Senin, 18 Juli 2011

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Konsep Alat Pencernaan Makanan Dengan Menggunakan Media Gambar

Oleh : Nor Alimah,S.Pd

A. Hakekat Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai upaya perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sesuatu yang dimaksud adalah objek atau materi atau informasi yang dipelajari.
Salah satu prinsip dalam mengaktifkan siswa dalam belajar adalah “menemukan”. Prinsip yang dimaksud adalah guru sebenarnya tak perlu menjejalkan seluruh informasi kepada siswa. Berilah kesempatan pada mereka untuk mencari dan menemukan informasi tersebut. Informasi yang disampaikan guru hendaknya yang bersifat mendasar dan memancing siswa untuk menggali informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
Menurut Universitas Malang (2000:43), hakikat belajar atau learning adalah bagaimana mengarahkan para siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya dan cara-cara bagaimana belajar. Dengan demikian fungsi guru disini adalah menanamkan aktivitas siswa agar memiliki keterampilan untuk terbiasa menemukan sumber informasi secara mandiri atau kelompok.
B. Hasil Belajar
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajar. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulangan-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain.
Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Kebiasaan belajar dibagi ke dalam dua bagian, yaitu Delay Avoidance (DA), dan Work Methods (WM). DA menunjuk pada ketetapan waktu penyelesaian tugas-tugas akademis, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan tertundanya penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu konsentrasi belajar. Sedangkan WM menunjukkan kepada pengguna cara (prosedur) belajar yang efesien dalam mengerjakan akademik dan keterampilan belajar.
Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka melakukan kegiatan belajar, sebabnya ialah karena kebiasaan mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habit sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan. Hal itu disebabkan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar.
Rustiyah (2001:21) sesuai dengan Law of effect dalam belajar, perbuatan yang menimbulkan kesenangan cenderung untuk diulang. Oleh karena itu tindakkan kebiasaan bersifat mengukuhkan (reinforching).
Sumadi Suryabrata (1990:35) mengatakan hasil belajar yang efesien dalah dengan usaha yang sekecil-kecil memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi perkembangan individu yang belajar. Mengenai cara belajar yang efesien, belum menjamin keberhasilan dalam belajar. Yang paling penting siswa mempraktikkannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan, baik di dalam maupun diluar kelas.
Gagne (1985) dan Bandura (1986) (dalam Bambang (2004:117) mengatakan bahwa hasil belajar siswa (the out come of learning) yang berupa perkembangan kemampuan dan keterampilan siswa akan ditentukan oleh hasil interaksi anatara kondisi internal belajar (internal conditions of learning) siswa yang berupa kondisi dan proses kognitif (the larner’s internal states and coqnitive processe) dengan kondisi eksternal belajar (external conditions of learning) yang berupa stimulus lingkungan (stimuli from the environment).
Prestasi belajar rendah akan dapat ditingkatkan apabila proses belajar yang dilakukan guru mampu meningkatkan motivasi, kemauan, daya serap dan tingkat konsentrasi siswa. Ini akan terjadi apabila dalam proses belajar siswa memperoleh pengetahuan secara bertahap sebagaimana halnya model stuktur pengetahuan itu terbentuk, yaitu mulai dari fakta, konsep dan akhirnya ke generalisasi dan atau teori (Savege and Amstrong, 1996; Numan Sumantri, 2001:132).
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000:24).

C. Hakekat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan denga cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, kosep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekannkan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Czrin dan Sund (1993) dalam (BNSP, 2007), mendefinisikan IPA sebagi “ pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujukpada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan hakikat IPA meliputi empat unsur utama ,yaitu :
1. Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,makhluk hidup, serta berhubungan dengan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar ; IPA bersifat open ended.
2. Proses : prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah ; metodeilmiah meliputi penyususnn hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3. Produk : berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
4. Aplikasi : penerapan metodeilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

D. Media Gambar.
Gambar diam/mati ini adalah gambar-gambar yang disajikan secara fotografik atau seperti fotografik, misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat atau objek lainnya yang ada kaitannya dengan bahan/isi pelajaran yang disampaikan pada siswa. Gambar diam ini ada yang tunggal dan ada juga yang berseri, yaitu sekumpulan gambar diam yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Media gambar yang dumaksudkan bertujuan untuk mengenalkan nama-nama dalam pelajaran IPA. Gambar-gambar tersebut dapat dijadikan alat bantu untuk memahami topik pembelajaran. Disamping itu, gambar-gambar tersebut juga dapat ditujukan untuk menstimulasi kegiatan berbicara dan menulis permulaan.
Wujud media gambar ini berukuran kecil 5 X 5 cm dan besar 20 X 20 cm. Ada yang memiliki warna asli sesuai dengan warna benda nyatanya dan ada yang hanya hitam putih saja.
Gambar-gambar benda tersebut dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya, misalnya klasifikasi binatang piaraan, klasifikasi alat tulis, klasifikasi mebeler dan lain-lain. Apabila diperlukan penampilan gambar masing-masing klasifikasi maka dapat ditempatkan dalam kotak. Selanjutnya semuanya akan ditampung dalam satu kotak besar, yang di dalamnya terdapat kotak-kotak kecil.
Adapun kegunaan media gambar benda dapat digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan berikut :
1. Pengenalan nama-nama benda mati dan benda hidup dalam bahasa Inggris, diiringi dengan ucapan guru dan bisa juga bersama tulisannya.
2. Pengulangan pembelajaran nama-nama tersebut lewat permainan.
3. Menciptakan suasana yang menarik dalam kelas.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan media gambar diam ini, yaitu :
1. Dapat menterjemahkan ide/gagasan yang sifatnya abstrak menjadi realistik.
2. Banyak tersedia dalam buku-buku, majalah, surat kabar, kalender dansebaginya.
3. Mudah menggunakannya dan tidak memerlukan peralatan lain.
4. Tidak mahal, bahkan mungkin tanpa biaya
5. Dapat digunakan pada setiap tahap pembelajaran dan semua pelajaran/disiplin ilmu.
Sedangkan keterbatasan dari media gambar diam ini terkadang ukuran gambarnya terlalu kecil jika digunakan dalam satu kelas, hanya berupa dua dimensi dan tidak bisa menimbulkan kesan gerak.
Secara umum dari beberapa fungsi media pembelajaran dapat mempercepat proses belajar. Fungsi ini mengandung arti bahwa dengan media pembelajaran siswa dapat menangkap tujuan dan bahan ajar lebih mudah dan dan lebih cepat. Fungsi lain yaitu untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar. Pada umumnya hasil belajar atau prestasi belajar siswa dengan menggunkan media pembelajaran dan salah satunya dengan media gambar akan tahan lama mengendap sehingga kualitas pembelajaran memiliki nilai yang tinggi. Media pembelajaran juga dapat meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir secara lebih realistik.
Daftar Pustaka
Bambang Sahono, Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar IPA, Studi Eksperimen pada Peserta didik kela V SD di Kota Bengkulu, Jurnal Pendidikan, Triadik, 2004, Bengkulu
Depertemen Pendidikan dan kebudayaan, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung: P2LPTK IKIP Bandung, 1990, Bandung
Gagne Robert M, (Dalam Widya Tama, Jurnal Pendidikan 2005) The Condition of Learning, Scond Edition, New York: Halt Sunders. International Edition, 2004 Semarang
Hopkins, D. (dalam Widya Tama Jurnal, 2005). A Teacher Guide to Classroom Research, Philadelpia. Open University Press. 1992
Universitas Malang, (dalam National Science Education Seminar) State University of Malang (UM), 2000. Malang
Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Widya Tama Jurnal,) classroom actoin research, 2005, Semarang.
Pusat Kurikulum, Kurikulum SD 2006, Jakarta.
Roestiyah N.K. Strategi Belajar Mengajar, Rieneka Cipta, 2001, Jakarta.
Savege and amstrong, 1996 (dalam Numan Sumantri), Terjemahan, Efektif Elementry Social Studies, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Jakarta.
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengejar, PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Jakarta.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. Universitas Gajah Mada, CV. Rajawali, 1990, Jakarta.
Wardah Nurul. Meningkatkan Hasil Belajar IPA Konsep Rangka Melalui Pengguaan Bahan Manipulatif di Kelas IV SDN Keraton 4 Martapura, Universitas Terbuka Program S1 PGSD, 2009, Banjarmasin
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, 1998, Bandung.
Winataputra, MA, H. Udin, Drs, dkk.(1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Departemen .Pendidikan dan Kebudayaan.

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, PT. Bigraf Publishing, 2000, Yogyakarta.

Read More ..

Minggu, 17 Juli 2011

PEMERIKSAAN FUNGSI MATA

I. ANATOMI MATA



II. STRUKTUR DAN FUNGSI MATA
A. Struktur mata bagian luar.
1. Sclera
Sclera menutup 4/5 dari bola mata, merupakan lapisan jaringan ikat protektif membentuk bagian putih pada mata, di bagian anterior dan membentuk kornea.

2. Kornea
Bagian transparant, tidak ada vaskularisasi, bentuk melengkung, terletak 1/5 bagian depan mata dan berperan dalam kemampuan refraktif mata.

3. Konjungtiva
Menutup bagian anterior dari sclera dan bagian posterior dari kelopak mata, mengandung sel goblet yang mensekresi cairan untuk meminyaki / pelumas mata.

4. Otot – otot luar
Terdapat 6 otot ekstra okuler yang masing – masing diatur oleh nerves ke III ( Okulomotorius ), nerves ke IV ( Troclearis ) dan nerves ke VI ( Abdusen ) antara lain :

a. Otot rectus superior ( N III )
b. Otot rectus lateralis ( N VI )
c. Otot rectus inferior ( N III )
d. Otot rectus medial ( N III )
e. Otot oblique inferior ( N III )
f. Otot oblique superior ( N IV )
Otot otot tersebut berfungsi mengatur atau mengontrol, membuka dan menutup mata.

5. Alat – alat lainnya seperti : alis mata, palpebra, bulu mata, kelenjar airmata.


B. Struktur Mata Bagian Tengah
1. Koroid
Mencegah berhamburnya berkas cahaya di mata, mengandung pembuluh darah yang memberi makanan pada retina membentuk badan siliar dan iris.

2. Badan Siliar
Membentuk aques humour dan mengandung badan siliar

3. Iris
Bentuk melingkar mengelilingi pupil dan berfungsi mengubah ukuran pupil dengan berkontriksi dan menentukan warna mata.

4. Lensa Mata
Berbentuk oval, transparan, elastis, dipegang oleh badan siliar dan berfungsi menghasilkan kemampuan refraktil yang bervariasi selama akomodasi.




C. Struktur Mata Bagian Dalam
1. Retina
Terdapat sel-sel saraf, sel kerucut, sel batang dan membrane epithelium, berfungsi mentransfer impuls ke otak. Sel batang untuk penglihatan gelap dan sel kerucut untuk penglihatan terang.

2. Vitrous Humour
Membantu mempertahankan bentuk mata yang bulat.

3. Fovea
Mengandung konsentrasi yang tinggi pada sel kerucut untuk warna dan penglihatan terang.



III. AKOMODASI
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung dan mencekung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar.
Proses Akomodasi
1. Daya bias meningkat dan badan siliar berkontraksi, lensa mencembung sehingga fokus jatuh tepat diretina.
2. Dipengaruhi oleh kekuatan lensa untuk mencembung dan mencekung secara maksimal oleh kontraksi otot siliar








IV. PEMERIKSAAN MATA
a. Pemeriksaan Buta Warna ( Tes Ishihara )
1) Tujuan
Tes ini dilakukan untuk memeriksa buta warna seseorang.

2) Landasan
Pada retina terdapat 3 sel kerucut yang rentan terhadap salah satu warna primer, sehingga bila terdapat gangguan pada sel kerucut tersebut akan terjadi gangguan penglihatan warna, kerusakan retina mulai sel bipolar sampai ganglion genikulatum lateral akan mengakibatkan gangguan warna merah dan hijau, sedangkan kerusakan neurosensoris mengakibatkan gangguan melihat warna terutama warna biru dan kuning.
Tes Ishihara berupa gambar-gambar Pseudoisokromatik yang disusun oleh titik dan kepadatan warna berbeda sehingga orang normal dapat mengenal gambar atau angka yang disusun oleh titik tersebut. Gambar titik terdiri atas warna primer dengan dasar warna yang hampir sama atau abu-abu. Titik disusun akan menghasilkan pola dan bentuk tertentu oleh orang tanpa kelainan persepsi warna. Buta warna lebih banyak laki-laki dari pada perempuan karena gen pembawa sifat terdapat pada laki-laki sehingga disebut carier.

3) Alat dan bahan
Gambar-gambar Pseudoisokromatik
Jam ( jika diperlukan ).

4) Tehnik
 Dengan penerangan tertentu kartu Ishihara disinari.
 Klien disuruh melihat kartu tersebut dan menyebutkan gambar atau angka yang terlihat.
 Klien diminta melihat dan menyebutkan gambar atau angka tidak lebih dari 10 detik.

5) Penilaian
Bila lebih dari 10 detik berarti terdapat kelainan penglihatan warna
Buta warna merah hijau terdapat atrofi saraf optik, toksik optikneuropati, dengan pengecualian neuropati iskemi, glaucoma atrofi optic yang memberikan gangguan penglihatan biru kuning. Buta warna biru kuning terdapat pada Retinopati Hipertensif, Retinopati Diabetik dan degenerasi macula senile dini. Degenerasi macula Stargardts dan fundus lamikulatus memberikan gangguan penglihatan warna merah-hijau.

Petunjuk Pengisian Gambar
No. 1 : Semua orang baik normal atau buta warna dapat membaca dengan benar angka 12. Bagian ini biasanya digunakan pada awal test.
No. 2 : Pada orang normal terbaca “ 8 “ dengan defesiensi merah-hijau “ 3 “
No. 3 : Pada orang normal terbaca “ 5 “dengan defesiensi merah-hijau “ 2 “
No. 4 : Pada orang normal terbaca “ 29 “dengan defesiensi merah-hijau “ 70 “
No. 5 : Pada orang normal terbaca “ 74 “dengan defesiensi merah-hijau “ 21 “
No. 6 – 7 : Pada orang normal dapat membaca dengan benar tetapi pada orang dengan defesiensi merah hijau, susah atau tidak dapat membacanya.
No. 8 : Pada orang normal dengan jelas “ 2 “ tetapi bagi defesiensi merah-hijau tidak jelas.
No. 9 : Pada orang normal susah atau tidak terbaca tetapi kebanyakan pada orang dengan defesiensi merah hijau melihat “ 2 “.
No.10 : Pada orang normal angka terbaca “ 16 “ tetapi bagi defesiensi merah hijau tidak dapat membaca.
No.11 : Gambar garis yang melilit diantara 2 xs. Pada orang normal, dapat mengikuti garis ungu-hijau. Tetapi pada orang buta warna tidak dapat mengikuti atau dapat mengikuti tapi berbeda dengan orang normal.
No.12 : Pada orang normal dan defesiensi merah hijau melihat angka “ 35 “ tetapi pada protanopia dan protanomali berat hanya dapat membaca angka “ 5 “ dan pada deuteranopia dan deuteranopia berat terbaca angka “ 3 “
No. 13 : Pada orang normal dan defesiensi merah hijau ringan melihat angka
“ 96 “ tetapi pada protonopia dan protonopia berat hanya terbaca “ 6 “.
No. 14 :
• Pada orang normal dapat mengikuti garis yang melilit 2 xs, ungu dan merah.
• Pada protanopia dan protanomali berat hanya mengikuti garis ungu dan pada protanomali ringan kedua garis diikuti tetapi garis ungu kurang terlihat untuk diikuti.
• Pada deuteranopia dan deuteranomalia berat hanya garis merah yang diikuti
• Pada deuteranomalia ringan kedua garis dapat diikuti tetapi garis merah kurang terlihat unyuk diikuti.


b. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan/Visus
1. Tujuan
Untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang dan memberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada.

2. Alat dan bahan
a. Kartu Snellen
b. Kursi (bila diperlukan)
c. Kertas untuk menutup mata (bila diperlukan).

3. Cara pemeriksaan
a. Pemeriksaan dilakukan didalam rungan
b. Klien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan mata ditutup sebelah.
c. Klien diminta membaca/menyebutkan huruf yang ditunjuk oleh pemeriksa mulai dari atas sampai ke bawah dan tentukan pada baris terakhir yang dapat dibaca.



4. Penilaian
a. Bila huruf yang terbaca pada baris dengan tanda 6 maka disimpulkan tajam penglihatan klien tersebut 6/6.
b. Ketajaman penglihatan digambarkan sebagai 6/x dimana jarak antara klien dan kartu snellen adalah 6 m, dan hasil pemeriksaan terhadap klien adalah x.
c. Jika x = 6 maka ketajaman penglihatan klien tersebut adalah 6/6. Artinya klien dapat membaca pada jarak 6 m seperti orang lain yang rata-rata jaraknya 6 m dan dapat dikatan klien tersebut normal.
d. Jika x = 12 maka klien hanya dapat membaca pada jarak 6 m sedangkan rata-rata orang normal pada jarak 12 m.
e. Jika x = 5 maka klien hanya dapat membaca pada jarak 5 m sedangkan rata-rata orang normal pada jarak 6 m.
JARAK ANTARA PENDERITA DENGAN HURUF OPTOTIPE SNELLEN / JARAK YANG TERTERA PADA KARTU SNELLEN, YANG MENYATAKAN JARAK SEHARUSNYA UNTUK MELIHAT GAMBAR TERSEBUT.


c. Pemeriksaan Refraksi
A. Pemeriksaan miopi
1. Tujuan :
Untuk menegetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan atau tajam penglihatan menjadi baik.

2. Dasar :
Pada miopi sinar yang datang atau jatuh didepan retina maka harus dikoreksi dengan lensa negative.

3. Alat dan bahan :
Bingkai percobaaaan dan satu set lensa coba.

4. Tehnik :
 Klien duduk menghadap kartu snellen yang jaraknya 6 meter.
 Pasang tangkai kaca mata, dengan satu mata ditutup.
 Klien dianjurkan untuk membaca kartu snellen dengan lensa negatif terpasang pada mata yang tdk tertutup.
 Klien dianjurkan membaca kartu snellen mulai dari huruf besar ( teratas ) dan diteruskan sampai pada huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
 Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik, ditambahkan kekuatannya perlahan – lahan sehingga dapat dibaca huruf pada baris terbawah.
 Sebaiknya pada batas 6 / 6.
 Begitu juga dengan mata sebelahnya.

5. Penilaian:
 Bila dengan lensa sferis – 1,50 dengan tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan lensa sferis - 1,75 penglihatan 6/6 – 2 .
 Sedangkan dengan lensa sferis – 2,00 penglihatan 6/7,5. Pada keadaan ini derajat miopi mata yang diperiksa adalah lensa sferis – 1,50 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan pada penderita.

B. Pemeriksaan Hipermetrop
1. Tujuan
Untuk mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan.

2. Dasar
Cahaya yang datang difokuskan di belakang retina, diperbaiki dengan lensa negatif.

3. Alat : - Kartu snellen
- Satu set lensa percobaan
- Bingkai percobaan
4. Tehnik
 Klien duduk menghadap kartu snellen yang jaraknya 6 meter.
 Pasang tangkai kaca mata, dengan satu mata ditutup.
 Klien dianjurkan untuk membaca kartu snellen dengan lensa negatif terpasang pada mata yang tdk tertutup.
 Klien dianjurkan membaca kartu snellen mulai dari huruf besar ( teratas ) dan diteruskan sampai pada huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
 Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik, ditambahkan kekuatannya perlahan – lahan sehingga dapat dibaca huruf pada baris terbawah.
 Sebaiknya pada batas 6 / 6.
 Ditambahkan kekuatan lensa + 0,25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf – huruf diatas.
 Begitu juga dengan mata sebelahnya.

5. Penilaian :
 Bila dengan lensa 5 + 2,00 tajam penglihatan 6 / 7,5. Kemudian dengan 5 + 2,25. Tajam penglihatan 6/6-2. Maka pada keadaan ini derajat hipermetropia yang diperiksa S + 2,25. Dengan ukuran ini kacamata tersebut diberikan.
 Pada penderita hipermetrop selamanya diberikan lensa sferis terbesar.

C. Pemeriksaan Presbiopia :
1. Tujuan
Mengukur derajat berkurangnya kemampuan seseorang berakomodasi akibat bertambahnya usia.

2. Dasar
Gangguan akomodasi pada usia lanjut terjadi akibat kurang lenturnya lensa disertai melemahnya kontraksi badan siliar. Pada presbiop titik terdekat yang masih dapat dilihat terletak makin jauh di depan mata dibanding dengan keadaan sebelumnya. Diperbaiki dengan lensa bifokus.

3. Alat : - Kartu snellen
- Satu set lensa percobaan
- Bingkai percobaan
- Kartu baca dekat.
4. Tehnik :
 Penderita diperiksa mengenai sentral penglihatan jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai dengan yang diperlukan ( lensa positif, negatif, astigmatit.
 Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30 – 40 cm ( jarak baca ) kemudian dianjurkan untuk membacanya mulai dari yang terkecil dahulu.
 Diberikan lensa positif mulai dari S + 1 yang dinaikkan perlahan – lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca.
 Dilakukan pada mata satu persatu.

5. Penilaian :
Pengukuran lensa yang memberikan ketajaman sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk kacamata baca.
Hubungan lensa adisi dan umur biasnya :
40 – 45 Tahun
45 – 50 tahun
50 – 55 Tahun
55 – 60 Tahun
> 60 Tahun - 1,00 dioptri
- 1,5 dioptri
- 2,0 dioptri
- 2,5 dioptri
- 3,0 dioptri

D. Pemeriksaan Astigmatis
1. Tujuan
Tujuan untuk menegetahui derajat lensa silindris yang diperlukan dan sumbu silindris yang dipasang untuk memperbaiki tajam penglihatan menjadi normal.

2. Dasar
Padsa astigmaticus didapatkan dua bidang utama dengan kekuatan pambiasan pada satu bidang lebih besar dibanding dengan bidang lain maka diperbaiki dengan lensa silindris.

3. Alat dan bahan : - Kartu snellen
- Bingkai percobaan
- Satu set lensa coba
- Kipas astigmatis.

4. Tehnik.:
 Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.
 Pasanglah kaca mata dengan syarat tertentu.
 Satu mata ditutup sedangkan mata satunya untuk pemeriksaan dengan jenis ( + ) atau negatif ( - ) sampai tajam tercapai
 Pada mata tersebut dipasang lensa berukuran posif ( - ) yang cukup besar mis ( S + 3,00 )
 Penderita dianjurkan melihat kartu kipas astigmat.
 Penderita ditanya tentang garis pada kipas yang paling atas terlihat.
 Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka belum lensa 5 + 30. diperlukan sedikit demi sedikit sehingga penderita dapat menentukan garis mana yang terjelas dan mana kabur.
 Lensa silindris relatif dipasang dengan sumbu sesuai dengan garis terkabur pada kipas astigmatic.
 Lensa negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga pada satu saat tampak garis yang mula – mula terkabur sama jelasnya.
 Bila sudah tampak sama jelas. Garis pada kipas astigmatic dilakukan tes snellen. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartun snellen maka mungkin lensa positif. Yang diberikan terlalu berat sehingga perlu secara perlahan – perlahan dikurangi kekeuatan lensa positip atau ditambah lensa negatif.
 Penderita disuruh membaca kartu snellan pada lensa negatif

5. Penilaiaan
Derajat astigmatic soma dengan ukuran lensa silindris pada lensa ( - ) yang dipakai sehinnga gambar kipas astigma tampak sama jelas.


Daftar Pustaka

Ilyas, Sidarta.(2000). Ilmu Penyakit Mata.,Cet kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Masalah Kesehatan Mata, cetakan kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.,cetakan kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Sherwood, Lauralee.(1996). Human Physiologi : From Cell To System. ( 2th ed ).
Departement Of Physiologi School Of Medicene West Virginia University. EGC. Jakarta.
Sim’s, L.K., D’Amico, D.,Stiesmeyer, J. K., dan Webster. J. K. (1995). Healt Assesment In Nursing.,Hal. 246 – 249.

Read More ..

PENGERTIAN VISUS

Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.

Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika visus <20/20 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.

Daftar Pustaka
Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Dasar Penyakit. ed.3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.
Sutrisna,EM,dkk. Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pada Siswa Kelas 5 SD Gedongan I, Colomadu, Karanganyar. Warta. No.1/Vol.10/Maret 2007:19-24.

Read More ..

SURVEY PERILAKU KESEHATAN REMAJA PUSKESMAS AMUNTAISELATAN

A. PENDAHULUAN

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 s/d 24 th Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa. Sebaliknya jika usia remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka ia masih digolongkan dalam kelompok remaja
Anak sekolah tingkat SLTP/SLTA memasuki usia remaja di mana pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual dengan permasalahan-permasalahan yang begitu komplek.
Oleh sebab itu masa remaja merupakan tahap penting dalam siklus kehidupan manusia. Dikatakan penting karena merupakan peralihan dari masa anak yang sangat tergantung kepada orang lain ke masa dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab.
Di samping itu, masa ini juga mengandung reiko akibat suatu masa transisi yang selalu membawa cirri-ciri tertentu, yaitu kebimbangan, kebingungan dan gejolak remaja seperti masalah seks, kejiwaan dan tingkah laku eksprimental ( selalu ingin mencoba)
Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengetahui sejauh mana perilaku remaja maka perlu diadakan survey perilaku kesehatan remaja yang berhubungan dengan perilaku seksual.

B. TUJUAN

Diketahuinya gambaran peilaku kesehatan remaja yang berhubngan dengan perilaku seksual

C. WAKTU DAN LOKASI

Lokasi : MAN 3 Amuntai Selatan
Tanggal : 25 – 26 Nopember 2010


D. METODE

Metode survey yang dipakai adalah wawancara tertutup dengan mengisi kuesioner yang dibagikan kepada responden dengan tanpa identitas
G. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden
Dari hasil survey diketahui responden terbanyak adalah perempuan, rentang usia adalah antara 15 – 19 tahun dan yang terbayak adalah berusia 16 dan 17 tahun , semua respnden duduk dikelas XI, semua responden beragama Islam, hampir semua responden tinggal bersama orang tua dan mempunya televisi, sebagian besar /hampir seluruh responden mengetahui tentang masalah reproduksi, kecuali masalah mansturbasi/onani kurang dari separo rsponden yang megetahui.
2. Sikap
Hampir semua responden mempunyai sikap tidak mendukung (STS, TS, KS) terhadap permaslahan pendidikan sek, Kb, berhubungan sek sebelum nikah dan aborsi. Untuk masalah hubungan sek suami isteri dan hubungan sek bebas dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan hamper semua responden mempunyai sikap mendukung (S dan SS).
3. Kepatuhan Agama
Dari hasil survey menunjukkan bahwa semua responden mempunyai aktivitas keagamaan sesuai dengan tuntunan agama yang di anut yaitu Islam
4. Media Informasi
Media informasi yang berhubungan dengan masalah sek seperti membaca buku porno, menggunakan media komunikasi, menonoton VCD porno juga telah dilakukan oleh sebagian kecil responden (buku pormo 14 orang, media komunikasi 19 orang, nonton VCD porno 25 orang).
5. Interaksi dengan peer group
Sebagian besar responden kurang berinteraksi dengan peer gruopnya untuk membicarakan masalah kesehatan remaja khususnya maslah perilaku sek.
6. Komunikasi dengan orang tua
Hampir seluruh responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan orang tua tentang masalah kesehatan remaja khususnya tentang perilaku sek.
7. Komunikasi dengan guru dan tokoh masyarakat.
Sebagian besar responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan guru dan tokoh masyarakat tentang maslaha kesehatan remaja khususnya tentng perilaku sek.
8. Perilaku Sek
Dari 86 responden ada 47 responden yang pernah punya pacar dan 2 orang responden pernah melakukan hubungan sek dengan pacar masing-masing. Rentang usia pertama kali berpacaran pada rentang usia10 tahun s/d 17 tahun dan sebagian besar pertama kali pada usia 14 dan 15 tahun.
Dari semua responden (86 oarang) hampir semuanya mempunyai sikap tidak mendukung (STS, TS, KS) terhadap hubungan sek sebelum nikah dan hampir semuanya mempunyai sikap mendukung (S, SS) terhadap menjaga keperawanan/keperjakaan

H. REKOMENDASI

Rekomendasi yang dapat disampaikan guna upaya tindak lanjut dari kegiatan survey kesehatan remaja ini adalah:
1. Untuk institusi kesehatan (Puskesmas)
a. Membentuk tim konsultasi remaja di Puskesmas dan membuat jadwal konsultasi bagi remaja yang akan melakukan kunjungan konsultasi tentang masalah kesehatan remaja.
b. Melakukan kegiatan pelatihan kader remaja (Peeer group)
c. Lebih mengoptimalkan upaya promosi kesehatan khususnys tentang masalah kesehatan remaja.
d. Melakukan kerjasama lintas program dengan program UKS, Promkes, Pengobatan dan KIA.
e. Melakukan kerjasama lintas sektoral dalam hal ini instansi terkait seperti Diknas dan Depag
2. Untuk Institusi pendidikan (Sekolah)
a. Membina kerjasama dengan institusi kesehatan untuk pelatihan peeer group.
b. Lebih mengoptimalkan komunikasi tentang kesehatan remaja dengan siswa dengan membuat jadwal konsultasi bagi siswa yang bermasalah.
c. Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya kesehatan remaja seperti lomba Class meeting, Palang Merah Remaja, Pramuka dan lain-lain.

I. PENUTUP.
Demikian laporan kegiatan Survey Kesehatan Renaja ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Read More ..