatan yang dilakukan
pemantauan


I. Penutup

Demikian laporan kegiatan pemantauan dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Read More ..

Narkoba Menghancurkan Cita-cita Generasi Muda Indonesia

M.Yamani,SKM
a. Latar Belakang
Ditinjau dari sisi dan sudut mana pun penyalahgunaan Narkoba oleh Masyarakat terutama remaja akan berdampak negatif, baik dari segi keperibadian, keluarga, pergaulan dan lingkungan dalam hal ini masyarakat secara umum akan merasakan dampak akibat dari penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja. Di Indonesia sendiri berdasarkan dari data BNN tercatat hingga tahun 2010 sudah lebih dari 30jt masyarakat Indonesia menggunakan narkoba dan parahnya lagi 70% dari pengguna narkoba itu adalah para remaja.
Yang tidak kalah pentingnya tentang penyalahgunaan narkoba ini adalah bermunculannya penyakit-penyakit yang sangat berbahaya baik yang menyerang system saraf maupun organ tubuh kita. Dan salah satu penyakit yang muncul akibat dari penyalahgunaan narkoba yang hingga saat ini belum ada obatnya adalah HIV/AIDS, dimana dari data direktorat kesehatan jiwa masyarakat menyatakan bahwa 10% - 40% penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan jarum suntik bergantian positif mengidap penyakit HIV/AIDS.
Di Amuntai sendiri khususnya di Kecamatan Amuntai Selatan ada indikasi baik dari para orang tua maupun remaja terjadi penyalahgunaan narkoba dengan cara mengoplos atau mencampun minuman energi dengan alkohol maupun obat-obatan yang dalam bahasa kampong sering disebut molek. Hal ini dapat memabukkan atau membahayakan bagi kesehatan serta dapat menyebabkan kematian bagi yang menggunakannya.
Bertolak dari data yang ada maka kami dari tim promosi kesehatan puskesmas amuntai selatan berinisiatif untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba kepada para pelajar SLTP/MTs dan SLTA/MA sekecamatan amuntai selatan yang bekerja sama dengan polsek amuntai selatan untuk menyampaikan betapa bahayanya narkoba bagi mereka, baik dari segi kesehatan dan juga dari aspek hukum.

b. Tujuan Kegiatan
Kegiatan penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang narkoba baik bahayanya dari segi kesehatan maupun dari segi hukum sehingga pelajar dapat menyampaikan atau memberikan informasi baik kepada keluarganya, teman sebaya maupun lingkungan tempat tinggalnya tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
c. Hasil Kegiatan
Dari pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan di sekolah SLTP/MTs dan SLTA/MA sekecamatan amuntai selatan banyak pertanyaan-pertanyaan dari pelajar mulai dari asal usul narkoba, penggunaan atau peruntukan dari narkoba, proses narkoba hingga dapat menimbulkan kecanduan dan penyakit, rehabilitasi dari pecandu narkoba, tata cara pencegahan agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, masalah hukum bagi pengguna dan pengedar narkoba. Dan dari kesemuanya ini rata-rata dari pelajar berkomitmen untuk memberikan informasi tentang narkoba yang diperoleh dari hasil penyuluhan baik bagi keluarganya, teman sebaya dan lingkungan tempat tinggal mereka.

Read More ..

LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN REMAJA PUSKESMAS AMUNTAI SELATAN



A. Pendahuluan

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10 s/d 19 th Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa. Sebaliknya jika usia remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka ia masih digolongkan dalam kelompok remaja
Anak sekolah tingkat SLTP/SLTA memasuki usia remaja di mana pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual dengan permasalahan-permasalahan yang begitu komplek.
Oleh sebab itu masa remaja merupakan tahap penting dalam siklus kehidupan manusia. Dikatakan penting karena merupakan peralihan dari masa anak yang sangat tergantung kepada orang lain ke masa dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab.
Di samping itu, masa ini juga mengandung resiko akibat suatu masa transisi yang selalu membawa cirri-ciri tertentu, yaitu kebimbangan, kebingungan dan gejolak remaja seperti masalah seks, kejiwaan dan tingkah laku eksprimental ( selalu ingin mencoba)
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diadakan kegiatan penyuluhan untuk memberikan pengetahuan tentang remaja dan permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan.


B. Tujuan
Secara umum tujuan yang diharapkan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan kepada siswa tentang kesehatan remaja.

C. Sasaran
Sasaran dari kegiatan penyuluhan ini adalah siswa-siswi MAN 3Amuntai Selatan, MTsN Amuntai Selatan, MTsS As-Salam Mamar, SMPN1Kota Raja, SMPN 3 Kayakah, SMPN 4 Simpang 4, MTsS Nurul Hidayah Kota Raja, MTsS Panyiuran, SMPN 2Banyu Hirang.

D. Tempat, Waktu Pelaksanaan dan Jumlah Peserta

1. MAN 3 Amuntai Selatan : 4 April 2011 : 25 siswa
2. MTsN Amuntai Selatan : 5 April 2011 : 40 siswa
3. MTsS As-Salam Mamar : 6 April 2011 : 20 siswa
4. SMPN 1Kota Raja : 9 April 2011 : 25 siswa
5. SMPN 3 Kayakah : 11 April 2011 : 36 siswa
6. SMPN 4 Simpang Empat : 12 April 2011 : 40 siswa
7. MTsS Nurul Hidayah Kota Raja : 18 April 2011 : 40 siswa
8. MTsS Panyiuran : 25 April 2011 : 25 siswa
9. SMPN 2 Banyu Hirang : 26 April 2011 : 33 siswa

E. Petugas
1. H.Mahyuliansyah, S.Kep
2. Muhammad Yamani, SKM
3. Noor Afyati Rahmi, SKM

F. Materi Penyuluhan
1. Remaja dan permasalahannya
2. Peran siswa dalam menanggulangi masalah kesehatan remaja
3. Puskesmas Peduli Remaja

G. Hasil
Siswa mengerti tentang remaja dan permasalahannya dan bersedia melakukan / berperan dalan upaya mengatasi permasalahan kesehatan remaja.


I. Penutup

Demikian laporan kegiatan penyuluhan dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya

Read More ..

Konseling dan Tekniknya


Konseling ?
Hampir sama dengan curhat
Bisa dilakukan antar orang yang sudah kenal
Bisa juga dengan orang yang baru kenal, tapi klien percaya pada konselor
Jenis masalahnya macam-macam
Ada cara/tekniknya menjadi konselor
Jadi, ada orang curhat / klien, ada masalah, dan ada yang dicurhati / konselor

Unsur-Unsur Dalam Konseling
Sebuah proses
Hubungan baik / sejajar antara klien dan konselor
Kegiatan yang bertujuan
Penggalian dan pemahaman masalah
Upaya pemberian bantuan dan dukungan pribadi
Bersama menyusun alternatif pemecahan masalah
Konseling seksualitas remaja : proses pemberian bantuan dari konselor kepada klien / pada sekelompok orang yang memiliki masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi sesuai dengan umur dan permasalahan, perkembangan fisik dan mental pada masa pubertas. Misal : masalah seputar pacaran, perilaku seks, KTD, dsb.



Permasalahan remaja ?
Pacaran, rebutan pacar
Narkoba
Menstruasi
“Body image”
Konflik dengan orang tua
Interaksi sosial
Hubungan seks, MBA
Pernikahan / kawin muda
Kerja
Pendidikan, dll

Siapa saja yang bisa jadi konselor ?
Pelajar, mahasiswa
Tua, muda
Orang kaya, orang miskin
Laki-laki, perempuan
Jadi siapa saja dan dari kalangan manapun, yang terpenting dia punya minat membantu orang lain serta sudah punya pengetahuan tentang teknik konseling

Dimana konseling dilakukan ?
Di rumah konselor
Di rumah klien
Di taman
Di puskesmas, dll
Intinya : klien merasa tenang, enak, kerahasiaan bisa terjamin, tidak ada gangguan
Setting ruangan seperti apa?
Ruangan bernuansa remaja
Duduknya tidak harus dibatasi dengan meja
Bisa berkelompok (dengan cara melingkar)
Duduk bersebelahan / sejajar dengan klien
Intinya : suasana santai, akrab, bersahabat, dan memberi rasa aman pada klien

Konselor seperti apa yang dibutuhkan remaja ?
 Memiliki pengetahuan, wawasan, dan keterampilan komunikasi yang baik
 Non diskriminatif
 Tidak bias jender
 Berpihak pada remaja
 Empati
 Non judgemental ---- tidak menilai / mengadili klien
 Bersedia membuka diri dan menerima orang lain serta mau mengembangkan diri (belajar dari orang lain)
 Tulus
 Bisa menjaga rahasia

Persyaratan seorang konselor
Memiliki pengetahuan tentang konseling secara benar
Punya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja
Punya minat untuk membantu orang lain
Sensitif terhadap perubahan dan kesulitan yang dialami remaja / orang lain
Terampil dalam berkomunikasi (verbal dan non verbal)
Mampu menjadi pendengar yang baik
Tidak merasa diri lebih tinggi
Terbuka ---- jujur
Tidak memasukkan nilai konselor --- tidak bias
Hambatan Yang Sering Dialami Konselor :
Pengetahuan dan keterampilan
Pandangan kolot
Usia dan pengalaman
Kebudayaan, bahasa, dan agama
Sifat-sifat pribadi

Komunikasi Non Verbal Yang Perlu Diperhatikan
Kontak mata
Sikap tubuh terbuka
Menghadapi klien dengan tulus
Intonasi dan vokalisasi
Gerakan tubuh dan postur tubuh

Jenis Komunikasi Yang Perlu dihindari
Menggurui/berkhotbah
Menghakimi/mencela
Memberi cap/penilaian pada orang pada remaja / klien
Mengalihkan percakapan
Memberi nasehat
Menganalisa dengan cara menggurui
Keterampilan mikro
Menghadapi klien dengan bertatap muka, boleh juga disebelahnya
Postur perlu terbuka, tangan tidak boleh bersedekap, kaki tidak boleh ditumpangkan
Membungkuk ke klien, wajah biasanya mendekat
Menatap mata klien, boleh mengalihkan pandangan kadang-kadang saja tetapi perhatian harus tetap pada klien
Santai

Cara efektif untuk menggali masalah lebih dalam :
Jangan membrondong klien dengan pertanyaan
Bertanyalah dengan tujuan tertentu
Bertanya dalam bentuk terbuka bukan memberikan pilihan jawaban
Fokus pada klien

KOMUNIKASI DALAM KONSELING
Kehangatan :
 56% nada suara
 37% bahasa tubuh
 7% kata-kata (berbicara)
 Empati
 Respek

Sumber : Materi Pelatihan Konseling RemajaTingkat Kab.Hulu Sungain Utara Tahun 2010

Read More ..

Senin, 18 Juli 2011

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Konsep Alat Pencernaan Makanan Dengan Menggunakan Media Gambar

Oleh : Nor Alimah,S.Pd

A. Hakekat Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai upaya perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sesuatu yang dimaksud adalah objek atau materi atau informasi yang dipelajari.
Salah satu prinsip dalam mengaktifkan siswa dalam belajar adalah “menemukan”. Prinsip yang dimaksud adalah guru sebenarnya tak perlu menjejalkan seluruh informasi kepada siswa. Berilah kesempatan pada mereka untuk mencari dan menemukan informasi tersebut. Informasi yang disampaikan guru hendaknya yang bersifat mendasar dan memancing siswa untuk menggali informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
Menurut Universitas Malang (2000:43), hakikat belajar atau learning adalah bagaimana mengarahkan para siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya dan cara-cara bagaimana belajar. Dengan demikian fungsi guru disini adalah menanamkan aktivitas siswa agar memiliki keterampilan untuk terbiasa menemukan sumber informasi secara mandiri atau kelompok.
B. Hasil Belajar
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajar. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulangan-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain.
Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Kebiasaan belajar dibagi ke dalam dua bagian, yaitu Delay Avoidance (DA), dan Work Methods (WM). DA menunjuk pada ketetapan waktu penyelesaian tugas-tugas akademis, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan tertundanya penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu konsentrasi belajar. Sedangkan WM menunjukkan kepada pengguna cara (prosedur) belajar yang efesien dalam mengerjakan akademik dan keterampilan belajar.
Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka melakukan kegiatan belajar, sebabnya ialah karena kebiasaan mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habit sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan. Hal itu disebabkan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar.
Rustiyah (2001:21) sesuai dengan Law of effect dalam belajar, perbuatan yang menimbulkan kesenangan cenderung untuk diulang. Oleh karena itu tindakkan kebiasaan bersifat mengukuhkan (reinforching).
Sumadi Suryabrata (1990:35) mengatakan hasil belajar yang efesien dalah dengan usaha yang sekecil-kecil memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi perkembangan individu yang belajar. Mengenai cara belajar yang efesien, belum menjamin keberhasilan dalam belajar. Yang paling penting siswa mempraktikkannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan, baik di dalam maupun diluar kelas.
Gagne (1985) dan Bandura (1986) (dalam Bambang (2004:117) mengatakan bahwa hasil belajar siswa (the out come of learning) yang berupa perkembangan kemampuan dan keterampilan siswa akan ditentukan oleh hasil interaksi anatara kondisi internal belajar (internal conditions of learning) siswa yang berupa kondisi dan proses kognitif (the larner’s internal states and coqnitive processe) dengan kondisi eksternal belajar (external conditions of learning) yang berupa stimulus lingkungan (stimuli from the environment).
Prestasi belajar rendah akan dapat ditingkatkan apabila proses belajar yang dilakukan guru mampu meningkatkan motivasi, kemauan, daya serap dan tingkat konsentrasi siswa. Ini akan terjadi apabila dalam proses belajar siswa memperoleh pengetahuan secara bertahap sebagaimana halnya model stuktur pengetahuan itu terbentuk, yaitu mulai dari fakta, konsep dan akhirnya ke generalisasi dan atau teori (Savege and Amstrong, 1996; Numan Sumantri, 2001:132).
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000:24).

C. Hakekat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan denga cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, kosep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekannkan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Czrin dan Sund (1993) dalam (BNSP, 2007), mendefinisikan IPA sebagi “ pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujukpada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan hakikat IPA meliputi empat unsur utama ,yaitu :
1. Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,makhluk hidup, serta berhubungan dengan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar ; IPA bersifat open ended.
2. Proses : prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah ; metodeilmiah meliputi penyususnn hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3. Produk : berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
4. Aplikasi : penerapan metodeilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

D. Media Gambar.
Gambar diam/mati ini adalah gambar-gambar yang disajikan secara fotografik atau seperti fotografik, misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat atau objek lainnya yang ada kaitannya dengan bahan/isi pelajaran yang disampaikan pada siswa. Gambar diam ini ada yang tunggal dan ada juga yang berseri, yaitu sekumpulan gambar diam yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Media gambar yang dumaksudkan bertujuan untuk mengenalkan nama-nama dalam pelajaran IPA. Gambar-gambar tersebut dapat dijadikan alat bantu untuk memahami topik pembelajaran. Disamping itu, gambar-gambar tersebut juga dapat ditujukan untuk menstimulasi kegiatan berbicara dan menulis permulaan.
Wujud media gambar ini berukuran kecil 5 X 5 cm dan besar 20 X 20 cm. Ada yang memiliki warna asli sesuai dengan warna benda nyatanya dan ada yang hanya hitam putih saja.
Gambar-gambar benda tersebut dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya, misalnya klasifikasi binatang piaraan, klasifikasi alat tulis, klasifikasi mebeler dan lain-lain. Apabila diperlukan penampilan gambar masing-masing klasifikasi maka dapat ditempatkan dalam kotak. Selanjutnya semuanya akan ditampung dalam satu kotak besar, yang di dalamnya terdapat kotak-kotak kecil.
Adapun kegunaan media gambar benda dapat digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan berikut :
1. Pengenalan nama-nama benda mati dan benda hidup dalam bahasa Inggris, diiringi dengan ucapan guru dan bisa juga bersama tulisannya.
2. Pengulangan pembelajaran nama-nama tersebut lewat permainan.
3. Menciptakan suasana yang menarik dalam kelas.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan media gambar diam ini, yaitu :
1. Dapat menterjemahkan ide/gagasan yang sifatnya abstrak menjadi realistik.
2. Banyak tersedia dalam buku-buku, majalah, surat kabar, kalender dansebaginya.
3. Mudah menggunakannya dan tidak memerlukan peralatan lain.
4. Tidak mahal, bahkan mungkin tanpa biaya
5. Dapat digunakan pada setiap tahap pembelajaran dan semua pelajaran/disiplin ilmu.
Sedangkan keterbatasan dari media gambar diam ini terkadang ukuran gambarnya terlalu kecil jika digunakan dalam satu kelas, hanya berupa dua dimensi dan tidak bisa menimbulkan kesan gerak.
Secara umum dari beberapa fungsi media pembelajaran dapat mempercepat proses belajar. Fungsi ini mengandung arti bahwa dengan media pembelajaran siswa dapat menangkap tujuan dan bahan ajar lebih mudah dan dan lebih cepat. Fungsi lain yaitu untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar. Pada umumnya hasil belajar atau prestasi belajar siswa dengan menggunkan media pembelajaran dan salah satunya dengan media gambar akan tahan lama mengendap sehingga kualitas pembelajaran memiliki nilai yang tinggi. Media pembelajaran juga dapat meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir secara lebih realistik.
Daftar Pustaka
Bambang Sahono, Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar IPA, Studi Eksperimen pada Peserta didik kela V SD di Kota Bengkulu, Jurnal Pendidikan, Triadik, 2004, Bengkulu
Depertemen Pendidikan dan kebudayaan, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung: P2LPTK IKIP Bandung, 1990, Bandung
Gagne Robert M, (Dalam Widya Tama, Jurnal Pendidikan 2005) The Condition of Learning, Scond Edition, New York: Halt Sunders. International Edition, 2004 Semarang
Hopkins, D. (dalam Widya Tama Jurnal, 2005). A Teacher Guide to Classroom Research, Philadelpia. Open University Press. 1992
Universitas Malang, (dalam National Science Education Seminar) State University of Malang (UM), 2000. Malang
Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Widya Tama Jurnal,) classroom actoin research, 2005, Semarang.
Pusat Kurikulum, Kurikulum SD 2006, Jakarta.
Roestiyah N.K. Strategi Belajar Mengajar, Rieneka Cipta, 2001, Jakarta.
Savege and amstrong, 1996 (dalam Numan Sumantri), Terjemahan, Efektif Elementry Social Studies, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Jakarta.
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengejar, PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Jakarta.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. Universitas Gajah Mada, CV. Rajawali, 1990, Jakarta.
Wardah Nurul. Meningkatkan Hasil Belajar IPA Konsep Rangka Melalui Pengguaan Bahan Manipulatif di Kelas IV SDN Keraton 4 Martapura, Universitas Terbuka Program S1 PGSD, 2009, Banjarmasin
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, 1998, Bandung.
Winataputra, MA, H. Udin, Drs, dkk.(1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Departemen .Pendidikan dan Kebudayaan.

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, PT. Bigraf Publishing, 2000, Yogyakarta.

Read More ..

Minggu, 17 Juli 2011

PEMERIKSAAN FUNGSI MATA

I. ANATOMI MATA



II. STRUKTUR DAN FUNGSI MATA
A. Struktur mata bagian luar.
1. Sclera
Sclera menutup 4/5 dari bola mata, merupakan lapisan jaringan ikat protektif membentuk bagian putih pada mata, di bagian anterior dan membentuk kornea.

2. Kornea
Bagian transparant, tidak ada vaskularisasi, bentuk melengkung, terletak 1/5 bagian depan mata dan berperan dalam kemampuan refraktif mata.

3. Konjungtiva
Menutup bagian anterior dari sclera dan bagian posterior dari kelopak mata, mengandung sel goblet yang mensekresi cairan untuk meminyaki / pelumas mata.

4. Otot – otot luar
Terdapat 6 otot ekstra okuler yang masing – masing diatur oleh nerves ke III ( Okulomotorius ), nerves ke IV ( Troclearis ) dan nerves ke VI ( Abdusen ) antara lain :

a. Otot rectus superior ( N III )
b. Otot rectus lateralis ( N VI )
c. Otot rectus inferior ( N III )
d. Otot rectus medial ( N III )
e. Otot oblique inferior ( N III )
f. Otot oblique superior ( N IV )
Otot otot tersebut berfungsi mengatur atau mengontrol, membuka dan menutup mata.

5. Alat – alat lainnya seperti : alis mata, palpebra, bulu mata, kelenjar airmata.


B. Struktur Mata Bagian Tengah
1. Koroid
Mencegah berhamburnya berkas cahaya di mata, mengandung pembuluh darah yang memberi makanan pada retina membentuk badan siliar dan iris.

2. Badan Siliar
Membentuk aques humour dan mengandung badan siliar

3. Iris
Bentuk melingkar mengelilingi pupil dan berfungsi mengubah ukuran pupil dengan berkontriksi dan menentukan warna mata.

4. Lensa Mata
Berbentuk oval, transparan, elastis, dipegang oleh badan siliar dan berfungsi menghasilkan kemampuan refraktil yang bervariasi selama akomodasi.




C. Struktur Mata Bagian Dalam
1. Retina
Terdapat sel-sel saraf, sel kerucut, sel batang dan membrane epithelium, berfungsi mentransfer impuls ke otak. Sel batang untuk penglihatan gelap dan sel kerucut untuk penglihatan terang.

2. Vitrous Humour
Membantu mempertahankan bentuk mata yang bulat.

3. Fovea
Mengandung konsentrasi yang tinggi pada sel kerucut untuk warna dan penglihatan terang.



III. AKOMODASI
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung dan mencekung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar.
Proses Akomodasi
1. Daya bias meningkat dan badan siliar berkontraksi, lensa mencembung sehingga fokus jatuh tepat diretina.
2. Dipengaruhi oleh kekuatan lensa untuk mencembung dan mencekung secara maksimal oleh kontraksi otot siliar








IV. PEMERIKSAAN MATA
a. Pemeriksaan Buta Warna ( Tes Ishihara )
1) Tujuan
Tes ini dilakukan untuk memeriksa buta warna seseorang.

2) Landasan
Pada retina terdapat 3 sel kerucut yang rentan terhadap salah satu warna primer, sehingga bila terdapat gangguan pada sel kerucut tersebut akan terjadi gangguan penglihatan warna, kerusakan retina mulai sel bipolar sampai ganglion genikulatum lateral akan mengakibatkan gangguan warna merah dan hijau, sedangkan kerusakan neurosensoris mengakibatkan gangguan melihat warna terutama warna biru dan kuning.
Tes Ishihara berupa gambar-gambar Pseudoisokromatik yang disusun oleh titik dan kepadatan warna berbeda sehingga orang normal dapat mengenal gambar atau angka yang disusun oleh titik tersebut. Gambar titik terdiri atas warna primer dengan dasar warna yang hampir sama atau abu-abu. Titik disusun akan menghasilkan pola dan bentuk tertentu oleh orang tanpa kelainan persepsi warna. Buta warna lebih banyak laki-laki dari pada perempuan karena gen pembawa sifat terdapat pada laki-laki sehingga disebut carier.

3) Alat dan bahan
Gambar-gambar Pseudoisokromatik
Jam ( jika diperlukan ).

4) Tehnik
 Dengan penerangan tertentu kartu Ishihara disinari.
 Klien disuruh melihat kartu tersebut dan menyebutkan gambar atau angka yang terlihat.
 Klien diminta melihat dan menyebutkan gambar atau angka tidak lebih dari 10 detik.

5) Penilaian
Bila lebih dari 10 detik berarti terdapat kelainan penglihatan warna
Buta warna merah hijau terdapat atrofi saraf optik, toksik optikneuropati, dengan pengecualian neuropati iskemi, glaucoma atrofi optic yang memberikan gangguan penglihatan biru kuning. Buta warna biru kuning terdapat pada Retinopati Hipertensif, Retinopati Diabetik dan degenerasi macula senile dini. Degenerasi macula Stargardts dan fundus lamikulatus memberikan gangguan penglihatan warna merah-hijau.

Petunjuk Pengisian Gambar
No. 1 : Semua orang baik normal atau buta warna dapat membaca dengan benar angka 12. Bagian ini biasanya digunakan pada awal test.
No. 2 : Pada orang normal terbaca “ 8 “ dengan defesiensi merah-hijau “ 3 “
No. 3 : Pada orang normal terbaca “ 5 “dengan defesiensi merah-hijau “ 2 “
No. 4 : Pada orang normal terbaca “ 29 “dengan defesiensi merah-hijau “ 70 “
No. 5 : Pada orang normal terbaca “ 74 “dengan defesiensi merah-hijau “ 21 “
No. 6 – 7 : Pada orang normal dapat membaca dengan benar tetapi pada orang dengan defesiensi merah hijau, susah atau tidak dapat membacanya.
No. 8 : Pada orang normal dengan jelas “ 2 “ tetapi bagi defesiensi merah-hijau tidak jelas.
No. 9 : Pada orang normal susah atau tidak terbaca tetapi kebanyakan pada orang dengan defesiensi merah hijau melihat “ 2 “.
No.10 : Pada orang normal angka terbaca “ 16 “ tetapi bagi defesiensi merah hijau tidak dapat membaca.
No.11 : Gambar garis yang melilit diantara 2 xs. Pada orang normal, dapat mengikuti garis ungu-hijau. Tetapi pada orang buta warna tidak dapat mengikuti atau dapat mengikuti tapi berbeda dengan orang normal.
No.12 : Pada orang normal dan defesiensi merah hijau melihat angka “ 35 “ tetapi pada protanopia dan protanomali berat hanya dapat membaca angka “ 5 “ dan pada deuteranopia dan deuteranopia berat terbaca angka “ 3 “
No. 13 : Pada orang normal dan defesiensi merah hijau ringan melihat angka
“ 96 “ tetapi pada protonopia dan protonopia berat hanya terbaca “ 6 “.
No. 14 :
• Pada orang normal dapat mengikuti garis yang melilit 2 xs, ungu dan merah.
• Pada protanopia dan protanomali berat hanya mengikuti garis ungu dan pada protanomali ringan kedua garis diikuti tetapi garis ungu kurang terlihat untuk diikuti.
• Pada deuteranopia dan deuteranomalia berat hanya garis merah yang diikuti
• Pada deuteranomalia ringan kedua garis dapat diikuti tetapi garis merah kurang terlihat unyuk diikuti.


b. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan/Visus
1. Tujuan
Untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang dan memberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada.

2. Alat dan bahan
a. Kartu Snellen
b. Kursi (bila diperlukan)
c. Kertas untuk menutup mata (bila diperlukan).

3. Cara pemeriksaan
a. Pemeriksaan dilakukan didalam rungan
b. Klien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan mata ditutup sebelah.
c. Klien diminta membaca/menyebutkan huruf yang ditunjuk oleh pemeriksa mulai dari atas sampai ke bawah dan tentukan pada baris terakhir yang dapat dibaca.



4. Penilaian
a. Bila huruf yang terbaca pada baris dengan tanda 6 maka disimpulkan tajam penglihatan klien tersebut 6/6.
b. Ketajaman penglihatan digambarkan sebagai 6/x dimana jarak antara klien dan kartu snellen adalah 6 m, dan hasil pemeriksaan terhadap klien adalah x.
c. Jika x = 6 maka ketajaman penglihatan klien tersebut adalah 6/6. Artinya klien dapat membaca pada jarak 6 m seperti orang lain yang rata-rata jaraknya 6 m dan dapat dikatan klien tersebut normal.
d. Jika x = 12 maka klien hanya dapat membaca pada jarak 6 m sedangkan rata-rata orang normal pada jarak 12 m.
e. Jika x = 5 maka klien hanya dapat membaca pada jarak 5 m sedangkan rata-rata orang normal pada jarak 6 m.
JARAK ANTARA PENDERITA DENGAN HURUF OPTOTIPE SNELLEN / JARAK YANG TERTERA PADA KARTU SNELLEN, YANG MENYATAKAN JARAK SEHARUSNYA UNTUK MELIHAT GAMBAR TERSEBUT.


c. Pemeriksaan Refraksi
A. Pemeriksaan miopi
1. Tujuan :
Untuk menegetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan atau tajam penglihatan menjadi baik.

2. Dasar :
Pada miopi sinar yang datang atau jatuh didepan retina maka harus dikoreksi dengan lensa negative.

3. Alat dan bahan :
Bingkai percobaaaan dan satu set lensa coba.

4. Tehnik :
 Klien duduk menghadap kartu snellen yang jaraknya 6 meter.
 Pasang tangkai kaca mata, dengan satu mata ditutup.
 Klien dianjurkan untuk membaca kartu snellen dengan lensa negatif terpasang pada mata yang tdk tertutup.
 Klien dianjurkan membaca kartu snellen mulai dari huruf besar ( teratas ) dan diteruskan sampai pada huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
 Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik, ditambahkan kekuatannya perlahan – lahan sehingga dapat dibaca huruf pada baris terbawah.
 Sebaiknya pada batas 6 / 6.
 Begitu juga dengan mata sebelahnya.

5. Penilaian:
 Bila dengan lensa sferis – 1,50 dengan tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan lensa sferis - 1,75 penglihatan 6/6 – 2 .
 Sedangkan dengan lensa sferis – 2,00 penglihatan 6/7,5. Pada keadaan ini derajat miopi mata yang diperiksa adalah lensa sferis – 1,50 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan pada penderita.

B. Pemeriksaan Hipermetrop
1. Tujuan
Untuk mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan.

2. Dasar
Cahaya yang datang difokuskan di belakang retina, diperbaiki dengan lensa negatif.

3. Alat : - Kartu snellen
- Satu set lensa percobaan
- Bingkai percobaan
4. Tehnik
 Klien duduk menghadap kartu snellen yang jaraknya 6 meter.
 Pasang tangkai kaca mata, dengan satu mata ditutup.
 Klien dianjurkan untuk membaca kartu snellen dengan lensa negatif terpasang pada mata yang tdk tertutup.
 Klien dianjurkan membaca kartu snellen mulai dari huruf besar ( teratas ) dan diteruskan sampai pada huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
 Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik, ditambahkan kekuatannya perlahan – lahan sehingga dapat dibaca huruf pada baris terbawah.
 Sebaiknya pada batas 6 / 6.
 Ditambahkan kekuatan lensa + 0,25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf – huruf diatas.
 Begitu juga dengan mata sebelahnya.

5. Penilaian :
 Bila dengan lensa 5 + 2,00 tajam penglihatan 6 / 7,5. Kemudian dengan 5 + 2,25. Tajam penglihatan 6/6-2. Maka pada keadaan ini derajat hipermetropia yang diperiksa S + 2,25. Dengan ukuran ini kacamata tersebut diberikan.
 Pada penderita hipermetrop selamanya diberikan lensa sferis terbesar.

C. Pemeriksaan Presbiopia :
1. Tujuan
Mengukur derajat berkurangnya kemampuan seseorang berakomodasi akibat bertambahnya usia.

2. Dasar
Gangguan akomodasi pada usia lanjut terjadi akibat kurang lenturnya lensa disertai melemahnya kontraksi badan siliar. Pada presbiop titik terdekat yang masih dapat dilihat terletak makin jauh di depan mata dibanding dengan keadaan sebelumnya. Diperbaiki dengan lensa bifokus.

3. Alat : - Kartu snellen
- Satu set lensa percobaan
- Bingkai percobaan
- Kartu baca dekat.
4. Tehnik :
 Penderita diperiksa mengenai sentral penglihatan jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai dengan yang diperlukan ( lensa positif, negatif, astigmatit.
 Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30 – 40 cm ( jarak baca ) kemudian dianjurkan untuk membacanya mulai dari yang terkecil dahulu.
 Diberikan lensa positif mulai dari S + 1 yang dinaikkan perlahan – lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca.
 Dilakukan pada mata satu persatu.

5. Penilaian :
Pengukuran lensa yang memberikan ketajaman sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk kacamata baca.
Hubungan lensa adisi dan umur biasnya :
40 – 45 Tahun
45 – 50 tahun
50 – 55 Tahun
55 – 60 Tahun
> 60 Tahun - 1,00 dioptri
- 1,5 dioptri
- 2,0 dioptri
- 2,5 dioptri
- 3,0 dioptri

D. Pemeriksaan Astigmatis
1. Tujuan
Tujuan untuk menegetahui derajat lensa silindris yang diperlukan dan sumbu silindris yang dipasang untuk memperbaiki tajam penglihatan menjadi normal.

2. Dasar
Padsa astigmaticus didapatkan dua bidang utama dengan kekuatan pambiasan pada satu bidang lebih besar dibanding dengan bidang lain maka diperbaiki dengan lensa silindris.

3. Alat dan bahan : - Kartu snellen
- Bingkai percobaan
- Satu set lensa coba
- Kipas astigmatis.

4. Tehnik.:
 Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.
 Pasanglah kaca mata dengan syarat tertentu.
 Satu mata ditutup sedangkan mata satunya untuk pemeriksaan dengan jenis ( + ) atau negatif ( - ) sampai tajam tercapai
 Pada mata tersebut dipasang lensa berukuran posif ( - ) yang cukup besar mis ( S + 3,00 )
 Penderita dianjurkan melihat kartu kipas astigmat.
 Penderita ditanya tentang garis pada kipas yang paling atas terlihat.
 Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka belum lensa 5 + 30. diperlukan sedikit demi sedikit sehingga penderita dapat menentukan garis mana yang terjelas dan mana kabur.
 Lensa silindris relatif dipasang dengan sumbu sesuai dengan garis terkabur pada kipas astigmatic.
 Lensa negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga pada satu saat tampak garis yang mula – mula terkabur sama jelasnya.
 Bila sudah tampak sama jelas. Garis pada kipas astigmatic dilakukan tes snellen. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartun snellen maka mungkin lensa positif. Yang diberikan terlalu berat sehingga perlu secara perlahan – perlahan dikurangi kekeuatan lensa positip atau ditambah lensa negatif.
 Penderita disuruh membaca kartu snellan pada lensa negatif

5. Penilaiaan
Derajat astigmatic soma dengan ukuran lensa silindris pada lensa ( - ) yang dipakai sehinnga gambar kipas astigma tampak sama jelas.


Daftar Pustaka

Ilyas, Sidarta.(2000). Ilmu Penyakit Mata.,Cet kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Masalah Kesehatan Mata, cetakan kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.,cetakan kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Sherwood, Lauralee.(1996). Human Physiologi : From Cell To System. ( 2th ed ).
Departement Of Physiologi School Of Medicene West Virginia University. EGC. Jakarta.
Sim’s, L.K., D’Amico, D.,Stiesmeyer, J. K., dan Webster. J. K. (1995). Healt Assesment In Nursing.,Hal. 246 – 249.

Read More ..

PENGERTIAN VISUS

Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.

Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika visus <20/20 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.

Daftar Pustaka
Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Dasar Penyakit. ed.3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.
Sutrisna,EM,dkk. Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pada Siswa Kelas 5 SD Gedongan I, Colomadu, Karanganyar. Warta. No.1/Vol.10/Maret 2007:19-24.

Read More ..

SURVEY PERILAKU KESEHATAN REMAJA PUSKESMAS AMUNTAISELATAN

A. PENDAHULUAN

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 s/d 24 th Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa. Sebaliknya jika usia remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka ia masih digolongkan dalam kelompok remaja
Anak sekolah tingkat SLTP/SLTA memasuki usia remaja di mana pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual dengan permasalahan-permasalahan yang begitu komplek.
Oleh sebab itu masa remaja merupakan tahap penting dalam siklus kehidupan manusia. Dikatakan penting karena merupakan peralihan dari masa anak yang sangat tergantung kepada orang lain ke masa dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab.
Di samping itu, masa ini juga mengandung reiko akibat suatu masa transisi yang selalu membawa cirri-ciri tertentu, yaitu kebimbangan, kebingungan dan gejolak remaja seperti masalah seks, kejiwaan dan tingkah laku eksprimental ( selalu ingin mencoba)
Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengetahui sejauh mana perilaku remaja maka perlu diadakan survey perilaku kesehatan remaja yang berhubungan dengan perilaku seksual.

B. TUJUAN

Diketahuinya gambaran peilaku kesehatan remaja yang berhubngan dengan perilaku seksual

C. WAKTU DAN LOKASI

Lokasi : MAN 3 Amuntai Selatan
Tanggal : 25 – 26 Nopember 2010


D. METODE

Metode survey yang dipakai adalah wawancara tertutup dengan mengisi kuesioner yang dibagikan kepada responden dengan tanpa identitas
G. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden
Dari hasil survey diketahui responden terbanyak adalah perempuan, rentang usia adalah antara 15 – 19 tahun dan yang terbayak adalah berusia 16 dan 17 tahun , semua respnden duduk dikelas XI, semua responden beragama Islam, hampir semua responden tinggal bersama orang tua dan mempunya televisi, sebagian besar /hampir seluruh responden mengetahui tentang masalah reproduksi, kecuali masalah mansturbasi/onani kurang dari separo rsponden yang megetahui.
2. Sikap
Hampir semua responden mempunyai sikap tidak mendukung (STS, TS, KS) terhadap permaslahan pendidikan sek, Kb, berhubungan sek sebelum nikah dan aborsi. Untuk masalah hubungan sek suami isteri dan hubungan sek bebas dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan hamper semua responden mempunyai sikap mendukung (S dan SS).
3. Kepatuhan Agama
Dari hasil survey menunjukkan bahwa semua responden mempunyai aktivitas keagamaan sesuai dengan tuntunan agama yang di anut yaitu Islam
4. Media Informasi
Media informasi yang berhubungan dengan masalah sek seperti membaca buku porno, menggunakan media komunikasi, menonoton VCD porno juga telah dilakukan oleh sebagian kecil responden (buku pormo 14 orang, media komunikasi 19 orang, nonton VCD porno 25 orang).
5. Interaksi dengan peer group
Sebagian besar responden kurang berinteraksi dengan peer gruopnya untuk membicarakan masalah kesehatan remaja khususnya maslah perilaku sek.
6. Komunikasi dengan orang tua
Hampir seluruh responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan orang tua tentang masalah kesehatan remaja khususnya tentang perilaku sek.
7. Komunikasi dengan guru dan tokoh masyarakat.
Sebagian besar responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan guru dan tokoh masyarakat tentang maslaha kesehatan remaja khususnya tentng perilaku sek.
8. Perilaku Sek
Dari 86 responden ada 47 responden yang pernah punya pacar dan 2 orang responden pernah melakukan hubungan sek dengan pacar masing-masing. Rentang usia pertama kali berpacaran pada rentang usia10 tahun s/d 17 tahun dan sebagian besar pertama kali pada usia 14 dan 15 tahun.
Dari semua responden (86 oarang) hampir semuanya mempunyai sikap tidak mendukung (STS, TS, KS) terhadap hubungan sek sebelum nikah dan hampir semuanya mempunyai sikap mendukung (S, SS) terhadap menjaga keperawanan/keperjakaan

H. REKOMENDASI

Rekomendasi yang dapat disampaikan guna upaya tindak lanjut dari kegiatan survey kesehatan remaja ini adalah:
1. Untuk institusi kesehatan (Puskesmas)
a. Membentuk tim konsultasi remaja di Puskesmas dan membuat jadwal konsultasi bagi remaja yang akan melakukan kunjungan konsultasi tentang masalah kesehatan remaja.
b. Melakukan kegiatan pelatihan kader remaja (Peeer group)
c. Lebih mengoptimalkan upaya promosi kesehatan khususnys tentang masalah kesehatan remaja.
d. Melakukan kerjasama lintas program dengan program UKS, Promkes, Pengobatan dan KIA.
e. Melakukan kerjasama lintas sektoral dalam hal ini instansi terkait seperti Diknas dan Depag
2. Untuk Institusi pendidikan (Sekolah)
a. Membina kerjasama dengan institusi kesehatan untuk pelatihan peeer group.
b. Lebih mengoptimalkan komunikasi tentang kesehatan remaja dengan siswa dengan membuat jadwal konsultasi bagi siswa yang bermasalah.
c. Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya kesehatan remaja seperti lomba Class meeting, Palang Merah Remaja, Pramuka dan lain-lain.

I. PENUTUP.
Demikian laporan kegiatan Survey Kesehatan Renaja ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Read More ..

Jumat, 03 Juni 2011

PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI UNTUK REMAJA PUTRI DAN WANITA USIA SUBUR

I. PENDAHULUAN


A. PENGERTIAN BERBAGAI ISTILAH SEHUBUNGAN DENGAN ANEMIA DAN KEK (KEKURANGAN ENERGI KRONIS)

Anemia Gizi : adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.

Read More ..

Masalah Gizi Makro

Apa yang dimaksud dengan masalah gizi makro ?
Masalah gizi makro adalah: masalah gizi yang utamanya disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein.
Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi makro ini berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah

Apa saja maslah gizi makro ?

1. Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)

Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat dari dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan adalah ibu dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas bayi yang dilahirkan dan anak yang dibesarkan.

Bayi dengan berat lahir rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ). Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10 – 13 poin. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat kurang lebih1,3 juta anak bergizi buruk, maka berarti terjadi potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta poin.2 Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14 % (yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi).

2. Gizi Kurang pada Balita

Gizi Kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan hasil susenas data gizi kurang tahun 1999 adalah 26.4 %, sementara itu data gizi buruk tahun 1995 yaitu 11.4 %. Sedangkan untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang 24.9 % dan gizi buruk 7.1%.

Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. 2

3. Gangguan Pertumbuhan

Dampak selanjutnya dari gizi buruk pada anak balita adalah terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini akan menjadi serius bila tidak ditangani secara intensif.

Hasil Survei Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (TB-ABS) di lima propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada tahun 1994 dan tahun 1998 menunjukkan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia 5 – 9 tahun masing-masing 42.4 % dan 37.8 %. Dari angka tersebut terjadi penurunan yang cukup berarti, tetapi secara umum, prevalensi gangguan pertumbuhan ini masih tinggi.

4. Kurang Energi Kronis (KEK)

KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). KEK adalah keadaan dimana ibu menderita keadaan kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. (Departemen Kesehatan, 1995)



4.1. Pada Wanita Usia Subur (WUS)

Pemantauan kesehatan dan status gizi pada WUS merupakan pendekatan yang potensial dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kondisi WUS yang sehat dan berstatus gizi baik akan menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik, dan akan mempunyai risiko yang kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan dan melahirkan.

Dari data Susenas pada tahun 1999 menunjukkan bahwa status gizi pada WUS yang menderita KEK (LILA < 23.5 cm) sebanyak 24.2 %. Hasil analisis IMT pada 27 ibukota propinsi menunjukkan KEK pada wanita dewasa (IMT< 18.5) sebesar 15.1 %.

4.2. Pada Ibu Hamil (Bumil)

Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

Data SDKI tahun 1997 angka kematian bayi adalah 52.2 per 1000 kelahiran hidup dan dari data SDKI tahun 1994 angka kematian ibu adalah 390 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan dari data Susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 27.6 %.

Apa penyebab masalah tersebut ?
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
A. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
B. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
- Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
C. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
D. Akar masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.

Upaya apa yang bisa dilakukan ?
Pemerintah dapat melaksanakan berbagai upaya untuk menurunkan penderita gizi kurang yaitu antara lain dengan cara menjamin setiap ibu menyusui ASI eksklusif, menjamin setiap ibu memperoleh pendampingan dan dukungan program gizi. Sesuai dengan skema berikut, upaya perbaikan gizi tidak hanya melibatkan soal teknis kesehatan akan tetapi menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, ideologi dan kebudayaan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya terintegrasi lintas program maupun lintas sektor terkait baik di tingkat pusat maupun tingkat propinsi dan kabupaten.

Sumber :

Direktorat Gizi Masyarakat, Tata Laksana Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta 2000
Tim Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pusat, Situasi Pangan dan gizi di Indonesia, Jakarta, 2000
6Departemen Kesehatan, Status Gizi dan Imunisasi Ibu dan Anak di Indonesia, Jakarta, 1999
Departemen Kesehatan, Tuntutan Praktis Bagi Tenaga gizi Puskesmas, Bekalku Membina Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Jakarta, 1999
im Koordinasi Penanggulangan masalah Gizi Pangan dan Gizi, Gerakan nasional penanggulangan masalah Pangan dan Gizi di Indonesia, Jakarta, 1999


Read More ..